KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah resmi meluncurkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021 Tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran. Dalam peraturan yang ditetapkan dan diundangkan pada 2 Februari 2021 tersebut, jalan pelaku usaha layanan OTT disinyalir lancar untuk merambah pasar Indonesia. Hal ini terlihat pada pasal 15 PP Nomor 46 Tahun 2021 yang menyebutkan, pelaku Usaha baik nasional maupun asing yang menjalankan kegiatan usaha melalui internet kepada pengguna di wilayah Indonesia. Dalam melakukan kerja sama usahanya dengan penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau penyelenggara jasa Telekomunikasi dilaksanakan berdasarkan prinsip adil, wajar, dan non-diskriminatif, serta menjaga kualitas layanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan ketentuan pasal 15, maka tidak ada kewajiban bagi OTT untuk bekerja sama, sedangkan pada draf dan wacana sebelumnya, Pemerintah mewajibkan layanan OTT menjalin kerja sama dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi. Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi menilai perubahan tersebut tidaklah jelas. "Ini yang tidak jelas. Nampaknya ada tekanan untuk menghapus kata mewajibkan menjadi tidak wajib. Karena dihapuskan, aturannya menjadi sumir. Dan operator telekomunikasi seolah menjadi obyek penderita saja bukan subyek kerja sama," jelasnya kepada Kontan, Senin (22/2). Baca Juga: Ini isi dari PP No. 46 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran Ia melanjutkan, Aturan PP yang seharusnya sesuai UU adalah mengatur dan membina penyelenggara telekomunikasi, dalam PP ini menjadi terbalik dan malah jadi pihak yang diatur oleh penyelnggara OTT karena yang menjadi subyek adalah penyelenggara OTT Mengenai besaran kontribusi layanan OTT terhadap penerimaan negara, Heru menilai selama ini kontribusi OTT khususnya asing, harus dipaksa terlebih dahulu untuk bayar pajak.