KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kinerja bank berdasarkan modal inti (KBMI) 3 sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini kurang memuaskan. Sebagian besar bank di kelompok ini mencatatkan penurunan kinerja di tengah peningkatan beban bunga. Jika dilihat dari laporan kuartalan bank KBMI 3, lima bank tercatat mengalami penurunan laba bersih. Pertumbuhan laba hanya ditorehkan oleh Bank CIMB Niaga, Bank OCBC NISP, Bank Syariah Indonesia (BRIS), dan Bank Permata. PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) mencatatkan laba bersih senilai Rp 5,13 triliun hingga kuartal III 2024. Nilai tersebut tumbuh 4,7% secara tahunan atau
year on year (YoY) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang ada di Rp 4,95 triliun.
Baca Juga: Risiko Kredit Macet Tetap Mengintai Perbankan, Meski Rasio NPL Membaik Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan mengatakan, perolehan laba ini diiringi dengan penyaluran kredit yang naik 6,4% YoY menjadi Rp 218,6 triliun, terutama dari pertumbuhan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang naik 9,4 % YoY, diikuti oleh perbankan korporat yang tumbuh 7,1% YoY, dan Perbankan Konsumer meningkat 5,4% YoY. "Kenaikan tertinggi di kredit atau pembiayaan retail terutama dikontribusikan dari pertumbuhan Kredit Pemilikan Mobil (KPM) yang meningkat sebesar 18,2 persen YoY," kata Lani dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (2/11). Adapun PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) membukukan laba bersih sebesar Rp 5,11 triliun hingga kuartal-III 2024. Angka tersebut naik 21,60% apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Direktur Utama BSI Hery Gunardi mengatakan pencapaian tersebut tak lepas dari pertumbuhan bisnis yang sehat. Hingga kuartal-III 2024 pendapatan margin bagi hasil BSI mencapai sebesar Rp 18,41 triliun, tumbuh sebesar 1,98% YoY. Selain itu, indikator profitabilitas mengalami kenaikan dilihat dari
Return on Asset (ROA) yang mengalami kenaikan sebesar 12 basis poin
year to date mencapai sebesar 2,47% dan
Return on Equity atau ROE tercatat di level 17,59 persen, naik dari September 2023 di angka 16,85%.
Baca Juga: Kinerja Mobile Banking Bank KBMI 4 Melesat, Siapa Pemimpin Transaksi Tertinggi? "Dengan demikian BSI mampu membukukan laba bersih kuartal ketiga 2024 sebesar Rp 5,11 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 21,60% secara YoY," kata Hery. Sementara PT Bank OCBC NISP Tbk (OCBC) membukukan laba bersih Rp 3,82 triliun pada akhir September 2024, meningkat 25,24% YoY. Pertumbuhan laba bersih ini didorong oleh pendapatan bunga bersih (
net interest income/NII) yang naik sebesar 10,03% YoY menjadi Rp 8,12 triliun, seiring dengan penurunan beban cadangan kerugian penurunan nilai atas aset keuangan. Pertumbuhan kinerja ini juga didukung dari aksi korporasi perseroan yang telah mengakuisisi PT Bank Commonwealth (PTBC) pada Mei 2024. “Memasuki kuartal ketiga tahun ini, bank semakin tangguh dengan mencatatkan kinerja yang tumbuh secara konsisten. Pertumbuhan aset yang mencapai 16% dan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 8% mencerminkan kepercayaan nasabah yang semakin besar terhadap OCBC," ungkap Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur OCBC. PT Bank Permata Tbk. (BNLI) juga membukukan pertumbuhan laba bersih 30,1% YoY mencapai Rp2,8 triliun pada kuartal III-2024. Direktur Utama Bank Permata Meliza M. Rusli menyampaikan angka positif tersebut terutama didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit kepada segmen korporasi, komersil, dan konsumer. Kolaborasi dengan Bangkok Bank juga turut menyokong kinerja.
Baca Juga: Cermati Sektor-Sektor Menarik di Musim Laporan Keuangan Kuartal III 2024 “Penyaluran kredit yang dilakukan secara fokus dan konsisten dengan prinsip kehati-hatian menghasilkan pertumbuhan kredit sebesar 8,6% menjadi Rp150,8 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,” katanya. Adapun bank yang mengalami kontraksi laba, di antaranya Bank Danamon dengan penurunan sebesar 8,9%, Bank BTPN sebesar 4,7%, Bank Panin 19%, Maybank Indonesia 55,2%, dan Bank Mega sebesar 28,5%. Analis Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji menilai, pergerakan harga saham nya yang relatif liquid ada Bank Niaga, Bank Danamon, dan BRIS. "Kalau menurut saya dalam manfaatkan kondisi pergerakan harga, misalnya kalau BDMN kan sideways ya, primary trendnya. Tapi jika dalam keadaan bullish atau uptrend, memang saya melihat ada Bank CIMB Niaga, dan BRIS. Kalau sisanya untuk bank-bank lainnya memang harus ada tuntutan untuk melakukan aksi korporasi dalam rangka meningktkan likuiditas," ungkap Nafan kepdaa kontan.co.id, Minggu (3/11). Misalnya kata Nafan dengan melakukan rights issue, pendanaan, dan merger. Seperti merger yang dialami oleh NISP, dan Bank Commonwealth. Nafan melihat, untuk saham NISP memang sempat bullish, tapi bullishnya juga karena faktor merger. "Merger kan berakhir, jadi sentimennya juga berakhir," katanya. Lebih lanjut Nafan menjelaskan, terkait kinerja fundamentalnya semuanya tergantung bagaimana perbankan tersebut bisa mampu meningkatkan ekspansi bisnis. Baik itu dalam bentuk lendings maupun juga savings.
Baca Juga: Perbankan Berlomba Menggenjot Mobile Banking Juga secara umum, secara makro. Jika melihat tren penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia ke depan disebut Nafan akan terbuka lebar. Hal ini sering dengan adanya kebijakan bank sentral global dalam rangka menurunkan suku bunga acuan. "Paling ini diharapkan bisa mampu meningkatkan likuiditas. Dengan demikian maka bank-bank tersebut diharapkan bisa mampu menjalankan ekspansi bisnisnya. Dalam hal ini ekspansi kredit. Sehingga bisa memperkuat kinerja net interest margin ke depannya," imbuhnya.
Sementara, Investment Consultant Reliance Sekuritas Indonesia Reza Priyambada mengatakan, saham-saham bank lapis dua yang menarik dikoleksi jika melihat kinerja keuangannya yang positif di kuartal III di antaranya saham NISP, BNLI, BNGA, dan BRIS. Menurutnya, dengan fundamental yang kuat dan pertumbuhan yang konsisten, saham NISP memiliki prospek yang positif, sementara saham BNGA memiliki valuasi yang murah dengan Price Earning Ratio (PER) dan Price Book Value (PBV) yang masih di bawah rata-rata industri, menjadikannya pilihan yang menarik. "Adapun saham BNLI masih menarik untuk dipertimbangkan karena memiliki potensi untuk tumbuh lebih lanjut. Secara keseluruhan, meskipun beberapa bank mengalami penurunan laba, prospek saham bank lapis dua masih menarik karena valuasi yang relatif murah dan fundamental yang kuat," kata Reza. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .