Begini Proyeksi Pertumbuhan Kredit Bank BUMN di Tahun 2023



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tantangan perbankan tahun 2023 akan lebih berat dari tahun ini. Selain tantangan kenaikan suku bunga, bank juga harus mempersiapkan diri menghadapi normalisasi kebijakan restrukturisasi kredit.

Namun, sejumlah bank berbeda pandangan terkait prospek ekspansi kredit pada tahun depan. Bank yang lebih banyak bermain di segmen korporasi dan komersial memperkirakan pertumbuhan kredit di 2023 akan lebih rendah dari tahun ini. 

Sementara itu, bank yang punya fokus bisnis di segmen ritel dan UMKM justru masih optimistis laju ekspansi kredit mereka akan tumbuh lebih tinggi tahun depan.


Baca Juga: Bunga KPR Bakal Naik, Segera Manfaatkan Promo yang Masih Ditawarkan Bank

PT Bank Mandiri Tbk, salah satu bank yang memiliki bisnis inti di segmen wholesale, memproyeksikan pertumbuhan kredit tahun depan tidak akan setinggi 2022. Tahun ini, bank berkode saham BMRI ini membidik pertumbuhan 11%. Hingga Juli, sudah mencapai 11,4% secara tahunan.

Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin mengatakan, proyeksi itu didasarkan dengan faktor normalisasi restrukturisasi Covid-19 yang akan dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Ketika kebijakan yang berlaku hingga Maret 2023 dinormalkan, bank harus melakukan penyesuaian kolektabilitas terhadap kredit yang direstrukturisasi. Sementara saat ini, retrukturisasi kredit terdampak Covid-19 masuk dalam kategori lancar sehingga bank tidak melakukan pencadangan. 

Selain itu, terdapat tantangan makro ekonomi yakni keputusan kebijakan makro ekonomi bank sentral Amerika Serikat (AS) dan bank sentral Eropa yang kemudian direspon oleh Bank Indonesia (BI) dengan kenaikan suku bunga. 

"Perbankan ke depan harus mewaspadai perkembangan rasio kredit non performing loan (NPL) dan kecukupan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) pada kredit-kredit restrukturisasi Covid-19," kata Siddik, Kamis (15/9).

Bank Mandiri sudah mengantisipasi itu dengan melakukan pencadangan yang cukup besar. Hanya saja, pihaknya mengkhawatirkan bank-bank lain tidak melakukan hal serupa sehingga bisa berdampak pada industri dan mengganggu pertumbuhan ekonomi ke depan.

Baca Juga: BRI Proyeksi Kredit di Tahun Depan Tumbuh Lebih Tinggi

Berbeda, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) justru optimistis pertumbuhan kredit tahun 2023 masih akan lebih tinggi dari tahun ini yang ditargetkan tumbuh 9%-11%. 

Aestika Oryza Gunarto, Sekretaris Perusahaan BRI mengatakan pihaknya optimistis karena industri perbankan yang saat ini berada pada kinerja yang solid, memiliki likuiditas yang memadai, modal yang kuat dan kualitas kredit yang terjaga.

"Pendorong utama pertumbuhan kredit BRI masih pada segmen UMKM, utamanya segmen ultra mikro dan mikro yang di yakini dapat tumbuh double digit," kata Aestika. 

BRI juga sudah melakukan pencadangan yang cukup besar terhadap Non Performing Loan (NPL) yakni 266,3% pada akhir Juni 2022. 

Sebelumnya, Sunarso, Direktur Utama BRI mengatakan BRI saat ini memiliki tiga kekuatan untuk terus pertumbuhan bisnis dalam dua tiga tahun ke depan, yakni punya holding ultra mikro sebagai sumber pertumbuhan baru, memiliki modal kuat dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) 25%, serta punya likuiditas yang sangat longgar.

PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) juga memproyeksikan pertumbuhan kredit perseroan di sektor perumahan tahun 2023 akan lebih tinggi dari tahun ini. 

Haru Koesmahargyo, Direktur Utama BTN mengatakan pihaknya optimistis karena kebutuhan akan perumahan masih sangat besar. Ia menjelaskan permintaan bisa dipengaruhi oleh bunga kredit dan likuiditas. 

Dua aspek sudah diperhatikan BTN. Terkait likuiditas, perseroan sudah punya strategi untuk mengamankannya dalam jangka panjang lewat kerjasama partnership dengan lembaga atau korporasi dalam penyaluran Kredit Kepemilikan Rumah (KPR).

Baca Juga: Bos BTN Optimis Pertumbuhan Kredit Perumahan Tahun Depan Akan Lebih Tinggi

Selain melakukan kerjasama terkait penyaluran KPR subsidi yang merupakan program pemerintah, BTN juga melakukan kerjasama dengan lembaga lain seperti BPJS Ketenagakerjaan dan BP Tapera untuk menyalurkan KPR kepada pada penerima manfaat di masing-masing lembaga. 

"Partnership yang sudah berjalan saat ini ada Tapera dan BPJS Ketenagakerjaan. Nanti akan ada lagi kerjasama dengan lembaga-lembaga lain. Smema seperti ini mendatangkan manfaat bagi BTN dalam penyediaan likuiditas yang sepadan dengan umur KPR. Sehingga isu likuiditas sudah bisa kita tangani," jelas Haru.

Naik tidaknya suku bunga diakui Haru bisa mempengaruhi permintaan KPR. Namun, ia melihat pengaruhnya tidak besar selama daya beli masyarakat ada dan tidak terganggu. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi