Begini Dampak Pelemahan Rupiah ke APBN



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat (AS) akan berdampak pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Namun, tak melulu berdampak negatif, dari sisi penerimaan misalnya ada yang mampu meningkat.

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan melemahnya nilai tukar rupiah akan berdampak terhadap penerimaan pajak dan non pajak. Meski begitu, ada pula yang penerimaan yang meningkat.

“Kalau nilai tukar melemah berarti kan bea masuk katakan nilai barang yang masuk ke kita semakin mahal sehingga bea masuk tambah besar,” ujarnya kepada KONTAN, Rabu (6/3)


Tauhid mencontohkan, apabila nilai tukar rupiah terhadap dolar melemah maka besaran bea masuk produk impor harganya akan semakin besar tergantung per satuan produknya.

“Sebaliknya, biaya ekspor barang kita dihargai lebih murah, itu berarti biaya keluarnya semakin sedikit tentu saja tergantung barang atau produknya,” terangnya.

Baca Juga: Total Utang Luar Negeri Indonesia Diproyeksikan Naik 3,4% pada 2024

Tauhid menuturkan, keduanya memiliki implikasi bila nilai ekspor semakin murah maka daya saing semakin baik, kuantitasnya pun semakin meningkat. Dengan begitu bea keluar juga akan semakin meningkat.

Dari sisi penerimaan pajak sektor migas, kata Tauhid, bila nilai tukar rupiah melemah penerimaan negara juga semakin tinggi sebab ekspor barang dalam bentuk dolar akan semakin tinggi.

“Kalau dampak ke belanja negara, jelas (turun), karena kita jumlah impornya lebih banyak katakan produk subsidi, biodiesel solar dan sebagainya, maka tentu saja akan mengurangi (rupiah),” kata dia.

Tauhid tak memungkiri, jika rupiah semakin melemah akan berdampak pada defisit APBN yang membengkak.

“Misalnya adalah bentuk mata uang pinjaman yang bilateral atau multilateral itu sekitar 10-15% bentuknya pinjaman luar negeri, kalau rupiah melemah berarti (pinjaman) akan makin besar defisitnya,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Tauhid bilang, sebisa mungkin nilai tukar rupiah harus stabil sesuai dengan asumsi pemerintah, sehingga perhitungan APBN dapat dikalkulasikan.

“Yang bahaya tentu saja ternyata berbarengan melemahnya nilai tukar, harga minyak dunia semakin tinggi. Nah pemerintah harus menambah subsidi BBM agar harga misalnya Pertalite, Solar tidak naik,” tandasnya.

Sementara itu, Ekonom Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI, Teuku Riefky menyampaikan bila pelemahan rupiah terus berlanjut tentunya akan berdampak kepada APBN.

“Karena, satu kita kan masih impor migas ya, tentu impornya akan semakin mahal. Jadi belanja pun untuk subsidi dan lainnya juga akan nunggak, tapi besarannya berapa ini tergantung dengan berapa lama pelemahan tersebut,” katanya kepada KONTAN.

Baca Juga: Sulit Pulih dari Pandemi, 52% Negara Berkembang Tak Memiliki Akses Modal

Riefky menyebutkan, yang perlu diwaspadai yakni pelemahan dari sisi fiskal yang kemungkinan terjadi peningkatan pada belanja negara.

“Kalau terkait keseluruhan memang ini akan mempengaruhi impor kita. Ini berpotensi meningkatkan inflasi dalam negeri,” sebut dia.

Riefky menambahkan, upaya dalam mengentaskan lemahnya rupiah tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi Bank Indonesia (BI) juga perlu melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat