Begini cara BUMI bertahan hidup dari jeratan utang



JAKARTA. PT Bumi Resources Tbk (BUMI) berupaya mempertahankan margin keuntungan ditengah harga batubara yang belum juga stabil. Salah satu cara yang dinilai ampuh adalah memangkas sejumlah biaya. 

Direktur dan Sekretaris Perusahaan BUMI Dileep Srivastava mengakui saat ini harga batubara kian merosot. Sebagai gambaran, harga jual rata-rata batubara BUMI di semester I-2014 sebesar US$ 52,7 per ton. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, harganya turun hingga lebih dari 23%, yaitu dari US$ 68,8 per ton.

Adapun, harga jual rata-rata BUMI di tiga bulan ke dua 2014 ada di level US$ 50,4 per ton. "Untuk mempertahankan margin di level yang sama, kami harus mengurangi biaya hingga 40% untuk setiap 23% penurunan harga batubara," ujar Dileep, Senin (9/10).


Oleh karena itu, manajemen BUMI berupaya memangkas biaya, terutama beban bunga utang. Maklum, perusahaan batubara milik Grup Bakrie ini memiliki utang segunung dengan beban bunga yang kerap menggerogoti profit perseroan.

Fokus perseroan saat ini, kata Dileep, adalah mengurangi beban bunga yang mencapai US$ 600 juta. Jumlah ini termasuk beban bunga utang kepada China Investment Corporation (CIC). Manajemen Bumi Resources ingin mengurangi beban bunga itu menjadi US$ 200 juta.

Caranya, perseroan akan segera menyelesaikan utang kepada CIC senilai hampir US$ 1,4 miliar dengan menukar utang dengan saham (debt-to-equity swap). Mulai dicatatkannya saham baru BUMI, maka pengambilalihan saham BUMI oleh CIC pun terlaksana. Nilai transaksi setara dengan US$ 150 juta.

Ini merupakan langkah lanjutan setelah pada Juli 2014, perseroan sudah merampungkan penyelesaikan transaksi penjualan saham PT Kaltim Prima Coal (KPC) senilai US$ 950 juta. BUMI tinggal menyerahkan 42% saham PT Bumi Resource Minerals Tbk (BRMS) dengan nilai transaksi yang disepakati sebesar US$ 257,4 juta. 

Selain itu, adanya perpanjangan tenor dan penurunan bunga atas obligasi yang jatuh tempo turut meringankan kantong BUMI. Obligasi US$ 375 juta yang diterbitkan Enercoal Resources Pte Ltd ini baru akan jatuh tempo pada 7 April 2018 dengan beban bunga baru sebesar 6%. Semula, surat utang ini jatuh tempo pada 5 Agustus 2014 dan memiilki bunga 9,25%. 

Nah, saat ini, perseroan berusaha untuk mendapat keringanan dari para kreditur seperti  Axis Bank LImited, Credit Suisse, Deutsche Bank, UBS AG, dan China Development Bank (CDB). Total nilai utang yang harus ditanggung mencapai US$ 275 juta. 

Seperti diketahui, awalnya manajemen BUMI berharap utang ini bisa terbayar dengan dana hasil rights issue. Namun, harapan musnah ketika investor tidak menyerap saham baru yang diterbitkan perseroan. Para kreditur itu menolak untuk menerima pembayaran berupa saham.

Perseroan pun tengah bernegosiasi untuk bisa mendapat keringanan, salah satunya dengan menrunkan beban bunga dan memperpanjang masa jatuh tempo. Selain mengempiskan beban utang, perseroan juga ngotot bisa menjual batubara hingga 80 juta ton. 

Namun, kemampuan produksi BUMI tahun ini, kata Dileep, mencapai 90 juta ton. Tahun depan, BUMI berharap bisa memproduksi 100 juta ton.  "Produksi dan pasar (jual batubara) tidak masalah, masalah kami adalah utang dan beban bunga yang tinggi," tuturnya.

Hingga semester I-2014, BUMI mampu mencetak laba bersih sebesar US$ 168,01 juta. Adapun, pendapatan BUMI ada di angka US$ 1,58 miliar. Dengan demikian, margin laba bersih perseroan sekitar 10,61%. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa