Begini Prospek Kinerja Emiten Kawasan Industri Jika Realisasi Investasi Sesuai Target



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Investasi/BKPM optimistis jika realisasi investasi pada tahun 2025 bisa mencapai Rp 1.905,6 triliun, maka pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh 5,6%. Apabila potensi tersebut ditangkap dengan baik, maka kinerja emiten properti kawasan industri bisa terkerek.

Berdasarkan catatan Kontan, angka wacana realisasi itu lebih tinggi dari target pemerintah sebesar 5,2%. Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani menyampaikan, hasil prognosis tersebut telah disusun langsung bersama Kementerian PPN/Bappenas periode 2025-2029. Target investasi tersebut terus meningkat setiap tahunnya.

“Tahun 2025 ini sudah masuk RKP (rencana kerja pemerintah) target investasi adalah Rp 1.905,6 triliun, kemudian targetnya meningkat jadi Rp 2.793,3 triliun pada 2029,” tutur Rosan saat melakukan rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, Selasa (3/9) lalu.


Baca Juga: Investasi Rp 1.905,6 Triliun Bisa Kerek Pertumbuhan Ekonomi, Begini Tanggapan DMAS

Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS) Tondy Suwanto mengungkapkan, perseroan akan berusaha untuk menangkap potensi tersebut. Menurut Tondy, sentimen lain yang dianggap bisa meningkatkan kinerja DMAS adalah potensi penurunan suku bunga.

“Realisasi investasi yang tinggi tentu juga berdampak positif bagi DMAS, begitupun dengan penurunan suku bunga. Kami akan berusaha menangkap (potensi itu),” ujarnya kepada Kontan, Jumat (6/8).

Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas, Muhammad Nafan Aji Gusta Utama mengatakan, kinerja emiten properti kawasan industri sebenarnya masih bagus per semester I tahun ini.

DMAS mencatatkan pendapatan usaha sebesar Rp 1,2 triliun pada paruh pertama 2024. Laba bersih perseroan tercatat sebesar Rp 803 miliar di periode tersebut, atau naik sebesar 33,8% dari paruh pertama tahun 2023 yang sebesar Rp 600 miliar.

Baca Juga: 10 Negara dengan Industri Terkuat di Asia, Indonesia Salah Satunya

PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) mencatatkan pendapatan konsolidasi sebesar Rp 2,34 triliun di semester I 2024. Laba bersih konsolidasi SSIA pada semester pertama 2024 mencatat pencapaian sebesar Rp 105,6 miliar, berbalik dari kerugian bersih sebesar Rp 51,2 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. 

Sementara, PT Jababeka Tbk (KIJA) mencatatkan laba neto yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 49,82 miliar di semester I. Ini turun 75,69% secara tahunan alias year on year (YoY) dari Rp 204,98 miliar pada periode sama tahun lalu.

Total pendapatan KIJA sebesar Rp 2,37 triliun untuk semester I 2024, meningkat 36% dibandingkan periode yang sama tahun 2023.

Nafan mengungkapkan, kawasan properti khusus industri saat ini masih dalam pengembangan. Tak hanya dari investor domestik, aliran dana juga bisa masuk dari investor asing.

“Jika investor asing masuk, maka bisa meningkatkan foreign direct investment (FDI) juga. Saat ini FDI juga tengah dalam tren menguat,” katanya kepada Kontan, Minggu (8/9).

Baca Juga: Meski Ada IKN, Investor Global Tetap Lirik Jakarta

Pemerintah saat ini juga tengah serius membangun industrialisasi di Tanah Air. Salah satu tujuannya adalah untuk mempercepat hilirisasi industri pengolahan sumber daya alam (SDA). 

Kinerja emiten properti kawasan industri juga bakal terkena sentimen positif potensi penurunan suku bunga The Fed.

“Pelonggaran kebijakan moneter ini sebenarnya bertujuan untuk menciptakan peningkatan likuiditas, sehingga nanti pertumbuhan ekonomi global bisa pulih,” ungkapnya.

Namun, kawasan yang berkembang itu membuat kinerjanya masih belum maksimal. Hal itu berbeda dengan kawasan properti hunian yang rata-rata sudah terbangun sejak waktu yang lama, sehingga sudah bisa menghasilkan keuntungan.

“Saat ini belum terbangun. Nanti bisa mulai untung saat kawasannya sudah well-developed,” paparnya. Alhasil, Nafan pun belum merekomendasikan saham emiten properti kawasan industri.

Baca Juga: Bahlil Mau Tambah Lawan Sawit di Papua, Begini Komentar Gapki

Analis Kiwoom Sekuritas Vicky Rosalinda mengatakan, upaya peningkatan investasi bisa menjadi angin segar untuk properti kawasan industri. 

Sebab, dengan adanya peningkatan investasi, emiten properti kawasan industri akan mengalami peningkatan permintaan lahan, karena meningkatnya investasi dapat mendorong kebutuhan lahan industri yang lebih luas.

Lalu, kenaikan harga lahan industri juga akan terjadi, karena adanya peningkatan permintaan lahan akan mendorong kenaikan pada harga lahan industri. Hal tersebut berdampak positif pada nilai aset emiten dan meningkatkan pendapatan dari penjualan lahan.

“Ketiga, bisa terjadi peningkatan nilai perusahaan,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (6/9).

Per hari ini, kinerja emiten properti kawasan industri secara umum cukup positif dan tumbuh. Adapun sentimen positif pendukungnya di semester I 2024 adalah tingginya permintaan lahan sehingga penjualan yang meningkat, serta adanya dukungan pemerintah terhadap pengembangan kawasan industri.

Baca Juga: Pemerintah akan Lelang Tujuh Ruas Tol Rp 124 Triliun, Ini Tanggapan Pengusaha

Sementara, prospek kinerja emiten properti kawasan industri di kuartal III 2024 berpotensi bertumbuh kinerjanya. Ini mengingat di kuartal II emiten properti kawasan industri mampu mencetak pertumbuhan dengan adanya juga potensi pemangkasan suku bunga, sehingga dapat mendorong peningkatan permintaan.

“Kemudian, adanya realisasi investasi di tahun 2025 mendatang juga menjadi sentimen positif untuk emiten. Ini juga ditambah dukungan pemerintah, peningkatan aktivitas ekonomi, dan lanjutan proyek infrastruktur,” paparnya.

Sementara, sentimen negatif untuk emiten properti kawasan industri adalah adanya ketidakpastian geopolitik dan perlambatan ekonomi. 

“Kinerja saham mereka juga dapat membaik hingga akhir 2024 dengan sentimen-sentimen positif pendukungnya. Namun, kita tetap harus memperhatikan dari sentimen negatifnya,” ungkapnya.

Vicky pun merekomendasikan trading buy untuk KIJA dan SSIA dengan target harga masing-masing Rp 180-Rp 190 per saham dan Rp 1.390-Rp 1.400 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati