JAKARTA. Kurang dari satu bulan lagi implementasi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) berlaku, namun masih ada beberapa catatan yang mengganjal sehingga sektor-sektor usaha belum siap 100% untuk menghadapinya. Kepala Divisi Komunikasi Publik dan Promosi Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (LP3EI) Edib Muslim mengatakan, pemerintah harus segera mengidentifikasi sektor usaha yang masih belum siap dan mengkomunikasikan ke pemangku kepentingan. Berdasarkan kacamata Edib, sektor jasa merupakan yang riskan terhadap berlangsungnya MEA ini.
Beberapa diantaranya adalah terkait dengan sektor jasa perawat, pilot, dan
air traffic control (ATC). "Sektor jasa memilkki luka mendalam (menghadapi MEA)," kata Edib, Rabu (2/12). Seperti diketahui, berlangsungnya MEA pada 1 Januari 2016 mendatang akan memberikan dampak yang besar atas aspek funda mental ekonomi Indonesia baik secara langsung atupun tidak langsung. Contohnya, aliran barang dan jasa, modal, investasi maupun aliran bebas tenaga kerja kedalam wilayah regional Asean. Pemerintah Indonesia sendiri telah mengeluarkan instruksi presiden (Inpres) sebagai langkah antisipatif guba meningkatkan daya saing nasional. Namun, implementasi peraturan dan sosialisasi yang dilakukan tersebut masih belum optimal. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan, bahwa salah saytu upaya menyiapkan diri untuk berdaya saing dengan tenaga kerja asing adalah melalui berbagai pendidikan dan pelatihan baik formal maupun informal. Membanjirnya produk luar negeri dan lemahnya kemampuan ekspor pengusaha lokal akibat ketidak pahaman mengenai MEA diprediksi akan muncul dalam waktu dekat. Jika beberapa permasalahan tersebut tidak dikelola dengan tepat, maka Indonesia hanya merupakan bisnis konsumen bagi negara-negara Asean lainnya. Dalam survei LIPI yang dilakukan di 16 kota di Indonesia menyebutkan, bahwa pemahaman masyarakat tentang MEA masih rendah. Rendahnya pemahaman tersebut dapat menjadi halangan internal bagi pelaksanan kebijakan nasional dalam mencapai tujuan MEA. Adanya kebebasan bergerak tenaga kerja profesional di wilayah Asean tidak diketahui secara baik oleh sebagian besar masyarakat. Dari hasil survei yang dilakukan, sebesar 82% masyarakat tidak mengetaui kebebasan pergeakan tenaga kerja profesional tersebut. Direktur Kerjasama Ekonomi Asean Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Ina Hagniningtyas Krisnamurthi mengatakan, ketidaksiapan implementasi MEA ini juga tercermin dari beberapa hal.
Diantaranya, tidak adanya pejabat khusus setingkat direktur yang fokus dalam persoalan Asean. Selain itu, dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) 2015 tidak dicantumkan sama sekali mengenai Asean. Di RPJMN tahun 2015, disebutkan satu hal mengenai Asean namun hal tersebut tidak terlalu besar porsinya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto