Begini prospek bisnis ritel modern di tengah pandemi saat ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri ritel modern merupakan salah satu sektor yang cukup terpukul akibat pandemi Covid-19. Banyak dari para pemain nasional yang menorehkan penyusutan kinerja di sepanjang tahun 2020. 

Termasuk di dalamnya para pemain ritel lokal yang cakupan gerainya masih di beberapa daerah saja. Bahkan tak sedikit dari peritel modern lokal yang terpaksa menutup sebagian bahkan seluruh gerainya dikarenakan kondisi ekonomi yang tidak mendukung. 

Corporate Communication Manager PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI) Arif L. Nursandi mengatakan, setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan penutupan satu atau lebih gerai sebuah toko ritel, khususnya minimarket. 


Pertama, adanya kenaikan harga sewa tempat atau toko yang tidak sebanding dengan pendapatan sehingga membuat pengeluaran membengkak. "Jika ini terjadi, perusahaan biasanya akan merelokasi gerainya ke tempat yang sewanya lebih rendah," kata Arif kepada Kontan.co.id, Rabu (5/5). 

Kedua, kenaikan biaya operasional yang tidak sebanding dengan pendapatan gerai atau toko. Jika kondisi tersebut terjadi, langkah terakhir yang bisa dilakukan oleh pengelola adalah menutup atau merelokasi gerainya ke tempat yang lebih menguntungkan yang masih berada di wilayah yang sama.

Dia berujar, pada dasarnya industri ritel modern adalah sebuah bisnis pelayanan. Maka dari itu, salah satu cara peritel modern untuk dapat terus bertahan di lini bisnis ini adalah dengan memberikan servis terbaik kepada para pelanggannya. 

"Bisnis ritel itu adalah bisnis pelayanan, siapa yg mampu memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan, itu yang akan bertahan," sambungnya. 

Baca Juga: Sekitar 1.300 toko ritel tutup hingga Maret 2021, Aprindo beberkan penyebabnya

Baca Juga: Jika tarif PPN naik, Hipmi: Bakal menjadi beban bagi dunia usaha

Tak hanya itu, faktor lain yang mendukung keberhasilan bisnis ritel modern saat ini adalah keberadaan atau lokasi gerai yang strategis dan mudah dijangkau, serta kelengkapan produk yang disediakan di gerai atau toko mereka. 

"Meningkatkan pelayanan, menciptakan program-program marketing yang menarik dan loyalty customers, pemenuhan item-item produk di dalam gerai," jelas Arief.

Namun demikian, di era teknologi seperti saat ini, para peritel modern khususnya yang masih menggunakan metode konvensional, akan menjumpai tantangan baru akibat dari maraknya belanja daring, yakni hadirnya ritel online. Maka dari itu, para peritel nasional maupun lokal harus bisa mengikuti perkembangan yang ada dengan terus berinovasi memberikan layanan jemput bola kepada pelanggan. 

"Hal ini juga sudah banyak dijalankan oleh ritel-ritel nasional seperti layanan Cash on Delivery, pesan antar dan sebagainya," ujarnya. 

Meskipun ada banyak tantangan yang mesti dihadapi para peritel modern untuk mempertahankan usahanya, Arif melihat bahwa sebenarnya potensi bisnis ritel masih akan terus memiliki peluang yang bagus di Indonesia. 

"Sepanjang manusia masih membutuhkan makanan dan minuman juga kebutuhan rumah tangga, bisnis ritel masih akan selalu dibutuhkan," kata Arif. 

Tapi, siapa pemain yang bisa bertahan dan terus berkembang, itu tergantung pada tiga hal yang telah dipaparkannya sebelumnya yakni, pelayanan, lokasi gerai, dan kelengkapan produk. Ketika peritel bisa memenuhi aspek-aspek tersebut, usaha yang digelutinya tentu bisa terus tumbuh dan berkembang. 

 
MIDI Chart by TradingView

"Bisnis ritel adalah pelayanan. Maka tantangan terbesar adalah bagaimana membentuk tim operasional khususnya yang di gerai untuk memiliki jiwa melayani yang handal," terang Arif. 

Sedikit informasi, hingga akhir tahun 2020 lalu, MIDI telah memiliki 1.821 gerai secara nasional. Di mana 26 diantaranya adalah Alfamidi Super.

"Dan ekspansi akan terus dilakukan khususnya di wilayah-wilayah yang masih berpotensi seperti Jawa dan Sulawesi," pungkas dia.

Selanjutnya: Ini faktor yang membuat bisnis hipermarket cenderung lesu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari