KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) akan menggelar pertemuan pada 26 Juli sampai 27 Juli 2022. Federal Open Market Committee (FOMC) Meeting ini akan membahas mengenai kenaikan suku bunga Sebagai gambaran, The Fed telah menaikkan suku bunga acuannya sebesar 150 basis poin (bps) sepanjang semester pertama 2022. The Fed mulai menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps ke kisaran 0,25-0,5% pada Maret 2022 untuk meredam inflasi pangan dan energi di negeri Paman Sam tersebut. Pada Mei 2022, The Fed Kembali mengerek suku bunganya sebesar 50 bps ke kisaran 0,75%-1% seiring meningkatnya tekanan inflasi di AS. Berlanjut pada Juni 2022, The Fed kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 bps ke kisaran 1,5%-1,75%.
Analis Reliance Sekuritas Lukman Hakim mengatakan, saat ini para pelaku pasar berharap Inflasi dapat mereda, dengan ekspektasi inflasi pada bulan Juni lalu adalah titik tertingginya.
Baca Juga: Simak Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Perdagangan Senin (24/7) Dengan adanya harapan inflasi dapat melandai, membuat The Fed mengupayakan akan kembali memerangi inflasi setelah pada bulan lalu The Fed menaikkan
interest rate 75 bps. Saat ini para pelaku pasar berspekulasi Bank Sentral AS tersebut akan kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 bps di tengah geopolitik antara Rusia dan Ukraina. CEO Edvisor.id Praska Putrantyo juga mengatakan, The Fed diperkirakan akan menaikkan kembali suku bunga acuan di Juli ini. Hal ini mengingat laju inflasi tahunan AS per Juni 2022 menembus rekor baru kembali sebesar 9,1%. Angka inflasi ini sekaligus berada di atas ekspektasi karena kenaikan harga komoditas energi. Tak hanya itu, bank sentral Eropa atau European Central Bank (ECB) pun juga sudah memutuskan untuk menaikkan suku bunga 50 bps menjadi 0,5% setelah laju inflasi tahunan di sana melesat naik ke level 8,6% per Juni 2022. “Jika The Fed memutuskan kembali naik maka tentu akan membuat investor
wait and see. Sekaligus memberikan tekanan kembali di pasar saham dan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS,” kata Praska kepada Kontan.co.id, Minggu (24/7). Sementara Lukman menyebut, para pelaku pasar akan berspekulasi menjelang FOMC Meeting. Jika dilihat sepanjang pekan ini, indeks Dow Jones dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung mengalami kenaikan, sehingga membuat para pelaku pasar mengantisipasinya dengan mengambil posisi terlebih dahulu. Keputusan The Fed pada FOMC mendatang akan direspon oleh para pelaku pasar yang berujung pada kekhawatiran, sehingga dapat membuat
market lebih
volatile.
Baca Juga: IHSG Pekan Depan Diproyeksikan Bakal Menguat, Simak Deretan Sentimennya “Maka, investor dapat mengantisipasinya dengan aksi ambil untung (
taking profit) dari para pelaku pasar yang telah mengambil posisi pada pekan ini,” kata Lukman, Minggu (24/7). Selain FOMC, Lukman bilang, sentimen lain dari IHSG masih dipengaruhi oleh faktor eksternal terkait pelemahan ekonomi global dan kenaikan harga komoditas serta bahan mentah. Para investor juga masih akan menunggu rilis kinerja keuangan emiten pada kuartal kedua 2022, khususnya kinerja emiten perbankan yang memiliki porsi besar terhadap IHSG. Proyeksi dia, IHSG hingga akhir bulan ini dapat menyentuh level psikologis 7.000, seiring dengan IHSG yang mulai menjauh dari level
support-nya. “Namun yang perlu diperhatikan yakni secara teknikal IHSG membentuk
gap up,” sambung Lukman. Sementara menurut Praska, selain FOMC Meeting, di pekan depan IHSG juga akan dipengaruhi oleh sentimen rilis
gross domestic product (GDP) AS dan Uni Eropa, serta data indeks manufaktur di China. “IHSG diproyeksi akan bergerak di kisaran 6.722 - 6.969 dengan kecenderungan melemah,” ramal Praska. Adapun saham-saham yang bisa dicermati menurut Praska yakni
BBRI,
ANTM,
AALI, dan
PGAS. Sementara Lukman merekomendasikan saham-saham tambang logam ataupun saham-saham yang bersifat defensif di tengah pelemahan rupiah, sebut saja
HRUM,
INCO, dan
MDKA.
Baca Juga: IHSG Pekan Depan Diprediksi Menguat Terbatas, Simak Sentimen yang Perlu Dicermati Dalam risetnya tertanggal 21 Juli 2022, Helmy Kristanto,
Equity Research Division Head BRI Danareksa Sekuritas condong terhadap sektor-sektor dengan profitabilitas yang jelas, terutama pada sektor yang masih menghasilkan
earnings yang solid, diantaranya sektor perbankan, pertambangan batubara, peternakan unggas, dan telekomunikasi. Sebaliknya sektor konstruksi, properti, dan kawasan industri diproyeksi akan melaporkan pelemahan kinerja.
Oleh sebab itu, pilihan BRI Danareksa Sekuritas jatuh kepada emiten yang punya pasar domestik seperti sektor perbankan, barang konsumsi pokok, telekomunikasi, serta emiten yang berkutat di sektor ketahanan pangan dan energi, dengan saham pilihan utama (
top picks)
BMRI,
MYOR,
EXCL,
JSMR,
PTBA dan
JPFA.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi