Begini dampak Omnibus Law terhadap kemudahan berbisnis di Indonesia



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2020-2021 pada Senin (5/10)

Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Yoliot mengatakan, dengan disahkannya beleid sapu jagad investasi itu, peringkat kemudahan berbisnis atawa ease of doing busniness (EoDB) 2021 akan melejit ke posisi 60 dari sebelumnya di 73.

Yoliut menyebut, secara penilaian, ada tiga aspek penilaian EoDB yang dapat tersokong pasal-pasal UU Cipta Kerja yakni kemudahan memulai berusaha, perizinan pembangunan gedung, dan pengadaan tanah. 


Baca Juga: UU Cipta Kerja disahkan, 2 juta buruh tetap lakukan mogok nasional mulai hari ini

“Ketiga indikator ini penilaian Indonesia ada di atas level 100, dengan UU Cipta Kerja pastinya akan menurunkan peringkat secara signifika. Ya kami harapkan secara umum peringkat EoDB untuk 2021 di posisi 60, dan EoDB untuk 2022 yang dilaporkan tahun depan bisa di posisi 50-an,” kata dia kepada Kontan.co.id, Senin (5/10).

Yuliot menambahkan, UU Cipta Kerja juga akan menambah minat investor karena telah penyederhanaan perizinan. Sehingga birokrasi di level pemerintah daerah (pemda) tidak lagi menjadi penghalang investor. 

Dus, kebijakan tersebut menambah kemudahan perizinan setelah sebelumnya dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2019 izin di tingkat Kementerian/Lembaga (K/L) berada di bawah BKPM. 

“Artinya pasti akan ada efisiensi biaya yang dikeluarkan oleh investor, karena ini juga penting dalam EoDB, dengan dihilangkan atau digabung (perizinan) akan efisiensi daya saing,” lanjut dia. 

Sebelumnya, Kepala BKPB Bahlil Lahadalia mematok target bila RUU Cipta Kerja disahkan di tahun ini, dampaknya investasi di tahun depan bisa tumbuh 2%-3% dari realisasi investasi tahun lalu yang mana belum terdampak pandemi virus corona (Covid-19). 

Dengan realisasi investasi 2019 sebesar Rp 809,6 triliun maka, BKPM berharap, tahun depan pencapaian investasi berkisar Rp 825,7 triliun hingga Rp 833,8 triliun. 

“Dampak persebarannya baru saya hitung. Sebenarnya hitungan kami bisa di atas 2%-3% dari realisasi saat situasi yang normal. Namun kita sedang mendetail kan lagi penyusunannya,” kata Bahlil dalam Konferensi Pers RUU Cipta Kerja, beberapa waktu lalu.

Dia menambahkan, melalui UU Cipta Kerja, industri manufaktur Indonesia akan ikut terdongkrak. Karenanya, realisasi sektor padat karya tersebut saat ini banyak terhambat dari sisi perizinan di tingkat daerah. Hal ini diharapkan dapat menciptakan tenaga kerja hingga 16.000 orang. 

Baca Juga: Buruh mogok kerja nasional, ini permintaan Menperin ke pelaku industri

BKPM menjamin, ke depan investasi Indonesia tidak didominasi oleh sektor jasa seperti pergudangan dan pelabuhan. Sebab berdasarkan data BKPM, realisasi investasi sektor jasa sepanjang semester I-2020 sebesar Rp 220,9 triliun. Angka tersebut setara dengan 54,9% dari total investasi langsung di periode Januari-Juni 2020 sebesar Rp 402,6 triliun. 

Pencapaian tersebut sudah menjadi tren sektor tersier sejak 2017 hingga 2019, secara berurutan masing-masing memberikan sumbangsih sebesar 42,3%, 50,8%, dan 57,4% terhadap total realisasi investasi di kala itu. Setali tiga uang, realisasi tersebut mengalahkan sektor padat karya baik primer maupun sekunder.

”Saya ingin mengatakan justru RUU Omnibus Law Cipta Keja, ini menuju transformasi UU yang mendorong hilirisasi dan menciptakan nilai tambah serta penyerapan tenaga kerja. Kita ingin tidak boleh lagi mengirim barang-barang mentah dengan demikian ada pergeseran,” pungkas Bahlil.

Selanjutnya: Omnibus Law Ciptaker disahkan, pemerintah segera bentuk sovereign wealth fund

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari