Begini jurus lembaga keuangan menangkal fraud melalui data Dukcapil



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masalah fraud masih membayangi industri keuangan. Jika tidak ditangani serius, akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Sejak beberapa tahun belakangan ini, pelaku usaha menekan fraud melalui kerja sama dengan Direktorat Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Melalui kerja sama ini, mereka bisa memverifikasi data calon nasabah dari Dukcapil sebelum menyalurkan kredit. Biasanya, data Dukcapil memberikan akses untuk memanfaatkan nomor induk kependudukan (NIK), data kependudukan dan KTP elektronik (KTP el).

Baca Juga: Permudah akses data kependudukan, 14 lembaga keuangan gandeng Dukcapil


Sejak menggunakan Dukcapil dua tahun lalu, PT Batavia Prosperindo Finance Tbk (BPFI) telah merasakan penurunan rasio pembiayaan bermasalah (NPF). Direktur BPFI Markus Dinarto Pranoto mengaku rasio NPF perusahaan sepanjang 2017 masih di kisaran 1%-2%.

“Sekarang NPF turun banyak, angka yang turun lumayan setelah pakai Dukcapil. Hal ini sangat bermanfaat dan baik bagi perusahaan,” kata Markus di Jakarta, Jumat (27/9).

Sebelum menggunakan Dukcapil, perseroan biasanya hanya mengecek ke lapangan untuk memverifikasi dari kebenaran nama dan alamat peminjam. Sekarang menggunakan dobel cek, baik survei lapangan maupun menggunakan data Dukcapil.

“Jumlah fraud di kami tidak terlalu besar karena perusahaan sudah menggunakan metode kerja yang sangat rapi untuk mengecek data peminjam,” tambahnya.

Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh mengaku, menemukan indikasi fraud dari penggandaan nama peminjam. Misalnya, mereka menggunakan KTP orang lain lalu mengganti dengan fotonya sendiri demi memanipulasi data peminjaman kredit.

Baca Juga: Siap dimintai keterangan Bareskrim, kreditur Duniatex bilang pemberian kredit prudent

“Modusnya merubah foto KTP supaya bisa mendapatkan kredit atau menyewa mobil. Dari KTP itu, alamatnya juga berubah dari yang sebenarnya mengontrak seakan punya rumah sendiri,” ungkap Zudan.

Menurutnya, para penipu tersebut memanfaatkan data orang yang tersebar di sosial media, baik itu KTP, nomor telepon, nomor kartu kredit dan lainnya. Bayangkan saja, gambar nomor kartu kredit yang tersebar di situs pencari Google mencapai 40 juta gambar.

“Jadi data tersebut tersebar dimana-mana, dan bocor kemudian dipakai oleh orang lain. Kadang KTP kalian tertinggal di hotel, tertinggal di gedung atau tempat fitness kemudian disalahgunakan,” tambahnya.

Untuk itu, untuk menyeleksi calon nasabah tidak cukup hanya menggunakan satu indikator, minimal dua indikator. Ambil contoh, calon nasabah harus melaporkan NIK dengan nomor kartu kredit, bisa juga NIK dengan nomor telepon genggang atau Kartu Keluarga (KK).

Baca Juga: Diinvestigasi Bareksrim, kreditur Duniatex klaim kredit disalurkan secara prudent

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi