KONTAN.CO.ID -
JAKARTA. Harga minyak dunia kembali tertekan setelah sebelumnya menguat dalam sepekan. Melansir dari
Trading Economics, Kamis (30/5) pukul 18.25 WIB, harga minyak
West Texas Intermediate (WTI) turun 0,23% ke level US$ 79,088 per barel. Sedangkan harga minyak Brent juga turun 0,28% ke level US$ 83,488 per barel. Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, sentimen yang membuat harga minyak kembali melemah karena penguatan dolar membebani harga komoditas energi. Selain itu, pelemahan saham pada Rabu (29/5) juga melemahkan kepercayaan terhadap prospek ekonomi, sehingga memberikan dampak
bearish pada permintaan energi dan harga minyak mentah.
"Kemudian, meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah yakni, setelah kapal kedua terkena rudal dalam beberapa hari oleh pemberontak Houthi saat berlayar melalui Laut Merah, menyebabkan gangguan pasokan minyak mentah sehingga membuat harganya tertekan," kata Sutopo kepada Kontan.co.id, Kamis (30/5). Tak hanya itu, Sutopo mengungkapkan bahwa produksi minyak mentah Rusia yang lebih tinggi dari perkiraan juga memberikan dampak buruk bagi harga minyak. Selain itu, pemrosesan minyak mentah Rusia rata-rata mencapai 5,45 juta barel per hari pada paruh pertama bulan Mei, naik 4% di atas level bulan April karena kilang pulih dari serangan pesawat tak berawak Ukraina.
Baca Juga: Harga Minyak Stabil Kamis (30/5) Pagi, Didukung Optimisme Pemangkasan Pasokan OPEC+ Namun, ekspor bahan bakar Rusia telah menurun karena kilang-kilang minyak lambat untuk kembali beroperasi setelah dirusak oleh serangan pesawat tak berawak Ukraina. Ekspor bahan bakar Rusia pada pekan hingga 26 Mei turun sekitar
170.000 barel per hari dari minggu sebelumnya menjadi 3,22 juta barel per hari. "Penurunan minyak mentah di penyimpanan terapung merupakan hal yang
bullish bagi harga. Data mingguan hari Senin dari Vortexa menunjukkan bahwa jumlah minyak mentah yang disimpan di seluruh dunia pada kapal tanker yang telah tidak bergerak selama setidaknya satu minggu turun 8,1% per barel menjadi 74,82 juta barel pada tanggal 24 Mei," imbuhnya. Menurut Sutopo, faktor negatif terhadap harga minyak mentah juga datang dari kekhawatiran bahwa beberapa anggota OPEC+ ingin meningkatkan tingkat produksi minyak mentah mereka, yang dapat menyebabkan pertikaian di antara kelompok tersebut ketika bertemu pada tanggal 2 Juni mendatang. Di mana, UEA, Irak, Aljazair, dan Kazakhstan bermaksud untuk meningkatkan produksi minyak mentah mereka. Sedangkan Arab Saudi telah menolak peningkatan produksi dan mendesak OPEC+ untuk berhati-hati dalam menambahkan barel ke pasar. Konsensus pasar yaitu, aliansi 22 negara tersebut akan memperpanjang pengurangan produksi minyak mentah mereka saat ini hingga paruh kedua tahun 2024, ketika bertemu secara
online pada tanggal 2 Juni. "Anggota OPEC+, pada pertemuan terakhir mereka di tanggal 3 April, mempertahankan pemotongan produksi mereka, dan saat ini sebesar sekitar 2 juta barel per hari berlaku hingga akhir Juni," kata dia.
Baca Juga: Simak Kinerja Emiten CPO di Tengah Tren Permintaan Biodiesel Dengan demikian, Sutopo pun memprediksi, harga minyak mentah WTI akan berada di sekitar US$ 83 per barel pada kuartal kedua ini. Sedangkan di akhir tahun 2024, diprediksi harganya bisa mencapai US$ 90 per barel. Sementara itu, untuk harga minyak brent diprediksi harganya akan mencapai US$ 85 - US$ 90 per barel pada kuartal kedua 2024. Kemudian, pada akhir tahun, harganya diperkirakan akan berada di level US$ 85 per barel - US$ 98 per barel. Selaras dengan hal ini, Analis Pasar Mata Uang, Lukman Leong mengatakan, faktor utama yang membuat harga minyak akan kembali tertekan yaitu, prospek suku bunga the Fed dan situasi geopolitik di Timur Tengah. "Walau sentimen lainnya juga berperan seperti pertumbuhan ekonomi yang lebih lemah, pertumbuhan mobil elektrik, namun faktor utama tetap pada konflik dan kebijakan produksi OPEC+,” kata Lukman saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (30/5). Namun, Lukman menilai, apabila OPEC+ tetap akan bertahan pada kebijakan, maka harga minyak mentah dunia diperkirakan akan kembali naik, tetapi tidak besar dan akan range
bound terus di level US$ 75 - US$ 85 per barel. "Seperti diketahui, tanpa adanya pemangkasan ini, harga minyak idealnya berada di kisaran US$ 60 per barel," kata dia. Menurut dia, situasi di Timur Tengah masih akan
on and off, sehingga akan menjadi faktor yang sangat sulit diprediksi dan akan membuat harga minyak volatile. Sedangkan dari the Fed, walau menurun, prospek pemangkasan suku bunga oleh the Fed diperkirakan masih akan terjadi sekali tahun ini.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik Rabu (29/5) Sore, Brent ke US$84,96 dan WTI ke US$80,52 Dengan faktor-faktor tersebut, Lukman pun memprediksi, harga minyak mentah WTI akan berada di sekitar US$ 80 per barel pada kuartal kedua ini. Sedangkan di akhir tahun 2024, diprediksi harganya bisa mencapai US$ 90 - US$ 93 per barel. Sementara itu, untuk harga minyak brent diprediksi harganya akan mencapai US$ 83 - US$ 90 per barel pada kuartal kedua 2024. Adapun pada akhir tahun, harganya diperkirakan akan berada di level US$ 93 per barel - US$ 95 per barel. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari