KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Demi mewujudkan komitmen mencapai
net zero emission (netralitas karbon) di tahun 2060 atau lebih cepat, Pemerintah Indonesia telah menyiapkan road map alias peta jalan. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, komitmen ini akan didorong sesuai Strategi Jangka Panjang untuk Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim (Long-
Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilence/LTS-LCCR). "Roadmap ini juga mencakup upaya yang diperlukan dari sisi permintaan untuk mendukung transisi energi, seperti penggunaan kompor listrik, lampu LED dan gas kota," jelas Arifin saat menyampaikan pandangannya pada Ministrial Talks, dalam rangkaian agenda
Conference of Parties (COP) ke-26 diikuti dari keterangan resmi, Senin (1/10).
Arifin menjelaskan, selama periode tahun 2021 hingga 2025, dilakukan penerbitan dan implementasi regulasi antara lain terkait undang-undang tentang EBT, penghentian dini pembangkit berbasis batubara, perluasan Co-firing PLTU, serta konversi diesel ke gas dan EBT. Regulasi terkait PLTS Atap diterbitkan sebagai insentif bagi masyarakat yang memasang PLTS Atap sebagai energi bersih agar pengembangannya semakin masif. Selain itu, kebijakan pajak karbon (
cap and tax) juga disiapkan untuk mengendalikan peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) dan mengubah prilaku aktifitas ekonomi agar dapat menurunkan emisi GRK. Pajak karbon akan diterapkan secara terbatas untuk PLTU mulai April 2022. "Pada tahun 2025, pangsa energi terbarukan ditargetkan sebesar 23% dan didominasi oleh Solar PV," kata Arifin.
Baca Juga: COP26 Glasgow, Jokowi sampaikan komitmen Indonesia dalam penanganan perubahan iklim Dari tahun 2026 hingga 2030, tidak akan ada tambahan kapasitas PLTU karena kapasitas hanya dari yang sudah berkontrak atau sedang dibangun. Solar PV dan kendaraan listrik akan dikembangkan secara masif, ditargetkan untuk mendukung penyediaan 2 juta kendaraan roda empat dan 13 juta roda dua.
Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia dapat dicapai dengan pengurangan emisi di sektor energi sebesar 314 juta ton CO2 pada tahun 2030. "Kami akan memulai tahap pertama penghentian PLTU dan mengurangi penggunaan diesel mulai tahun 2031. Pembangkit energi surya, hidro, dan panas bumi akan mendominasi 57% energi terbarukan pada tahun 2035," ungkap Arifin. Selanjutnya pada 2036-2040 akan menjadi tahap kedua penghentian PLTU termasuk
subcritical,
critical dan sebagian
supercritical. Sedangkan porsi EBT akan meningkat menjadi 66% yang didominasi oleh pembangkit surya, hidro, dan bioenergi. Selain itu, dilakukan pengurangan penjualan kendaraan roda dua konvensional.
Dari 2041 hingga 2045, pembangkit arus laut skala besar dan pembangkit nuklir pertama mulai
Commercial Operation Date (COD). Peningkatan pemanfaatan energi terbarukan menjadi 93% yang akan didominasi oleh pembangkit surya, hidro, dan bioenergi. Penjualan kendaraan roda empat konvensional juga akan berkurang. Terakhir, selama 2051 hingga 2060 akan menjadi periode terakhir untuk penghentian PLTU dan hidrogen untuk listrik akan dikembangkan secara besar-besaran. Energi terbarukan yang dikembangkan didominasi oleh pembangkit surya, hidro, dan angin. "Kami berkomitmen untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca sebesar 29% pada tahun 2030 dengan upaya sendiri atau 41% dengan dukungan internasional," pungkas Arifin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .