Begini prospek kinerja emiten sektor minyak menurut analis



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren kenaikkan harga minyak mentah dunia dinilai akan berdampak positif terhadap kinerja emiten-emiten di sektor pertambangan minyak di awal tahun ini. Lantas, sentimen ini menimbulkan stimulus terhadap harapan kinerja emiten-emiten yang lebih baik.

Sebagai informasi, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) di New York Mercantile Exchange berada di level US$ 63,89 per barel pada perdagangan Jumat (12/4) lalu. Angka ini tumbuh 40% year to date (ytd) dari penutupan perdagangan tahun lalu yakni US$ 45,41 per barel.

Setali tiga uang, dalam periode yang sama tren kenaikan juga terjadi pada minyak jenis Brent di ICE Futures yang pada Jumat lalu bertengger di level US$ 71,55 per barel. Posisi ini tumbuh 32,9% di level US$ 53,80 per barel.


Vice President Research Depertment Indosurya Bersinar Sekuritas William Surya Wijaya mengatakan dalam sektor minyak, masalah supply dan demand sangat memengaruhi fundamental.

Penyebab apresiasi harga minyak awal tahun ini utamanya dari langkah Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dan non-OPEC tahun ini menargetkan memangkas produksi minyak sebanyak 1,2 juta barel per hari.

Namun, Analis BCA Sekuritas Willy Susanto mengatakan dengan ekspektasi permintaan minyak yang lebih lambat pada 2019, diperburuk oleh banyak minyak pasokan dari negara-negara non-OPEC khususnya Amerika Serikat (AS) kemungkinan harga minyak tahun ini lebih rendah dari tahun 2018.

Dalam proyeksi Energy Information Administration (EIA) AS, pasokan minyak dunia akan terus bertambah. Terakhir EIA melaporkan saat ini AS memiliki cadangan minyak sebesar tujuh juta barel.

Hasil tersebut rupanya lebih tinggi dari perkiraan pasar di level 2,6 juta barel. Laporan bulanan EIA ini, tetap mempertahankan perkiraan pertumbuhan minyak global 2019 di angka 1,4 juta barel per hari. 

Analis PT Sinarmas Sekuritas Richard Suherman menilai rasa takut akan pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat bisa mengurangi pertumbuhan sektor ini.

Belum lagi, sentimen datang dari Libya yang menciptakan ketidakpastian di pasar minyak terkait kondisi geopolitik di sana. Pada awal bulan ini seorang pemimpin di Libya melakukan serangan untuk mengambil alih ibukota Tripoli.

Sehingga ini mengancam koreksi 1,3 juta barel per hari produksi minyak Libya. Ditambah sanksi AS terhadap Iran dan Venezuela ayang membuat negara tersebut masih bisa mengekspor minyaknya.

William menilai permintaan minyak dapat terkoreksi karena munculnya energi terbarukan yang dapat menjadi subtitusi minyak. “Sekarang mobil baterai dan listrik bertebaran kebutuhan rumah tangga kebanyakan sudah pagai gas,” kata William kepada Kontan.co.id, Jumat (12/4).

William menuturkan emiten yang berkaitan dengan komoditas minyak tahun ini masih banyak tantangan, bahkan potensi tertekan lebih besar.

Willy meramal kinerja MEDC akan menjadi emiten yang unggul di sektor ini. Dalam risetnya 25 Januari mengatakan masih bisa cemerlang dengan pendapatan sampai dengan akhir tahun sebesar US$ 1,278 miliar. Angka ini tumbuh 3,48% dari pendapatan MEDC pada tahun lalu US$ 1,235 miliar.

Di sisi lain untuk laba bersih diramal sebesar US$ 82 miliar, tumbuh 41,3% dari pencapaian periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 58 miliar.

Selain itu, ini disokong oleh kabar baik dari Ophir Energy Plc, perusahaan yang terdaftar di bursa saham London akhirnya setuju diakuisisi perusahaan minyak dan gas asal Indonesia, PT Medco Energi Internasional Tbk senilai GBP 408,4 juta atau setara US$ 539 juta.

Makanya, Willy merekomendasikan beli MEDC dengan target harga Rp 1.000 sampai dengan akhir tahun. Sementara, Analis Bina Artha Sekuritas, Muhammad Nafan Aji merekomendasikan hold Rp 870.

Sementara Richard mengungguli PT Elnusa Tbk (ELSA) merekomendasikan buy untuk saham ELSA sebesar Rp 500 sampai dengan akhir tahun. Dengan landasan bisnis ELSA bakal cerah sepanjang tahun ini. Bisnis pada jasa hulu tahun ini akan lebih baik karena ELSA sudah mendapat kontrak pengeboran baru dan juga seismik yang akan berjalan penuh sepanjang tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi