JAKARTA. Dalam rangka memenuhi aturan Bank Indonesia (BI) untuk menyalurkan kredit UMKM minimum 20% dari total kredit pada 2018, bank-bank mulai menggeber kredit segmen tersebut. Pemberlakuan aturan ini dilakukan bertahap, mulai dari minimal 5% pada tahun 2015, 10% pada 2016, 15% pada 2017 dan 20% pada 2018. Jahja Setiaatmadja Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA) mengatakan, dalam rangka memenuhi aturan tersebut, pihaknya akan memanfaatkan program Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai). Jahja bilang, Laku Pandai merupakan cikal bakal BCA terjun ke segmen mikro. Sebab, program Laku Pandai dimulai dengan adanya tabungan, dan selanjutnya sebesar 70% dari dana masyarakat yang dikumpulkan itu, bisa digunakan untuk pembiayaan mikro. Jahja menjelaskan, penyaluran pembiayaan mikro yang paling aman adalah dengan terlebih dahulu melakukan pengumpulan dana pihak ketiga. Sebab, tidak mudah bagi bank untuk menyalurkan pembiayaan segmen mikro sebelum ada funding dari masyarakat. "Menurut saya, konsep pembiayaan mikro belum teruji karena belum memasuki ekonomic cycle dengan kondisi susah. Saat perbankan masuk ke mikro adalah pada saat booming. Semuanya kalau sedang booming akan baik. Baru teruji saat memasuki masa sulit," kata Jahja. Selain itu, alasan BCA berhati-hati dalam menyalurkan kredit mikro adalah lantaran ongkos untuk collecting lending mikro terasa mahal. Sebab, banyak masyarakat yang belum mengerti manfaat dan kegunaan dari kredit dan tak sedikit yang mengiranya sebagai pemberian cuma-cuma dari bank. Maka, kata Jahja, melalui Laku Pandai, BCA sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat. Dengan Laku Pandai ini, BCA tidak hanya jualan produk perbankan tapi sekaligus melakukan financial literacy. "Kalau tidak dijelaskan fungsi bank itu apa, maka masyarakat bisa mengartikan pemberian kredit sebagai pemberian cuma-cuma tanpa perlu dikembalikan lagi kepada bank. Ini yang harus diluruskan. kami pairing antara perbankan dengan financial literacy. Ini penting," ucap Jahja. Jahja bilang, edukasi yang dilakukan BCA melalui program Laku Pandai diharapkan akan mampu memberikan kesadaran menabung bagi masyarakat. Selanjutnya, jika dana yang terkumpul sudah lumayan banyak dan rekam jejak masyarakat yang menabung baik, bank yang terafiliasi dengan Grup Djarum ini akan menyalurkan kredit segmen mikro. Selain itu, BCA melalui anak usahanya yaitu BCA Syariah juga mulai menyalurkan kredit segmen mikro. Jahja bilang, kredit mikro yang disalurkan melalui salah satu anak usahanya itu merupakan pilot project bagi perseroan. "Menyalurkan kredit segmen mikro tidak mudah dan memang terasa berat," ujar Jahja. Jahja mengakui, aturan penyaluran kredit segmen UMKM pada 2018, cukup berat. Namun secara perlahan, penyaluran kredit segmen mikro di BCA terus meningkat. Saat ini, kata Jahja, penyaluran kredit segmen UMKM sudah di atas 5% dan mendekati 9%. Cara lain yang bisa dilakukan BCA untuk memenuhi aturan regulator itu, adalah dengan sistem membeli portofolio dari bank lain. Menurut Jahja, hal itu bisa dilakukan salah satunya dengan membeli portofolio kredit segmen mikro di Bank Rakyat Indonesia (BRI). Tak dapat dipungkiri, BRI merupakan salah satu bank yang mampu menyalurkan kredit segmen mikro dengan baik sebab ditunjang oleh dana pihak ketiga di daerah yang terbilang aman, seperti gaji pegawai negeri sipil (PNS). "Dengan membeli portofolio kredit segmen mikro bank lain, bisa menetralisir kewajiban aturan kredit UMKM dan juga melalui kredit ekspor," jelas Jahja. Dalam kesempatan yang berbeda, Presiden Direktur OCBC NISP, Parwati Surjaudaja mengungkapkan, pihaknya sudah beberapa tahun terakhir tidak lagi menyalurkan kredit mikro. Hal ini lantaran perseroan sangat butuh fokus untuk bisa menggarap secara efektif dan sustainable. "Kami fokus di UKM-nya saja," kata Parwati. Menurut Parwati, aturan penyaluran kredit UMKM sebesar 20% dari total kredit yang disalurkan oleh perbankan, memungkinkan dipenuhi oleh kredit mikro, kredit kecil dan kredit menengah. "Jadi kami telah dan akan fokus memenuhi aturan dengan fokus penyaluran ke kredit segmen kecil dan menengah, tapi tidak dengan kredit mikro," ucap Parwati. Ia menambahkan, perseroan pun belum memiliki rencana untuk membeli portofolio kredit segmen mikro dari bank lain maupun meningkatkan penyalurak kredit ekspor. Menurutnya, aturan penyaluran kredit UMKM sebesar 20% pada 2018 nanti, bisa dipehuhi perseroan dari penyaluran kredit segmen kecil dan menengah. Sampai dengan Mei ini, kata Parwati, perseroan telah mencatatkan pertumbuhan penyaluran kredit segmen UKM. Perseroan pun menargetkan pertumbuhan kredit UKM sebesar 12% sepanjang tahun 2015. Bank dengan kode emiten NISP ini juga telah menyalurkan porsi kredit lebih dari 12% terhadap keseluruhan kredit yang disalurkan perseroan. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Begini cara bank tingkatkan kredit mikro
JAKARTA. Dalam rangka memenuhi aturan Bank Indonesia (BI) untuk menyalurkan kredit UMKM minimum 20% dari total kredit pada 2018, bank-bank mulai menggeber kredit segmen tersebut. Pemberlakuan aturan ini dilakukan bertahap, mulai dari minimal 5% pada tahun 2015, 10% pada 2016, 15% pada 2017 dan 20% pada 2018. Jahja Setiaatmadja Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA) mengatakan, dalam rangka memenuhi aturan tersebut, pihaknya akan memanfaatkan program Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai). Jahja bilang, Laku Pandai merupakan cikal bakal BCA terjun ke segmen mikro. Sebab, program Laku Pandai dimulai dengan adanya tabungan, dan selanjutnya sebesar 70% dari dana masyarakat yang dikumpulkan itu, bisa digunakan untuk pembiayaan mikro. Jahja menjelaskan, penyaluran pembiayaan mikro yang paling aman adalah dengan terlebih dahulu melakukan pengumpulan dana pihak ketiga. Sebab, tidak mudah bagi bank untuk menyalurkan pembiayaan segmen mikro sebelum ada funding dari masyarakat. "Menurut saya, konsep pembiayaan mikro belum teruji karena belum memasuki ekonomic cycle dengan kondisi susah. Saat perbankan masuk ke mikro adalah pada saat booming. Semuanya kalau sedang booming akan baik. Baru teruji saat memasuki masa sulit," kata Jahja. Selain itu, alasan BCA berhati-hati dalam menyalurkan kredit mikro adalah lantaran ongkos untuk collecting lending mikro terasa mahal. Sebab, banyak masyarakat yang belum mengerti manfaat dan kegunaan dari kredit dan tak sedikit yang mengiranya sebagai pemberian cuma-cuma dari bank. Maka, kata Jahja, melalui Laku Pandai, BCA sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat. Dengan Laku Pandai ini, BCA tidak hanya jualan produk perbankan tapi sekaligus melakukan financial literacy. "Kalau tidak dijelaskan fungsi bank itu apa, maka masyarakat bisa mengartikan pemberian kredit sebagai pemberian cuma-cuma tanpa perlu dikembalikan lagi kepada bank. Ini yang harus diluruskan. kami pairing antara perbankan dengan financial literacy. Ini penting," ucap Jahja. Jahja bilang, edukasi yang dilakukan BCA melalui program Laku Pandai diharapkan akan mampu memberikan kesadaran menabung bagi masyarakat. Selanjutnya, jika dana yang terkumpul sudah lumayan banyak dan rekam jejak masyarakat yang menabung baik, bank yang terafiliasi dengan Grup Djarum ini akan menyalurkan kredit segmen mikro. Selain itu, BCA melalui anak usahanya yaitu BCA Syariah juga mulai menyalurkan kredit segmen mikro. Jahja bilang, kredit mikro yang disalurkan melalui salah satu anak usahanya itu merupakan pilot project bagi perseroan. "Menyalurkan kredit segmen mikro tidak mudah dan memang terasa berat," ujar Jahja. Jahja mengakui, aturan penyaluran kredit segmen UMKM pada 2018, cukup berat. Namun secara perlahan, penyaluran kredit segmen mikro di BCA terus meningkat. Saat ini, kata Jahja, penyaluran kredit segmen UMKM sudah di atas 5% dan mendekati 9%. Cara lain yang bisa dilakukan BCA untuk memenuhi aturan regulator itu, adalah dengan sistem membeli portofolio dari bank lain. Menurut Jahja, hal itu bisa dilakukan salah satunya dengan membeli portofolio kredit segmen mikro di Bank Rakyat Indonesia (BRI). Tak dapat dipungkiri, BRI merupakan salah satu bank yang mampu menyalurkan kredit segmen mikro dengan baik sebab ditunjang oleh dana pihak ketiga di daerah yang terbilang aman, seperti gaji pegawai negeri sipil (PNS). "Dengan membeli portofolio kredit segmen mikro bank lain, bisa menetralisir kewajiban aturan kredit UMKM dan juga melalui kredit ekspor," jelas Jahja. Dalam kesempatan yang berbeda, Presiden Direktur OCBC NISP, Parwati Surjaudaja mengungkapkan, pihaknya sudah beberapa tahun terakhir tidak lagi menyalurkan kredit mikro. Hal ini lantaran perseroan sangat butuh fokus untuk bisa menggarap secara efektif dan sustainable. "Kami fokus di UKM-nya saja," kata Parwati. Menurut Parwati, aturan penyaluran kredit UMKM sebesar 20% dari total kredit yang disalurkan oleh perbankan, memungkinkan dipenuhi oleh kredit mikro, kredit kecil dan kredit menengah. "Jadi kami telah dan akan fokus memenuhi aturan dengan fokus penyaluran ke kredit segmen kecil dan menengah, tapi tidak dengan kredit mikro," ucap Parwati. Ia menambahkan, perseroan pun belum memiliki rencana untuk membeli portofolio kredit segmen mikro dari bank lain maupun meningkatkan penyalurak kredit ekspor. Menurutnya, aturan penyaluran kredit UMKM sebesar 20% pada 2018 nanti, bisa dipehuhi perseroan dari penyaluran kredit segmen kecil dan menengah. Sampai dengan Mei ini, kata Parwati, perseroan telah mencatatkan pertumbuhan penyaluran kredit segmen UKM. Perseroan pun menargetkan pertumbuhan kredit UKM sebesar 12% sepanjang tahun 2015. Bank dengan kode emiten NISP ini juga telah menyalurkan porsi kredit lebih dari 12% terhadap keseluruhan kredit yang disalurkan perseroan. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News