KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Laporan defisit neraca perdagangan yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini (17/9) direspon negatif oleh pelaku pasar. Jelas saja, karena angka defisit yang dirilis BPS jauh dari ekspektasi pasar. Berdasarkan laporan BPS, defisit neraca perdagangan Agustus mencapai US$ 1,02 miliar, sedangkan pasar sebelumnya memperkirakan defisit akan berada di bawah US$ 1 miliar. Meskipun begitu, caaian Agustus masih lebih rendah dibandingkan defisit perdagangan Juli 2018 yang mencapai US$ 2,03 miliar. Berdasarkan RTI, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Senin (17/9) terpaksa ditutup di level 5.824 atau anjlok 1,80%. Investor asing pun marak melakukan aksi net sell di seluruh market hingga Rp 394,90 miliar.
Kepala Riset MNC Sekuritas Edwin Sebayang mengatakan, agresifnya respon pelaku pasar ada kaitannya dengan defisit negara lainnya. Menurutnya, pelaku pasar sudah menghitung jika defisit neraca perdagangan masih mengalami defisit besar, maka akan berdampak pada defisit transaksi berjalan (CAD). "Kalau CAD kena, target produk domestik bruto (PDB) juga akan jatuh. Jadi market sudah perkirakan ke arah sana dan menyebabkan indeks jatuh hingga 1,8% hari ini," kata Edwin kepada Kontan, Senin (17/9). Ditambah lagi, Edwin mengatakan imbal hasil obligasi AS untuk tenor 10 tahun, saat ini sudah mendekati 3%. Sehingga, semakin jelas bahwa Bank Sentral AS (The Fed) akan menaikkan suku bunga acuannya. Saat kondisi seperti ini, MNC Sekuritas menilai investor masih memiliki peluang mendapat cuan di emiten yang memiliki bisnis orientasi ekspor. Syaratnya, kegiatan ekspor bisnis emiten tersebut tidak berkaitan langsung dengan sektor migas. "Kalau kita lihat di laporan BPS, ekspor jatuh lantaran impor yang tinggi, di mana komponen terbesar adalah impor migas, makannya rupiah juga mengalami pelemahan. Untuk investor, perlu mencari saham saham yang denominasinya dalam dolar, tapi tidak terlibat aktifitas ekspor dan impor migas tersebut," jelasnya. Beberapa saham yang menjadi rekomendasi MNC Sekuritas adalah PT Mark Dynamics Indonesia Tbk (MARK) yang 97% bisnisnya berbasis ekspor. Namun, secara keseluruhan emiten itu tidak terkait dengan sektor migas. "Ekspor mereka lebih ke alat alat kesehatan, sehingga mereka bisa mendapatkan manfaat lebih banyak dari pelemahan rupiah saat ini," ungkapnya. Selain itu, ada juga saham PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP), PT Mayora Indah Tbk (MYOR), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dan PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD) yang dinilai tidak terlalu terpengaruh dampak defisit neraca perdagangan.
Begitu juga untuk saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Timah Tbk (TINS) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang sudah murah dan layak untuk dibeli. "Saham saham tambang lainnya seperti ITMG, ADRO, INDY dan PTBA juga menarik dikoleksi, mengingat aktifitas ekspor mereka cukup tinggi dan utang perusahaan juga masih kecil," papar Edwin. Adapun sektor saham yang dianggap perlu dihindari sementara saat ini adalah saham sektor semen, CPO dan properti. Menurut Edwin, sektor tersebut sangat sensitif terhadap pergerakan nilaitukar rupiah. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .