KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pekan ini menjadi periode yang cukup penting dalam melihat arah pergerakan rupiah ke depan. Pasalnya, pelaku pasar saat ini tengah menantikan rapat Federal Open Market Committee (FOMC) yang digelar minggu ini. Rapat ini menjadi perhatian pelaku pasar lantaran ekspektasi adanya kejelasan mengenai sikap The Fed dalam memastikan rencana
tapering yang dilakukan pada akhir tahun ini. Ekonom Bank Mandiri Reny Eka Putri menilai keputusan terbaik untuk pasar adalah ketika The Fed sudah memberikan informasi mengenai
tapering secara jelas. Mulai dari
timeline kapan diberlakukannya
tapering, hingga seperti apa mekanisme teknisnya pelaksanaannya. Hal ini dinilai akan memberi kepastian bagi para pelaku pasar.
“Idealnya, The Fed menerapkan
tapering secara bertahap, saat ini kan stimulusnya senilai US$ 120 miliar, mungkin bisa dikurangi US$ 20 miliar terlebih dahulu, dan seterusnya,” kata Reny kepada Kontan.co.id.
Baca Juga: IHSG sempat tumbang di bawah 6.000 pada awal perdagangan Selasa (21/9) Menurutnya, hal ini akan jauh diterima secara positif oleh pelaku pasar, ketimbang melakukan pengurangan stimulus secara masif. Alhasil, gejolak yang terjadi setelah pengumuman rapat bisa akan jauh lebih diantisipasi dan tidak menimbulkan volatilitas yang besar. Namun dia menyebut, agenda selain
tapering yang patut diperhatikan adalah paparan proyeksi pertumbuhan ekonomi AS. Jika The Fed lebih optimistis, inflasi ternyata terjaga, dan indikator ekonomi lainnya bagus, maka bisa jadi pengetatan kebijakan moneter akan lebih cepat dari perkiraan. Reny juga meyakini, meski
tapering dilakukan The Fed, rupiah tidak akan terkena imbasnya secara besar-besaran. Rupiah dinilai akan mengalami koreksi jika
tapering dilakukan. Tapi koreksinya cenderung sudah diantisipasi. Apalagi, kondisi fundamental Indonesia saat ini juga jauh lebih baik.
Baca Juga: Ini mata uang yang paling diuntungkan jelang pengumuman FOMC Meeting Reny menyebut, saat ini rupiah didukung oleh cadangan devisa yang tinggi, lalu
current account deficit (CAD) yang lebih terkendali,
credit default swap (CDS) saat ini yang terjaga di level rendah, yakni 60-70, serta ekonomi yang jauh lebih stabil jika dibandingkan
tapering 2013 lalu. “Dengan demikian, efeknya terhadap rupiah pun jadi lebih minim,” tegas Reny. Sementara Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf juga melihat sekalipun mengalami pelemahan, koreksi rupiah tidak akan signifikan dan merupakan hal yang wajar. Dengan kondisi data-data ekonomi belakangan yang mulai membaik, serta prospek ekonomi Indonesia yang juga terus membaik, hal ini akan menjadi peredam pelemahan rupiah agar tidak terlalu dalam. Senada, Faisyal melihat jika
tapering sudah jelas, mata uang Garuda ini akan mengalami pelemahan seiring pelaku pasar mencari dolar AS sebagai
safe haven dan meninggalkan aset berisiko. Namun, jika sebaliknya, rupiah jelas akan diuntungkan dengan pelemahan dolar AS.
Baca Juga: BI akan umumkan suku bunga acuan siang ini, simak prediksi sejumlah ekonom Faisyal memperkirakan, jika The Fed belum mengumumkan teknis
tapering, maka rupiah akan berada di kisaran Rp 14.100 per dolar AS-Rp 14.200 per dolar AS. Sementara jika teknis
tapering diumumkan, bukan tidak mungkin rupiah akan melemah ke area Rp 14.500 per dolar AS pada akhir tahun. Sementara proyeksi Alwi, untuk USD/IDR, proyeksinya ada di kisaran Rp 14.180 jika dolar AS mengalami tren pelemahan. Namun, jika dolar AS justru terus menguat, rupiah akan berada di Rp 14.300 pada akhir tahun.
Baca Juga: Tender offer global bond sukses, rupiah stabil di Rp 14.242 pada Selasa (21/9) pagi Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati