KONTAN.CO.ID - Bicara soal efektivitas tol laut, Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Yukki Hanafi berpendapat ada dua hal yang perlu dipisahkan. Pertama, soal efektivitas moda transportasinya dan kedua soal efektivitas menekan disparitas harga barang. "Saya liat sudah banyak kemajuan program tol laut, sejak melibatkan swasta. Namun, kekurangannya, pemerintah belum maksimal melibatkan perusahaan logistik, terutama dalam hal optimalisasi space atau tempat yang ada," terang Yukki pada KONTAN, Jumat (25/8). Ia lanjut menjelaskan, kurang optimalnya efektivitas tol laut bagi sektor logistik, karena sejak lama pemerintah hanya menggandeng sekaligus menyubsidi anak perusahaan BUMN di bidang logistik dan kurang melibatkan pihak swasta. Pada akhirnya menyebabkan pemanfaatan tol laut menjadi tidak fokus. Hal tersebut sudah lama disoroti oleh sejumlah asosiasi pengusaha logistik. Terkait efektivitas menekan disparitas harga barang, Yukki mengungkapkan pemerintah perlu mengatur sejumlah barang atau komoditas yang menjadi prioritas tol laut. "Soal disparitas harga barang masih bayak pekerjaan rumahnya. Pemerintah bisa mengatur komoditas prioritas, misal seperti sembilan kebutuhan pokok masyarakat dan bahan bakar kendaraan bermotor," paparnya. Sedangkan terkait efektivitas moda transportasi yakni kapal untuk tol laut, Yukki bilang Kementerian Perhubungan (Kemenhub) perlu punya kontrol pengawasan ketat terhadap pelaksanaannya. Jangan sampai dalam pelaksanaannya ada penyelewengan dari penugasan awal. "Sekarang kemana dan dengan siapa diserahkan kapal itu. Pastinya kepada perusahaan pelayaran milik BUMN. Nah, di sini kementerian perhubungan harus mengawasi. Kalau pengawasan kendor, pastinya tol laut tidak akan berdampak apa-apa," jelas Yukki. Di samping itu, pemerintah daerah juga harus memiliki peran aktif membantu program tol laut, terutama yang daerahnya dilalui oleh kapal-kapal tol laut. Keterlibatan pemerintah daerah bisa dari segi penentuan mengisi muatan barang. Mereka bisa memanfaatkan ruang yang tersedia untuk distribusi potensi ekspor komoditas daerahnya. "Ini terutama untuk mengisi in balance cargo, apalagi kalau bisa diisi barang yang selain untuk nasional, tapi juga punya potensi ekspor. Jadi ini kerja besar," ungkap Yukki. Ia kembali mengingatkan soal subsidi tol laut yang mencapai Rp 380 miliar. Menurutnya harus ada target pencapaian dan batasannya agar efektif.
Begini keluhan pebisnis logistik soal tol laut
KONTAN.CO.ID - Bicara soal efektivitas tol laut, Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Yukki Hanafi berpendapat ada dua hal yang perlu dipisahkan. Pertama, soal efektivitas moda transportasinya dan kedua soal efektivitas menekan disparitas harga barang. "Saya liat sudah banyak kemajuan program tol laut, sejak melibatkan swasta. Namun, kekurangannya, pemerintah belum maksimal melibatkan perusahaan logistik, terutama dalam hal optimalisasi space atau tempat yang ada," terang Yukki pada KONTAN, Jumat (25/8). Ia lanjut menjelaskan, kurang optimalnya efektivitas tol laut bagi sektor logistik, karena sejak lama pemerintah hanya menggandeng sekaligus menyubsidi anak perusahaan BUMN di bidang logistik dan kurang melibatkan pihak swasta. Pada akhirnya menyebabkan pemanfaatan tol laut menjadi tidak fokus. Hal tersebut sudah lama disoroti oleh sejumlah asosiasi pengusaha logistik. Terkait efektivitas menekan disparitas harga barang, Yukki mengungkapkan pemerintah perlu mengatur sejumlah barang atau komoditas yang menjadi prioritas tol laut. "Soal disparitas harga barang masih bayak pekerjaan rumahnya. Pemerintah bisa mengatur komoditas prioritas, misal seperti sembilan kebutuhan pokok masyarakat dan bahan bakar kendaraan bermotor," paparnya. Sedangkan terkait efektivitas moda transportasi yakni kapal untuk tol laut, Yukki bilang Kementerian Perhubungan (Kemenhub) perlu punya kontrol pengawasan ketat terhadap pelaksanaannya. Jangan sampai dalam pelaksanaannya ada penyelewengan dari penugasan awal. "Sekarang kemana dan dengan siapa diserahkan kapal itu. Pastinya kepada perusahaan pelayaran milik BUMN. Nah, di sini kementerian perhubungan harus mengawasi. Kalau pengawasan kendor, pastinya tol laut tidak akan berdampak apa-apa," jelas Yukki. Di samping itu, pemerintah daerah juga harus memiliki peran aktif membantu program tol laut, terutama yang daerahnya dilalui oleh kapal-kapal tol laut. Keterlibatan pemerintah daerah bisa dari segi penentuan mengisi muatan barang. Mereka bisa memanfaatkan ruang yang tersedia untuk distribusi potensi ekspor komoditas daerahnya. "Ini terutama untuk mengisi in balance cargo, apalagi kalau bisa diisi barang yang selain untuk nasional, tapi juga punya potensi ekspor. Jadi ini kerja besar," ungkap Yukki. Ia kembali mengingatkan soal subsidi tol laut yang mencapai Rp 380 miliar. Menurutnya harus ada target pencapaian dan batasannya agar efektif.