Begini pengaruh local currency settlement terhadap investasi valas



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permintaan dolar Amerika Serikat (AS) berpotensi berkurang setelah Bank Indonesia (BI) melakukan kerjasama penyelesaian transaksi bilateral dengan beberapa bank sentral negara Asia. Dilihat dari sisi investasi valas, local currency settlement (LCS) berpotensi mengurangi porsi permintaan dolar AS sehingga penguatan dolar AS juga berpotensi berkurang.

Namun, LCS tidak semerta-merta langsung menjadikan mata uang dari bank sentral yang mengadakan kerjasama langsung  menguat. Analis mengatakan faktor fundamental seperti pertumbuhan ekonomi dan arah kebijakan bank sentral masing-masing negara tetap menjadi faktor utama yang menggerakkan mata uang. 

Setelah BI menjalin LCS dengan bank sentral Jepang, Malaysia dan Thailand, yang terbaru, BI bekerjasama juga dengan bank sentral China atau People's Bank of China (PBoC). Presiden Komisaris HFX Internasional Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, LCS merupakan upaya Indonesia untuk meninggalkan dominasi dolar AS dalam transaksi perdagangan dan investasi. 


Baca Juga: Sejumlah perusahaan berorientasi ekspor komentari rencana implementasi kerja sama LCS

Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, LCS berpotenssi membuat pergerakan rupiah lebih stabil terhadap dolar AS. "Penguatan dolar AS berpotensi tidak akan sekuat sebelum adanya LCS," Josua. 

Namun, Sutopo mengatakan permintaan dolar AS tentunya akan tetap ada, karena mata uang tersebut berfungsi sebagai mata uang cadangan. "LCS hanya mengurangi porsi permintaannya saja," kata Sutopo, Selasa (7/9). 

Di satu sisi, permintaan yuan yang akan lebih banyak tidak membuat mata uang China tersebut akan menguat tinggi. Penyebabnya, yuan cenderung dikendalikan nilai tukarnya untuk tetap stabil oleh PBC. Hal ini dilakukan dengan menjaga suku bunga tetap stabil di bawah kendali pemerintah. 

Baca Juga: Ini dampak positif transaksi bilateral menggunakan yuan-rupiah

Alhasil, karena volatilitas maupun likuiditas yuan cenderung stabil maka yuan kurang menarik untuk dijadikan instrumen investasi valas. Sebaliknya, yuan hanya cocok untuk perdagangan dan lindung nilai. 

Sementara itu, diantara mata uang Asia yang juga bekerjasama dengan Indonesia dalam LCS, Sutopo menilai yen lebih menarik. Namun pertimbangan ini tidak hanya berdasarkan kerjasama LCS, melainkan faktor utama yang perlu diperhatikan investor adalah fundamental negara mata uang tersebut. 

"Ekonomi Jepang sebagai negara industri dan sistem perbankan yang unik dan kadang-kadang berfungsi sebagai lindung nilai di saat ekonomi tidak baik, ini yang membuat yen lebih menarik," kata Sutopo. Jadi, faktor utama yang mempengaruhi investasi valas adalah ekonomi dan arah kebijakan bank sentral negara masing-masing. 

Baca Juga: Penguatan rupiah berpotensi tertahan pada Rabu (8/9)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati