Begini Prospek Vale Indonesia (INCO) Usai Keputusan Divestasi 14% Saham ke MIND ID



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kelanjutan proses divestasi Sebagian saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) kepada holding pertambangan MIND ID kian jelas. MIND ID dan Vale Canada telah menyepakati besaran saham yang bakal dilepas dalam proses divestasi ini.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, Vale bakal melepaskan 14% sahamnya. Arifin menyebut, saat ini, proses diskusi untuk divestasi ini masih berkutat pada kesepakatan harga 14% saham tersebut.

Melansir data RTI, saat ini mayoritas saham INCO masih dipegang Vale Canada Limited (VCL) dengan porsi kepemilikan saham 43,79% atau setara 4,35 miliar saham.


Dengan porsi kepemilikan tersebut, VCL saat ini masih menjadi pengendali atas Vale Indonesia. Sementara itu, MIND ID saat ini memiliki kepemilikan 20% atau sebanyak 1,98 miliar. Sisanya dimiliki Sumitomo Metal Mining sebanyak 1,49 miliar atau setara 15,03%, dan kepemilikan publik sebesar 2,02 miliar atau setara 21,18%.

Kesepakatan mengenai divestasi 14% saham INCO kepada MIND ID membuat kepemilikan MIND ID di INCO menjadi sebesar 34%.

Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham yang Kena Rombak Indeks MSCI

Analis Samuel Sekuritas Indonesia Juan Harahap menyebut, hal ini sebagai katalis positif, meskipun INCO harus menyerahkan lebih banyak saham dari rencana awal yang hanya 11%.

Namun dengan divestasi ini, INCO kemungkinan besar tetap memegang kendali operasional penuh tambang Sorowako, yang menjamin terlaksananya rencana ekspansi.

Analis MNC Sekuritas Alif Ihsanario menyebut, berita divestasi ini berdampak pada tingginya arus keluar modal (outflow) asing dari saham INCO. Ini tercermin dari depresiasi harga saham INCO yang melemah 26% dalam 3 bulan terakhir.

Alif menyebut, saham INCO memiliki korelasi yang kuat dengan harga nikel London Metal Exchange (LME). Tren koreksi yang terlihat pada harga nikel dibarengi dengan koreksi harga saham INCO yang terjadi sejak Februari 2023. Fenomena ini mencerminkan ekspektasi pasar dari belum terlihatnya pemulihan ekonomi China  pasca pandemi

Ditambah, kondisi suku bunga global yang tinggi akan menghambat permintaan mobil,  khususnya segmen kendaraan listrik.  Suku bunga yang tinggi juga cenderung menghambat pengembangan infrastruktur energi baru terbarukan (EBT) karena tingginya suku bunga akan meningkatkan cost of fund.

Sehingga, tidak heran jika harga nikel terus menurun hingga menyentuh rata-rata 5 tahun di level US$ 17.900 per ton, yang menyiratkan potensi downside bagi saham INCO.

Adapun kinerja keuangan INCO berhasil tumbuh sepanjang periode sembilan bulan pertama 2023. Konstituen Indeks Kompas100 ini membukukan pendapatan senilai US$ 937,89 juta per kuartal III-2023. Realisasi ini naik 11,9% dari pendapatan di periode yang sama tahun lalu yang sebesar US$ 873,77 juta.

 
INCO Chart by TradingView

Pertumbuhan kinerja keuangan INCO terjadi di tengah lesunya harga nikel, di mana harga realisasi jual rata-rata alias average selling price (ASP) pada sembilan bulan pertama 2023 sebesar US$ 18.596 per ton, menurun sebesar 6% bila dibandingkan dengan harga realisasi rata-rata pada periode yang sama tahun lalu yakni US$ 19.703 per ton nikel.

Produsen nikel matte ini membukukan laba bersih senilai US$ 221,08 juta atau naik 31,29% dari posisi di periode yang sama tahun lalu sebesar US$168,38 juta.

Menurut Juan, laba bersih kumulatif INCO sejalan dengan ekspektasi Samuel Sekuritas dengan mencerminkan 73,2% dari estimasi. Sedangkan realisasi laba bersih INCO berada di atas estimasi konsensus yang mencerminkan 82,0% dari estimasi.

Juan menurunkan proyeksi laba INCO di tahun ini mengingat laba  bersih INCO di kuartal IV-2023 kemungkinan akan lebih rendah dibandingkan laba pada kuartal III-2023. Estimasi ini menimbang harga nikel LME telah anjlok sebesar 13,2% dari level pada kuartal III-2023 per 10 November 2023.

Juan memproyeksikan ASP Vale Indonesia akan turun 11,% secara kuartalan ke level US$ 14.000 per ton. Akibatnya, Juan memproyeksikan laba bersih INCO di tahun ini akan turun menjadi US$ 257 juta.

Sementara itu, Juan menurunkan asumsi harga nikel untuk 2024 menjadi US$ 18.500 per ton dari sebelumnya US$ 21.000 per ton seiring melimpahnya suplai, terutama dari Indonesia. “Oleh karena itu, kami menurunkan proyeksi laba bersih INCO di 2024 sebesar 29,0% menjadi US$ 195 juta,” kata Juan.

Baca Juga: Menghitung Kondisi MIND ID yang Berniat Ambil Alih Saham Vale Indonesia dan Freeport

Dengan demikian, Juan merekomendasikan hold saham INCO dengan target harga yang lebih rendah, yakni Rp 5.000 dari sebelumnya Rp 5.900 per saham.

Alif juga merekomendasikan hold saham INCO dengan target harga Rp 5.575 per saham. Sejumlah risiko utama atas rekomendasi ini meliputi tertundanya proyek yang sedang berjalan, ketidakstabilan harga batubara, dan terhambatnya kemajuan divestasi saham

Analis Indo Premier Sekuritas Ryan Winipta juga merekomendasikan hold saham INCO dengan target harga Rp 5.500. Menurut Ryan, harga divestasi saham INCO yang masing menggantung terus membebani harga saham, sehingga membatasi potensi upside sahamnya. Rekomendasi ini juga menimbang katalis yang terbatas terhadap harga nikel LME

Di sisi lain, valuasi saham INCO menurut Ryan sudah cukup mahal yakni dengan price to earnings (PE) 2023/2024 sebesar 15,5 kali /29,2 kali, dengan dibayangi risiko proses divestasi sahamnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari