Begini Modus Michael Steven di Kresna Group Hingga Berani Lawan OJK



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penanganan kasus Kresna Life Insurance masih berliku. Bos Kresna Life, Michael Steven, terus melakukan perlawanan terhadap Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Kini OJK tengah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan tingkat banding yang dikeluarkan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Sebelumnya, PTUN mengambulkan gugatan Michael Steven terhadap OJK untuk membatalkan sanksi pencabutan Kresna Life dan perintah tertulis yang dikeluarkan OJK terhadap bos perusahaan tersebut. 


Cara main Michael Steven melakukan modusnya di Kresna Life semakin lama mulai terkuak ke permukaan. Pengamat Hukum Denny Indrayana mengatakan, Michael sengaja menempatkan dirinya sebagai pemilik manfaat terakhir atau ultimate beneficial owner PT Kresna Asset Management sebagai modus agar kejahatannya terlindungi.

Baca Juga: Saling Gugat OJK dan Grup Kresna, Tak Sampai Mengupas Tingkah Laku Pengelola Dana

Menurut Denny, ultimate beneficial owner merupakan modus lama bagi pelaku kejahatan agar namanya tidak terdeteksi dan sulit tertangkap.

“Tidak ada namanya di anggaran dasar pemegang saham merupakan modus lama. Memang beneficial owner mereka, tapi tidak mau muncul namanya supaya kalau melakukan kejahatan tidak terdeteksi atau tidak bisa ditangkap. Jadi yang ditangkap nanti namanya disitu supir, orang gak jelas atau office boy," tutur Denny dalam keterangannya, Rabu (10/7).

Berdasarkan hasil pemeriksaan OJK, Michael Steven memang terbukti sebagai ultimate beneficial owner yang meskipun tidak tercantum dalam anggaran dasar.  Ia telah melakukan serangkaian intervensi atas kontrak pengelolaan dana dari PT Kresna Asset Management untuk melakukan transaksi demi kepentingan grup Kresna sehingga merugikan konsumen.

Denny mengatakan, para ultimate beneficial owner tersebut bisa diseret. Sebab, ada Perpres atau aturan-aturan hukum yang menyatakan bahwa pemilik manfaat harus bertanggung jawab meski namanya tak tercantum di anggaran dasar perusahaan.

Baca Juga: Kilas Balik Kresna Life: Dapat Perpanjangan Waktu untuk Perbaiki Kondisi Perusahaan

Sayangnya, PTUN dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) mengatakan bahwa nama Michael Steven tidak ada di anggaran dasar sehingga dia tidak bertanggung jawab.

Menurut Denny, majelis hakim tersebut keliru karena salah satu modus menghilangkan jejak dan tanggung jawab justru dengan tidak mencantumkan nama. Apalagi terbuti jelas dohas hasil penyeldikan OJK bahwa Michael Steven yang mengatur, mengintervensi investasi saham di mana, modal ditanam ke anak-anak perusahaan afiliasi.

Lebih jauh, Denny melihat kasus Michael Steven terbilang aneh, karena meski sudah jadi tersangka dan buronan Bareskrim Polri tetapi bisa memenangkan gugatan dan banding terhadap OJK.

"Aneh bin ajaib buron bisa menang dan diberikan hak untuk mengajukan gugatan mengajukan banding. Dalam konsep yang normal, buron itu dikurangi hak-hak hukumnya. Dia sepertinya tidak berani menghadapi hukum pidana, makanya dia gugat perdata padahal yang dirugikan banyak kepentingan. OJK sudah melindungi kepentingan masyarakat malah dikalahkan oleh buron," tuturnya.

Denny menambahkan, dalam UU pencucian uang sebetulnya sudah ada soal pembatasan hak hukum bagi buronan dan Mahkamah Agung juga melarang buronan mengajukan praperadilan. Bahkan dalam konsep-konsep di negara maju dan negara umumnya bahwa seseorang yang mau mengambil langkah hukum mereka harus taat hukum.

Denny menambahkan, langkah OJK menjatuhi  sanksi denda sebesar Rp 5,7 miliar dan larangan sebagai pemegang saham, pengurus, dan/atau pegawai di Lembaga Jasa Keuangan bidang Pasar Modal kepad Michael Steven selama lima tahun sudah tepat. "Itu sudah tepat dan seharusnya sudah bisa mengarah pidana dan memang sudah menjadi tersangka kan yang bersangkutan.” pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dina Hutauruk