KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah belakangan ini gencar memberikan perpanjangan kontrak pertambangan maupun minyak dan gas bumi (migas). Pengamat menilai hal tersebut dilakukan sebagai usaha memberikan kepastian usaha pada investor menjelang Pemilu. Sebagai informasi, pada Desember 2022 pemerintah memberikan perpanjangan Kontrak Kerja Sama Tangguh (KKS Tangguh) kepada BP sebagai operator dan mitra KKS Tangguh selama 20 tahun hingga 2055. KKS Tangguh yang terdiri atas KKS Berau, Muturi dan Wiriagar, menghasilkan liquified natural gas (LNG). Kontrak kerja sama Tangguh sejatinya baru akan berakhir 2035. Persetujuan perpanjangan kontrak diteken lebih cepat karena BP akan melakukan eksplorasi lebih awal di lapangan-lapangan baru.
Baca Juga: Harga Komoditas Mulai Menurun, Kinerja Ekspor Indonesia Diperkirakan Melemah Di sektor pertambangan, pemerintah kabarnya akan mempercepat pemberian perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Freeport Indonesia yang sebetulnya baru akan berakhir 2041. Namun menurut Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2017 jangka waktu permohonan perpanjangan untuk izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usah pertambangan khusus (IUPK) paling cepat 5 tahun sebelum berakhirnya jangka waktu izin usaha, dan paling lambat satu tahun sebelum berakhirnya jangka waktu IUPK Operasi Produksi. Bhima Yudhistira, Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) melihat upaya pemerintah untuk mengamankan kontrak tambang dan migas ada kaitannya dengan kepastian berusaha bagi pengusaha. “Karena banyak investor di sektor tambang dan migas sangat sensitif pada pemilu karena khawatir ada perubahan perizinan, perubahan sistem kontrak yang mempengaruhi rencana bisnis mereka,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Rabu (10/5). Menurutnya, praktik ini pun telah terjadi pada penyelenggaraan pemilu 2014 dan 2019 yang tidak hanya terjadi di level pemerintah pusat saja tetapi juga di pemerintah daerah. Di sisi lain, Bhima juga melihat, pemerintah juga berencana untuk mengamankan pasokan minyak, gas, dan sumber energi lainnya dalam jangka panjang. Hal ini tentu juga menentukan perencanaan impor dalam beberapa tahun yang akan datang. “Jadi ada warisan (legacy) yang ditinggalkan dari pemerintahan sebelumnya,” ujarnya. Baca Juga: Proses Alihkelola Blok Masela Sudah di Depan Mata, Petronas Dipastikan Masuk