Beda Nasib Dengan IHSG, Mayoritas Bursa Asia Menghijau pada Jumat (13/5)



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mayoritas bursa di regional Asia akhirnya menghijau pada perdagangan Jumat (13/5). Hang Seng Index memimpin dengan penguatan 2,68%, disusul Nikkei 225 yang menguat 2,64%, dan Shanghai Composite yang menguat 0,96%.

Beda nasib, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi tipis 0,03% hari ini ke level 6.597,993. Padahal, IHSG sempat rebound ke zona hijau sepanjang perdagangan sesi kedua. Pelemahan ini melengkapi koreksi IHSG yang mencapai 8,73% sepanjang satu pekan perdagangan.

Tim riset Phillip Sekuritas Indonesia mengatakan, naiknya mayoritas bursa Asia terjadi meskipun investor masih bingung mengenai arah inflasi dalam beberapa bulan ke depan serta respon bank sentral Amerika Serikat (AS) yakni Federal Reserve terhadap tekanan inflasi.


Baca Juga: Avrist AM Optimistis Pelemahan IHSG Bulan Mei Hanya Sementara

Ketua Federal Reserve, Jerome Powell yang baru saja mendapat konfirmasi dari Senat (DPD) AS untuk masa bakti kedua telah membantah spekulasi mengenai kenaikan suku bunga acuan yang lebih besar lagi.

Powell menegaskan bahwa Federal Reserve kemungkinan besar menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis points (bps) di dua pertemuan kebijakan mendatang, dan tidak secara aktif mempertimbangkan langkah untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 bps.

Nilai tukar mata uang dolar AS tetap berada di dekat level tertinggi dalam 20 tahun terhadap sejumlah mata uang utama lain di dunia. Ini  ditopang oleh permintaan atas aset berisiko rendah (safe haven) setelah Rusia memprotes rencana Finlandia melamar menjadi anggota NATO dengan Swedia yang juga berpotensi menyusul langkah Finlandia.

Baca Juga: IHSG Terjun 8,73% Sepekan, Net Sell Mencapai Rp 9,11 Triliun

Rusia menyebut, pengumuman Finlandia untuk bergabung dengan NATO adalah aksi permusuhan dan mengancam akan melakukan aksi pembalasan, termasuk langkah-langkah teknis militer.

Anjloknya nilai tukar yen Jepang (JPY) terhadap dolar AS ke level terendah dalam dua dekade telah menjadi sumber kekhawatiran bagi pejabat Pemerintah Jepang, karena terbukti membuat harga bahan bakar minyak (BBM) dan impor bahan mentah membengkak.

Gubernur Bank of Japan Haruhiko Kuroda mengatakan pelemahan nilai tukar mata uang JPY belakangan ini bukan hal yang baik bagi ekonomi Jepang, karena akan berdampak berbeda bagi rumah tangga dan dunia usaha.

Baca Juga: Saham-Saham Mini Melonjak di Tengah Pelemahan Big Caps

Komentar Kuroda ini senada dengan komentar Menteri Keuangan Shunichi Suzuki bahwa pergerakan liar nilai tukar mata uang JPY bukan hal yang diinginkan. Stabilitas nilai tukar adalah sesuatu yang penting bagi ekonomi Jepang.

Sebelumnya, Kuroda berkali-kali mengatakan bahwa pelemahan nilai tukar yen bagus bagi ekonomi Jepang karena menggelembungkan laba yang diperoleh perusahaan Jepang di luar negeri. Pandangan ini bertolak belakang dengan pernyataan Suzuki bahwa kejatuhan nilai tukar yen adalah hal yang buruk bagi ekonomi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati