Begini Penjelasan ILO soal Ketentuan Cuti Melahirkan bagi Karyawan Kontrak Perempuan



MOMSMONEY.ID - Sebagai pekerja perempuan yang sebentar lagi melahirkan, tentu Moms ingin tahu ketentuan yang mengatur soal cuti melahirkan berikut ini.

Dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, ketentuan mengenai cuti melahirkan tertera pada pasal 82.

Isinya, pekerja atau buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan kandungan atau bidan. 


Kemudian, Pasal 93 UU Ketenagakerjaan menyebutkan, upah tidak dibayar apabila pekerja atau buruh tidak melakukan pekerjaan. Namun, ketentuan di atas tidak berlaku dan pengusaha wajib membayar upah apabila pekerja atau buruh melaksanakan hak istirahat

National Project Coordinator on Care Economy ILO Indonesia Early Dewi Nuriana mengatakan, cuma, dalam implementasinya, cuti melahirkan belum bisa dinikmati oleh semua pekerja.

"Terutama pekerja PKWT atau pekerja kontrak," ungkapnya kepada Momsmoney. 

Baca Juga: Bahaya! Ini Risiko yang Dihadapi Bila Ibu Hamil Kekurangan Hemoglobin

Dewi menjelaskan, berdasarkan Konvensi ILO 183 tentang Perlindungan Maternitas, sistem cuti materintas harusnya menggunakan mekanisme asuransi sosial, di mana seluruh pekerja, pengusaha, dan pemerintah memiliki kontribusi.

Dalam konvensi ILO 183 soal maternitas, setiap perempuan berhak atas cuti melahirkan dan cuti karena sakit.

Kemudian, tunjangan tunai harus diberikan sesuai dengan hukum dan peraturan nasional atau dengan cara lain sesuai kebiasaan nasional kepada perempuan yang absen bekerja saat cuti karena melahirkan atau sakit. 

Tunjangan ini diberikan untuk menjamin bahwa perempuan dapat memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan anaknya dalam kondisi kesehatan yang semestinya. 

Bila tunjangan untuk cuti melahirkan didasarkan pada pendapatan sebelumnya, jumah tunjangan tersebut tidak boleh kurang dari dua pertiga pendapatan sebelumnya atau seperti pendapatan tersebut diperhitungkan untuk tujuan menghitung tunjangan. 

Bila tunjangan diberikan dalam metode lainnya, jumlah tunjangan cuti melahirkan harus sebanding dengan jumlah rata-rata yang dihasilkan dari pemberlakukan upah sebelumnya. 

Baca Juga: Sebelum Melahirkan, yuk Siapkan Hal Ini di Rumah

Tunjangan cuti melahirkan harus diberikan melalui asuransi sosial wajiib atau dana publik dengan cara yang ditentukan oleh hukum dan praktek nasional.

"Nah, kalau di Indonesia, cuti maternitas menjadi tanggung jawab pengusaha atau pemberi kerja," kata Dewi.

"Dalam praktiknya, masih banyak terjadi pekerja yang kontrak, apalagi pekerja mandiri yang tidak memiliki hubungan kerja masih minim bahkan tidak dapat menikmati manfaat tunai cuti maternitas," ujar dia. 

Apabila cuti melahirkan menggunakan mekanisme asuransi sosial, harapannya, semua pekerja sejak awal bekerja ikut membayarkan iuran melalui BPJS Ketenagakerjaan, ada kontribusi pengusaha, dan ada juga kontribusi pemerintah pada pekerja dengan kondisi tertentu.

Sehingga, walau pekerja bekerja secara kontrak di manapun berada, perempuan masih dapat menikmati manfaat tunai cuti melahirkan. Namun, mekanisme ini masih belum diterapkan di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Benedicta Alvinta