KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2025 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi sektor ritel Indonesia. Meskipun kondisi politik yang stabil memberikan harapan, namun sejumlah faktor eksternal, seperti rencana kenaikan PPN dan komponen biaya yang meningkat, diperkirakan akan membayangi prospek pertumbuhan sektor ini. Fetty Kwartati, Wakil Ketua Umum 1 Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) mengungkapkan, meskipun sektor ritel di Indonesia memiliki potensi untuk tumbuh, tahun 2025 kemungkinan akan menjadi tahun yang "pre-cautious", atau penuh kehati-hatian. Dalam pandangannya, proyeksi pertumbuhan ritel Indonesia di tahun mendatang dipengaruhi oleh beberapa tantangan signifikan. Salah satu isu yang dihadapi adalah rencana pemerintah untuk menaikkan PPN menjadi 12% pada tahun depan.
Fetty menilai bahwa langkah ini dapat menambah beban operasional bagi para pelaku usaha ritel, mengingat daya beli masyarakat yang masih terbilang lemah pasca-pandemi. "Jika PPN tetap naik, kami berharap pemerintah juga memberikan stimulus untuk mendorong trafik pengunjung ke pusat perbelanjaan. Tanpa itu, dampaknya bisa sangat besar," ujarnya kepada KONTAN, Senin (23/12).
Baca Juga: Berkontribusi bagi Perekomian, Industri Tembakau Masih Hadapi Banyak Tantangan Stimulus dalam bentuk promosi dan penawaran diskon besar-besaran, seperti yang diluncurkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian melalui program harbolnas, Bina Diskon, dan Epic Sale, dinilai penting untuk menggerakkan pengunjung. Program-program ini diharapkan dapat menarik konsumen untuk berbelanja, meskipun ada beban tambahan akibat kenaikan pajak. Menurut Fetty, selain faktor eksternal, ekspansi toko menjadi salah satu faktor penting yang dapat mendongkrak pertumbuhan ritel. Beberapa pelaku usaha, seperti Sarina, yang baru selesai melakukan transformasi bisnis, berencana untuk memperluas jaringan toko mereka. Sarina, misalnya, akan memperluas jangkauan toko mereka ke lokasi strategis seperti bandara dan destinasi pariwisata. Namun, ekspansi ini tidak akan lepas dari tantangan internal, terutama terkait dengan biaya operasional yang semakin meningkat. Komponen biaya seperti upah pekerja (UMP naik 6,5%), biaya sewa (rental), dan harga barang yang terus bergerak mengikuti inflasi, dapat menggerus margin keuntungan. Ditambah lagi, jika PPN diterapkan, biaya operasional bisa meningkat tajam. Fetty juga menyoroti tantangan terkait pasokan barang, terutama bagi produk-produk global. Beberapa merek internasional mengalami kesulitan dalam memenuhi permintaan karena kendala regulasi impor dan kuota yang terbatas. "Banyak gerai-gerai yang kekurangan stok karena masalah distribusi barang global. Ini tentunya mengganggu penjualan," ujarnya. Sektor ritel lokal juga tidak terlepas dari tantangan yang sama. Meskipun produk lokal, terutama dari UMKM dan produk etnik, tetap diminati, mereka juga harus berhadapan dengan persaingan ketat dan masalah dalam manajemen inventaris.
Baca Juga: Pasar Perkantoran Menggeliat Tahun Ini Secara umum, Fetty mengungkapkan bahwa di tahun-tahun normal, sektor ritel Indonesia dapat tumbuh sekitar 5%-10%. Namun, dengan banyaknya tantangan yang dihadapi, seperti kenaikan PPN, biaya operasional yang meningkat, dan kesulitan dalam pasokan barang, proyeksi pertumbuhan sektor ritel Indonesia di tahun 2025 diperkirakan akan berada di bawah angka tersebut.
"Jika kebijakan pemerintah tidak mendukung, pertumbuhan sektor ritel bisa lebih rendah dari angka normal. Namun, sektor ini masih punya potensi untuk tumbuh, meskipun dengan laju yang lebih lambat," pungkas Fetty.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari