Begini Peran Pertamina Geothermal (PGEO) Dalam Mencapai Bauran Energi EBT 23% di 2025



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) berkomintmen merealisasikan target bauran energi baru terbarukan (EBT) 23% pada 2025 dan 24,2% pada 2030.

Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 mencatat bahwa pembangkit listrik panas bumi, yang dapat menghasilkan energi dalam jumlah besar dan ramah lingkungan, menjadi kunci pencapaian target EBT 23% pada 2025 dan 24,2% pada 2030. Hingga 2021, bauran energi EBT baru sebesar 11,5%.

Berdasarkan RUPTL 2021-2030, Perusahaan Listrik Negara (PLN) memproyeksikan akan ada tambahan pembangkit EBT yang terakumulasi sebesar 10,6 gigawatt (GW) hingga 2025 dan 18,8 GW hingga 2029. Peningkatan bauran energi EBT ini pun merupakan bagian dari komitmen menuju net zero emission pada 2060.


pertBaca Juga: Pertamina Geothermal Akan Segera IPO, Begini Prospek Bisnis Panas Bumi

Presiden Direktur  Pertamina Geothermal Energy Ahmad Yuniarto menegaskan, panas bumi sebagai salah satu komponen utama bauran energi menjadi pilihan karena karakteristiknya yang ramah terhadap lingkungan. Tidak hanya dalam aspek produksi, tetapi juga aspek penggunaan. Sehingga, panas bumi berperan positif dalam transisi energi di Tanah Air.

Pada saat menjalankan proses pengembangan dan pembuatan, tenaga panas bumi sepenuhnya juga hampir bebas dari emisi. Tidak ada karbon yang digunakan untuk produksi, kemudian seluruh prosedur juga telah bebas dari sulfur yang umumnya telah dibuang dari proses lainnya yang dilakukan.

“Itu keuntungan menggunakan energi panas bumi jika dibandingkan dengan energi konvensional. Jika dibandingkan dengan sesama energi baru terbarukan, panas bumi tidak memiliki dampak terhadap ekologi maupun limbah radioaktif, teknologi yang sudah lebih mature, dan stabil seiring dengan tingginya potensi yang dimiliki Indonesia,” ujar Ahmad kepada media, Kamis (9/2).

Baca Juga: Percepat EBT, Asosiasi Panas Bumi Dukung Penerapan Skema Power Wheeling

Berdasarkan data ThinkGeoEnergy 2022, kapasitas terpasang panas bumi dunia pada 2021 mencapai 15.854 mega watt (MW), dengan Amerika Serikat sebagai negara dengan kapasitas terpasang terbesar 3.722 MW, disusul Indonesia (2.276 MW), dan Filipina (1.918 MW). Adapun hingga 2022, kapasitas terpasang energi panas bumi di Indonesia mencapai 2.347,63 MW, berdasarkan proyeksi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).

Dari total kapasitas terpasang energi panas bumi sebanyak 2.347,63 MW tersebut, PGEO mengelola 13 wilayah kerja panas bumi dengan total kapasitas terpasang sebesar 1.877 MW. Rinciannya, sebanyak 672 MW dikelola langsung dan 1.205 MW melalui operasi bersama (joint operation contract).

Direktur Eksplorasi dan pengembangan Pertamina Geothermal Energy Rachmat Hidayat menambahkan, dengan kapasitas terpasang panas bumi sebesar 1.877 MW, PGEO dapat menyalurkan listrik untuk sekitar 2.085.000 rumah tangga atau setara 88.752 Barrels of oil equivalent per day  (BOEPD) bahan bakar fosil.

Baca Juga: Pertamina Hulu Energi Mengincar Rp 9 Triliun dari IPO

Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 menargetkan pada 2025 akan ada tambahan kapasitas terpasang energi panas bumi sebanyak 870 MW, dari proyeksi 2024 hanya sebanyak 141 MW. Sepanjang 2021-2030, ditargetkan ada tambahan kapasitas terpasang panas bumi sebesar 3.355 MW.

Direktur Panas Bumi, Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Harris Yahya menegaskan pemerintah tengah mempercepat pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di Indonesia.

“Pada 2030, pemerintah menargetkan pembangunan PLTP dengan kapasitas sebesar 3.355 MW untuk memenuhi target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% pada 2025. Itu sudah tercantum dalam RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) 2021-2030,” ungkapnya.

Harris mengungkapkan pemanfaatan EBT di Indonesia baru sekitar 0,3% dari total potensi. Untuk itu, pemerintah meluncurkan sejumlah program untuk mendorong EBT, di antaranya insentif pajak seperti pada panas bumi maupun kepastian harga pada EBT.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati