Begini Efek Penguatan Rupiah Bagi Industri Manufaktur



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kurs rupiah berbalik menguat terhadap dollar Amerika Serikat (AS) baru-baru ini. Di atas kertas, penguatan nilai tukar ini menjadi angin segar di tengah berbagai tekanan yang dihadapi para pelaku industri manufaktur nasional.

Mengutip Bloomberg, kurs rupiah bertengger di level Rp 15.436 per dolar AS pada Selasa (20/8) atau menguat 0,74% dibandingkan hari sebelumnya. Laju penguatan ini berlangsung cukup cepat, mengingat bulan Juli lalu rupiah masih terjerembab di level Rp 16.000 per dolar AS.

Ketua Umum BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Subandi menyampaikan, para pelaku usaha mengapresiasi penguatan rupiah belakangan ini. Namun, perlu diingat bahwa melejitnya rupiah saat ini hanya memberi manfaat untuk transaksi impor yang belum dilakukan. 


Baca Juga: Rupiah Terus Menanjak, Ini Besaran Kurs Rupiah yang Ideal Bagi Emiten

"Untuk transaksi yang sudah dilakukan sebelumnya atau ketika rupiah masih terdepresiasi, maka tidak otomatis dapat menurunkan harga produk di pasar," ujar dia, Selasa (20/8).

Lagi pula, pelaku industri manufaktur tidak bisa mengimpor bahan baku atau bahan penolong secara dadakan ketika rupiah terapresiasi. Sebab, proses penerbitan izin impor seringkali berlangsung lama, apalagi jika produk yang diimpor dikenakan larangan terbatas (lartas). Bukan tidak mungkin, ketika izin impor diperoleh, rupiah justru kembali tersungkur. 

Oleh karena itu, pada dasarnya pengusaha membutuhkan kepastian penguatan nilai tukar rupiah yang stabil dan dalam jangka panjang. Jika rupiah terlalu sering bergerak volatil, hal ini justru menyulitkan pelaku usaha dalam mengatur strategi bisnisnya lantaran tidak adanya kepastian harga.

"Kami berharap penguatan rupiah bisa terus berlangsung hingga ke level Rp 14.500 per dolar AS," tutur Subandi. 

Kendati kegiatan importasi bukan hal yang sederhana, produsen elektronik tetap menyambut baik penguatan rupiah akhir-akhir ini. Pasalnya, sekitar 70% bahan baku dan komponen produk elektronik masih diimpor dari negara lain. 

Baca Juga: Topang Perekonomian, Perbankan Genjot Penyaluran Kredit Ke Industri Pengolahan

"Penguatan kurs jelas berdampak pada penurunan biaya produksi," kata Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Elektronik (Gabel) Daniel Suhardiman, Selasa (20/8).

Di sisi lain, Gabel menyebut penguatan rupiah tidak lantas berdampak pada harga jual produk elektronik di pasar. Terlebih lagi, beberapa produsen elektronik tidak merevisi harga jual produk ketika rupiah berada dalam tren koreksi.

Lebih lanjut, Gabel menilai tidak ada acuan yang ideal terkait kurs rupiah. Produsen elektronik lebih menginginkan adanya kestabilan pergerakan rupiah pada masa mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi