Begini Prospek Saham Konsumer di Tengah Melonjaknya Tingkat Inflasi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia kembali mencatatkan inflasi di September tahun ini. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan angka inflasi September 2022 sebesar 1,17%. Sementara inflasi secara tahunan sebesar 5,95%.

Kenaikan inflasi dinilai menjadi momok yang membayangi sektor barang konsumsi. Analis Ciptadana Sekuritas Asia Putu Chantika Putri mengatakan, sektor ini menghadapi tantangan berupa lonjakan inflasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Inflasi utama diperkirakan akan mencetak level sekitar 6% di 2022, lebih tinggi dari target bank sentral sebelumnya di kisaran 2% -4%.

Tingginya inflasi domestik tersebut banyak dipengaruhi oleh kenaikan harga bahan pangan yang bergejolak serta kenaikan harga BBM yang diikuti oleh kenaikan tarif ojek online. Kenaikan harga yang tidak merata akan mengurangi daya beli dan mempengaruhi pola pengeluaran konsumen.


Dengan kemampuan pengeluaran yang terbatas, konsumen akan memprioritaskan kebutuhan sehari-hari daripada barang-barang non primer.

Menyusul kenaikan harga BBM, Chantika meyakini hal ini akan semakin menambah beban konsumen maupun perusahaan kebutuhan pokok.

Dia memperkirakan, perusahaan barang konsumsi kemungkinan besar akan menghadapi kenaikan biaya pengiriman mulai di paruh kedua 2022 seiring naiknya biaya bahan bakar. Hal ini mengingat biaya angkut menyumbang sekitar 16%-23% dari biaya operasional (opex) perusahaan.

Baca Juga: Sebelum Window Dressing, Saham-Saham Ini Bisa Dilirik

Di sisi lain, emiten barang konsumsi juga sempat tertekan kenaikan harga komoditas lunak. Akibatnya, sebagian besar emiten mengalami penurunan margin yang signifikan di semester pertama 2022. Namun, Chantika menilai, sebagian besar emiten memiliki ruang yang cukup untuk meneruskan (pass-on) inflasi dengan melakukan penyesuaian harga.

Catatan dia, pada paruh pertama 2022, emiten barang konsumsi di bawah cakupan Ciptadana Sekuritas telah meningkatkan harga jual rata-rata alias average selling price (ASP) di rentang 8% -15%. Ini bermuara pada peningkatan pertumbuhan pendapatan agregat hingga 11,4% secara tahunan (YoY).

Koreksi harga komoditas yang baru-baru ini terjadi diharapkan memberikan margin yang lebih baik untuk emiten pada paruh kedua tahun ini dan seterusnya. Chantika memperkirakan, pendapatan agregat untuk emiten barang konsumsi pokok akan meningkat sebesar 5,9% YoY di tahun ini dan 12,1% YoY di tahun depan

Di sisi lain, sektor konsumer juga dihadapi dengan penerapan cukai minuman berpemanis. Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mengusulkan tarif cukai 20% untuk minuman berpemanis di Indonesia.

 

UNVR Chart by TradingView

Berdasarkan rekomendasi ini, Kementerian Keuangan memperkirakan objek cukai baru akan memberikan pendapatan tambahan mulai dari Rp 2,7 triliun hingga Rp 6,25 triliun per tahun bagi negara. Dengan asumsi ini, minuman kemasan manis akan dikenakan pajak berdasarkan kadar gula dengan tarif cukai berkisar antara Rp 1.500 sampai dengan Rp 2.500 per liter.

Analis BRI Danareksa Sekuritas Natalia Sutanto menyebut, minuman berpemanis berkontribusi kurang dari 5% dari total pendapatan emiten barang konsumsi dalam cakupannya. Berdasarkan asumsi penerapan cukai sebesar Rp 1.500 hingga Rp 2.500 per liter, Natalia memperkirakan harga jual beberapa minuman kemasan manis dapat meningkat dari 3% sampai 29%.

“Menurut hemat kami, penerapan cukai minuman berpemanis akan memakan waktu yang cukup lama menyusul perlunya pengaturan lebih lanjut untuk penerapannya.,” tulis Natalia, Jumat (7/10)

BRI Danareksa Sekuritas mempertahankan rating overweight terhadap sektor barang konsumsi. Adapun rekomendasi di sektor ini  buy saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) dengan target harga Rp 5.500, beli saham PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dengan target harga Rp 10.100, buy saham PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) dengan target harga Rp 1.900, dan buy saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dengan target harga Rp 7.600.

Selain itu, Natalia juga merekomendasikan beli saham PT Mayora Indah Tbk (MYOR) dengan target harga Rp 2.200 dan hold saham PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) dengan target harga Rp 800.

Baca Juga: IHSG Anjlok, Asing Banyak Menadah Saham-saham Ini dalam Sepekan

Sementara itu, Ciptadana Sekuritas meningkatkan rating sektor barang konsumsi menjadi overweight dari sebelumnya netral. Rating ini didukung oleh ekspektasi melemahnya harga komoditas dan kemampuan perusahaan fast moving consumer goods (FMCG) untuk mengatasi inflasi.

Saham  ICBP menjadi pilihan seiring pricing power domestiknya yang kuat. Saham MYOR juga menjadi pilihan karena kemampuannya dalam melakukan hedging alami dalam hal menghadapi risiko valas.

Ciptadana Sekuritas merekomendasikan beli saham ICBP dengan target harga Rp 11.000 per saham dan beli saham MYOR dengan target harga Rp 2.100 per saham. Ciptadana Sekuritas juga merekomendasikan beli saham INDF dengan target harga Rp 7.500 per saham dan hold saham UNVR dengan target harga Rp 4.900 per saham.

“Risiko dari rekomendasi ini diantaranya penurunan dalam sentimen konsumen yang menyebabkan permintaan penjualan yang lebih rendah, kenaikan biaya operasional, serta depresiasi nilai tukar rupiah,” terang Chantika kepada Kontan.co.id, Jumat (14/10).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari