Beda Nasib Saham Teknologi Indonesia dan Nasdaq



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan kondisi saham teknologi Indonesia dan global bagaikan langit dan bumi. Ini tercermin dari pergerakan indeks IDX sektor Teknologi dan Nasdaq.

Sepanjang 2023, indeks IDX sektor Teknologi sudah anjlok 31,35%. Per Selasa (17/10), indeks kumpulan saham teknologi dalam negeri ini parkir di level 708,54.

Sementara Nasdaq sudah melonjak 30,62% secara year to date. Masih dalam periode yang sama, indeks Nasdaq-100 telah melesat 39,69%.


Head of InvestasiKu Cheril Tanuwijaya menjelaskan perusahaan teknologi di Indonesia dan Negeri Paman Sam memiliki kondisi fundamental yang berbeda.

Dia bilang mayoritas perusahaan teknologi di Nasdaq sudah mencetak laba jumbo dalam beberapa periode, sedangkan perusahaan teknologi dalam negeri masih merugi.

"Kalau di Indonesia, perusahaan teknologi masih merugi dan punya utang yang besar pula," kata Cheril saat dihubungi Kontan, Selasa (17/10).

Baca Juga: Kinerja Emiten Farmasi Diproyeksikan Melambat

Ambil contoh, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) yang masih menderita rugi bersih senilai Rp 7,16 triliun per 30 Juni 2023. Raihan ini masih lebih baik dari semester I-2022 di Rp 13,64 triliun.

PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) mencetak rugi bersih sebesar Rp 389,27 miliar hingga tutup semester I-2023. Padahal di semester I-2023, BUKA mencetak laba bersih senilai Rp 8,59 triliun.

Di sisi lain, tidak bisa dipungkiri beban utang yang besar akan menjadi momok. Ketika suku bunga sedang di level puncak beban bunga akan semakin besar.

Cheril mengatakan saat ini ada kekhawatiran di pasar modal dengan semakin sempitnya jarak suku bunga Amerika Serikat (AS) dengan Bank Indonesia (BI).

Untuk gambaran, saat ini suku bunga acuan The Fed berada di level 5,25–5,50%. Sementara BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) berada di posisi 5,75%.

"Sehingga membuat suku bunga dalam negeri perlu dinaikkan. Ini akan semakin memperbesar beban keuangan saham-saham teknologi," jelas Cheril.

 
BUKA Chart by TradingView

Equity Analyst Kanaka Hita Solvera William Wibowo menuturkan situasi ekonomi nasional yang saat ini tidak terlalu kondusif menjadi sentimen negatif bagi emiten teknologi dalam negeri.

Dia menjelaskan secara teknikal walaupun Nasdaq sudah bergerak positif secara sepanjang tahun berjalan ini, tapi beberapa akhir ini Nasdaq sudah mulai mengalami koreksi.

"Secara jangka pendek, saham-saham teknologi kurang menarik untuk dikoleksi sekarang karena belum ada tanda-tanda bullish," tutur William.

Selain suku bunga, emiten teknologi khususnya perusahaan yang bergelut dibidang e-commerce sedang terombang ambing atas eksistensi TikTok Shop.

Memang pemerintah telah melarang TikTok untuk menjalankan bisnis media sosial sekaligus dengan e-commerce. Namun masih ada peluang TikTok untuk mendirikan TikTok Shop secara terpisah.

Niko Margaronis, Research Analyst BRI Danareksa Sekuritas menilai penutupan TikTok Shop seharusnya bisa menjadi katalis positif, tapi ada kemungkinan ecommerce besutan TikTok itu akan kembali.

"TikTok Shop benar-benar memberikan ketidakpastian karena belum tahu akan bekerja sama dengan siapa sehingga banyak e-commerce yang harus bakar uang," kata dia.

Baca Juga: Saham Ambles, Begini Emiten yang Punya Kaitan dengan GOTO

Secara keseluruhan BRI Danareksa Sekuritas masih menyukai sektor teknologi, tetapi saat ini sektor ini masih diselimuti sentimen negatif karena TikTok Shop dan kebijakan pemerintah dalam menekan impor.

Secara urutan, Niko masih menyukai GOTO, BUKA dan BELI. Namun di antara ketika emiten itu, tidak ada yang menjadi top picks alias jagoan dari BRI Danareksa Sekuritas.

Sementara Cheril menyarankan investor untuk wait and see terlebih dulu untuk saham-saham teknologi, sambil menanti keberhasilan para emiten mencapai profitabilitas.

"Bagi trader bisa memanfaatkan teknikal rebound untuk trading jangka pendek. Namun bagi investor maupun investor pemula bisa wait and see," tandasnya.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari