Begini Efek Kenaikan Harga BBM Terhadap Pebisnis Hotel dan Travel



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku bisnis perhotelan dan travel agent yang berkaitan dengan sektor industri pariwisata kembali menghadapi tantangan. Kali ini, dua sektor bisnis itu turut merasakan dampak kenaikan harga BBM subsidi dan nonsubsidi.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan, kenaikan harga BBM berdampak pada penyesuaian tarif angkutan umum. Sebelumnya, tarif penerbangan pesawat juga telah mengalami kenaikan seiring lonjakan harga Avtur.

Hal ini membuat para wisatawan khawatir karena biaya perjalanan dan akomodasi wisata mereka menjadi lebih mahal. Apabila daya beli wisatawan tertekan, minat mereka untuk berwisata dan menginap di hotel pun dapat berkurang.


Baca Juga: PHRI Berharap Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Bisa Ditunda

Di sisi pengelola hotel, mahalnya harga BBM akan terasa manakala harga-harga barang ikut mengalami kenaikan.  “Akibatnya, beban operasional hotel bakal semakin bertambah,” imbuh dia, Senin (5/9).

Ia bilang, hotel memiliki banyak kebutuhan barang untuk fasilitas kamarnya, seperti pasta gigi, sabun, handuk, seprai, dan lain sebagainya. Ditambah lagi, pihak hotel juga punya kebutuhan bahan makanan dan minuman untuk fasilitas restorannya.

Pengelola hotel pun tidak bisa serta-merta melakukan penyesuaian tarif sewa kamar. Sebab, tarif tersebut harus disesuaikan dengan kondisi okupansi kamar hotel yang bersangkutan.  Apabila, okupansi kamar hotel sedang di level yang rendah, maka biasanya pihak hotel akan memberikan banyak promo atau bahkan menurunkan tarif sewa kamar. Hal yang sebaliknya berlaku jika okupansi sedang meningkat.

PHRI mencatat bahwa rata-rata okupansi kamar hotel secara nasional di pertengahan tahun 2022 masih berada di level 43%. Memang, sebenarnya tren okupansi kamar hotel mengalami kenaikan, tetapi belum bisa menyamai tren sebelum pandemi. Asal tahu saja, rata-rata okupansi kamar hotel nasional di tahun 2019 berada di kisaran 50%.

“Artinya suplai kamar masih lebih tinggi dibandingkan permintaan pelanggan yang ada,” kata Maulana.

Hal ini cukup menyulitkan pengelola hotel yang berupaya memberikan kemudahan sewa kamar kepada pelanggan, tetapi di sisi lain beban operasionalnya justru semakin meningkat. Dari situ, pendapatan pengelola hotel belum ada peningkatan berarti. 

“Pengelola hotel tidak bisa naikkan harga sewa kalau tamunya belum banyak,” ujar dia.

Baca Juga: PHRI: Pengelola Hotel Sudah Mulai Mengantisipasi Penyebaran Cacar Monyet

Lantas, efisiensi di segala lini menjadi cara paling realistis bagi pengelola hotel untuk mempertahankan bisnisnya di sepanjang tahun ini, bahkan selama masa pandemi Covid-19 berlangsung. Efisiensi ini tentu memiliki dampak tertentu, salah satunya serapan tenaga kerja perhotelan yang belum maksimal.

Sementara itu, Pauline Suharno, Ketua DPP Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) mengatakan, kenaikan harga BBM dipastikan akan berdampak pada harga paket wisata yang menjadi lebih mahal. Sayangnya, ia tidak menyebut besaran kenaikan harga paket wisata tersebut.

Di sisi lain, tantangan bagi pelaku bisnis travel agent tidak hanya itu. Edukasi kepada masyarakat agar membeli tiket paket wisata melalui travel agent resmi dan terpercaya masih harus dilakukan secara gencar.

Pasalnya, masih banyak masyarakat yang terpengaruh oleh oknum-oknum yang menawarkan paket wisata melalui konten-konten ciamik di media sosial, namun ternyata mereka bukan berasal dari perusahaan agent travel resmi atau legal.

“Makanya sering terjadi wisatawan yang tidak mendapat layanan wisata sesuai dengan apa yang ditawarkan,” pungkas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi