KONTAN.CO.ID - Kasus Jiwasraya yang merebak saat ini mengundang perhatian semua pihak. Tak terkecuali Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jiwasraya menjadi pertaruhan kredibilitas, khususnya pemerintah. Pasalnya, selain Jiwasraya merupakan perusahaan negara, sejumlah pemegang polisnya ternyata ratusan warga negara asing.Sebelum Jiwasraya, Bumiputera sudah di bawah sorotan media massa sejak 2016 lalu. Bumiputera juga mengalami penundaan pembayaran klaim. Terkait Bumiputera, pemerintah sendiri memilih diam, dan menyerahkan sepenuhnya kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan DPR yang membentuk panitia kerja (panja). Jiwasraya dan Bumiputera, memiliki banyak kesamaan. Sama-sama punya sejarah panjang lebih dari satu abad, dan sebagai perusahaan tua keduanya memiliki persoalan pelik terkait penyesuaian dengan regulasi industri asuransi yang berlaku saat ini. Tapi Jiwasraya dan Bumiputera juga punya perbedaan yang signifikan. Dalam hal nasib dan (mungkin) penyelesaian, Jiwasraya jauh lebih beruntung dibandingkan Bumiputera. Pemerintah sangat abai terhadap Bumiputera, mungkin karena hanya sebuah perusahaan milik rakyat kecil.Bentuk perlawanan rakyat Bumiputera yang lahir pada 12 Februari 1912 adalah respon perlawanan terhadap keberadaan Jiwasraya yang lahir pada 31 Desember 1859. Jiwasraya adalah perusahaan asuransi Belanda dan khusus memproteksi risiko orang-orang Belanda di Indonesia. Seorang aktivis (sekretaris jenderal) pergerakan Boedi Oetomo melihat ketimpangan itu dan merasakan betapa kesejateraan orang-orang pribumi begitu memprihatinkan karena tidak terlindungi asuransi.Berbekal mempelajari laporan keuangan Jiwasraya yang saat itu bernama Nederlndsch Indiesche Lervensverzekering en Liffrente Maatschappij (NILLMIJ), sang aktivis bernama Dwidjosewojo menggagas pendirian Bumiputera. Semula gagasan ini dibawa pada Kongres Boedi Oetomo tahun 2010 di Yogyakarta. Tapi, hal ini gagal terwujud karena kesibukan pergerakan. Dwidjosewojo lalu membawanya ke Kongres Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) di Magelang. Karena itu, di awal kelahirannya Bumiputera bernama Onderlinge Lervensverzekering Maatshappij Persatuan Goeroe-goeroe Hindia Belanda (Olmij PGHP). Berbeda dengan Jiwasraya yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Bumiputera memilih bentuk badan usaha Mutual (Usaha Bersama). Mengapa Mutual? karena orang pribumi tidak memiliki modal uang. Ini adalah usaha berbasis perkumpulan orang, mirip arisan. Bumiputera lahir dengan modal nol rupiah. Biaya operasional pertama berasal dari premi yang dibayar pemegang polis. Di konsep Mutual, pemegang polis sekaligus sebagai pemilik perusahaan. Karena itu, Bumiputera sampai kini milik jutaan rakyat Indonesia yang jadi pemegang polis. Baru 17 Desember 1960, Jiwasraya diambil alih pemerintah Indonesia. Di awal proses nasionalisasi ini tidak lepas dari bantuan profesional Bumiputera yang saat itu sudah lebih mapan dibandingkan Jiwasraya, termasuk merekrut direktur Jiwasraya dari kader Bumiputera.
Beda Nasib Jiwasraya dan Bumiputera
KONTAN.CO.ID - Kasus Jiwasraya yang merebak saat ini mengundang perhatian semua pihak. Tak terkecuali Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jiwasraya menjadi pertaruhan kredibilitas, khususnya pemerintah. Pasalnya, selain Jiwasraya merupakan perusahaan negara, sejumlah pemegang polisnya ternyata ratusan warga negara asing.Sebelum Jiwasraya, Bumiputera sudah di bawah sorotan media massa sejak 2016 lalu. Bumiputera juga mengalami penundaan pembayaran klaim. Terkait Bumiputera, pemerintah sendiri memilih diam, dan menyerahkan sepenuhnya kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan DPR yang membentuk panitia kerja (panja). Jiwasraya dan Bumiputera, memiliki banyak kesamaan. Sama-sama punya sejarah panjang lebih dari satu abad, dan sebagai perusahaan tua keduanya memiliki persoalan pelik terkait penyesuaian dengan regulasi industri asuransi yang berlaku saat ini. Tapi Jiwasraya dan Bumiputera juga punya perbedaan yang signifikan. Dalam hal nasib dan (mungkin) penyelesaian, Jiwasraya jauh lebih beruntung dibandingkan Bumiputera. Pemerintah sangat abai terhadap Bumiputera, mungkin karena hanya sebuah perusahaan milik rakyat kecil.Bentuk perlawanan rakyat Bumiputera yang lahir pada 12 Februari 1912 adalah respon perlawanan terhadap keberadaan Jiwasraya yang lahir pada 31 Desember 1859. Jiwasraya adalah perusahaan asuransi Belanda dan khusus memproteksi risiko orang-orang Belanda di Indonesia. Seorang aktivis (sekretaris jenderal) pergerakan Boedi Oetomo melihat ketimpangan itu dan merasakan betapa kesejateraan orang-orang pribumi begitu memprihatinkan karena tidak terlindungi asuransi.Berbekal mempelajari laporan keuangan Jiwasraya yang saat itu bernama Nederlndsch Indiesche Lervensverzekering en Liffrente Maatschappij (NILLMIJ), sang aktivis bernama Dwidjosewojo menggagas pendirian Bumiputera. Semula gagasan ini dibawa pada Kongres Boedi Oetomo tahun 2010 di Yogyakarta. Tapi, hal ini gagal terwujud karena kesibukan pergerakan. Dwidjosewojo lalu membawanya ke Kongres Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) di Magelang. Karena itu, di awal kelahirannya Bumiputera bernama Onderlinge Lervensverzekering Maatshappij Persatuan Goeroe-goeroe Hindia Belanda (Olmij PGHP). Berbeda dengan Jiwasraya yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Bumiputera memilih bentuk badan usaha Mutual (Usaha Bersama). Mengapa Mutual? karena orang pribumi tidak memiliki modal uang. Ini adalah usaha berbasis perkumpulan orang, mirip arisan. Bumiputera lahir dengan modal nol rupiah. Biaya operasional pertama berasal dari premi yang dibayar pemegang polis. Di konsep Mutual, pemegang polis sekaligus sebagai pemilik perusahaan. Karena itu, Bumiputera sampai kini milik jutaan rakyat Indonesia yang jadi pemegang polis. Baru 17 Desember 1960, Jiwasraya diambil alih pemerintah Indonesia. Di awal proses nasionalisasi ini tidak lepas dari bantuan profesional Bumiputera yang saat itu sudah lebih mapan dibandingkan Jiwasraya, termasuk merekrut direktur Jiwasraya dari kader Bumiputera.