Beda kesaksian pegawai pajak di kasus suap bos EKP



JAKARTA. Pengadilan Tipikor Jakarta kembali mengadili terdakwa Ramapanicker Rajamohanan Nair di kasus dugaan suap pejabat kantor pajak, Senin (6/3). Sejumlah saksi memberikan kesaksian yang berbeda-beda, terutama Johnny Sirait, Kepala Kantor Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA) 6 Kalibata, Jakarta.

Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen dan Penyidikan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus, Wahono Saputro, menilai keputusan pencabutan PKP oleh Johnny salah.

"Kita tidak keluarkan untuk pencabutan PKP karena prosedurnya salah. Pencabutan PKP harus dilakukan berdasar pemeriksaan pajak. Di PMA 6 ada tapi cuma sehari dan itu tidak disampaikan ke WP. Padahal prosedurnya kalau ada pemeriksaan harus disampaikan ke WP," kata Wahono.


Sementara Sirmu, Kasi Evaluasi Keberatan dan Banding Ditjen Pajak juga menerangkan bahwa penerbitan surat tagihan pajak (STP) oleh KPP PMA 6 tidak sesuai prosedur. Pajak terutang yang mendasari STP tersebut belum seharusnya ditagih.

Ia pun bilang terbitnya pembatalan STP ini juga membuat heboh kantor Dirjen Pajak. "Di tempat kami ada 4 kasi. Kami sering diskusi termasuk heboh penerbitan awal, Kami kan merasa akan ada masukan karena hasil saat itu ada penerbitan STP PMA 6 yang belum benar," imbuhnya.

Pada sidang sebelumnya, Johnny Sirait mengklaim keputusannya berdasarkan data dan prosedur, yaitu berdasarkan hasil pemeriksaan tim terdapat Transaksi Berdasarkan Tidak Sebenarnya (TBTS) menyangkut PT EKP. "Karena menurut data itu PT EKP termasuk pengguna faktur yang tidak benar," tuturnya.

Namun ia lantas menuturkan keputusannya justru dipermasalahkan oleh kepala Kantor Pajak Jakarta Khusus, Muhammad Haniv. Intervensi atas putusan tersebut disampaikan melalui Wahono yang mendatangi kantornya.

"Wahono Saputro dengan timnya ke kantor saya. Dia bilang staf saya dengan staf dia untuk rapat di satu ruang. Saya minta rapat saja di ruang rapat, lalu dia sampaikan ada pesan dari bos (Haniv). Kata Pak Wahono pencabutan PKP dibatalkan saja," ujar Haniv.

Karena tak kunjung dibatalkan, Haniv lantas datang langsung menemui Johnny dengan marah-marah.

Dalam perkara korupsi ini, Direktur PT Eka Prima Ekspor Indonesia, Ramapanicker Rajamohanan Nair (RRN) didakwa menyuap pejabat DJP DKI Khusus Handang Soekarno sebesar US$ 148.500 atau Rp 1,9 miliar.

Ramapanicker didakwa menjanjikan uang setara Rp 6 miliar kepada Handang untuk memuluskan beberapa masalah pajak perusahaannya. Ramapanicker juga menyatakan uang itu harus dibagi kepada Haniv. Namun, selama ini Haniv membantah suap tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto