KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja positif PT Bank Central Asia Tbk (
BBCA) diperkirakan terus berlanjut hingga akhir tahun 2024. Kinerja mumpuni BCA didukung solidnya pinjaman dan kualitas aset yang sehat. Head of Research RHB Sekuritas Indonesia Andrey Wijaya menilai, hasil BBCA pada kuartal kedua sudah sesuai dengan ekspektasi. BBCA utamanya memiliki keunggulan pada kredit waralaba yang kuat dan juga kualitas peminjam yang solid dengan kemampuan BBCA untuk menaikkan kembali suku bunga pinjaman sambil menjaga kualitas aset tetap utuh. “Meskipun valuasinya premium, kami percaya BBCA adalah salah satu opsi terbaik bagi mereka yang ingin tetap berinvestasi di sektor perbankan Indonesia di tengah ketidakpastian dan volatilitas saat ini, dan jika lingkungan suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka panjang berlanjut,” kata Andrey kepada Kontan.co.id, Rabu (28/8).
Andrey memaparkan, net profit BBCA sebesar Rp 14 triliun yang naik 9% qoq dan 11%yoy telah membawa Profit After Tax & Minority Interest (PATMI) alias laba bersih BCA menjadi Rp 26,9 triliun atau tumbuh 11% yoy di semester I-2024. Hasil ini mencapai 50% dari angka setahun penuh yang diproyeksikan RHB Sekuritas. Di tingkat bank, Return on Equity (ROE) BBCA pada semester I-2024 berada di 24,8% dibandingkan 23,5% pada 2023. Sementara itu, Capital Adequacy Ratio (CAR) alias rasio kecukupan modal Bank BCA masih solid di 27,8% pada kuartal kedua dibandingkan 26,3% pada akhir kuartal pertama 2024.
Baca Juga: Penyaluran Kredit Solid dan Aset Berkualitas, Intip Rekomendasi Saham BBCA Terlepas dari penurunan pada Non Interest Income (non-II) lainnya, tren pos secara umum positif. PPOP kuartal kedua naik 5% qoq dan 10% yoy berkat pertumbuhan Net Interest Income (NII) sekitar 1% qoq dan 8% YoY disertai opex yang lebih rendah -10% qoq dan datar secara tahunan. Selain itu, BBCA berada pada pengendalian biaya yang ketat dengan Cost to Income Ratio (CIR) konsolidasi 32,3% pada kuartal kedua dibandingkan 35,6% di kuartal pertama 2024 dan juga 34,3% di kuartal kedua 2023. Net Interest Margin (NIM) BBCA pun berkembang sekitar 20bps secara kuartalan seiring dengan inisiatif untuk memangkas suku bunga deposito berjangka sebelumnya, ditambah dengan pergeseran campuran aset, tetapi volume (aset penghasil bunga) tetap datar. Pertumbuhan laba bersih Bank BCA semakin didorong oleh biaya kredit atau Cost of Credit (CoC) konsolidasi yang lebih rendah sebesar 0,2% pada kuartal kedua daripada 0,5% di kuartal pertama 2024 dan 0,2% di kuartal kedua 2023. Andrey menuturkan, pertumbuhan pinjaman BBCA kuat dengan hasil kumulatif selama Januari-Juni 2024 sebesar Rp 849,694 triliun atau bertumbuh sekitar 15,5% yoy. Hasil ini telah melampaui panduan perusahaan di kisaran 8-10% dengan pendorongnya dari segmen konsumen, UKM, serta korporasi. “Permintaan pinjaman korporasi terutama untuk pinjaman investasi dari sektor-sektor seperti mineral, pembangkit listrik, transportasi dan logistik. Sementara itu, pinjaman komersial tetap stabil, mengingat sikap BBCA yang lebih berhati-hati terhadap segmen tersebut,” imbuh dia. Pertumbuhan simpanan Bank BCA juga mengikuti pertumbuhan pinjaman yakni tumbuh sekitar 5% yoy dengan Rasio dana murah atau Current Account Saving Account (CASA) naik 6% yoy, tetapi simpanan berjangka berkontraksi sebesar 2% YoY di semester I-2024.
Baca Juga: Insentif PPN DTP 100% Pembelian Rumah Berlaku Lagi, Akan Dongkrak Kredit Properti? Alhasil, CASA campuran konsolidasi BBCA secara umum stabil di level 81%, tetapi Loan to Deposit Ratio (LDR) naik lebih jauh menjadi 75,5% dari 74,6% pada kuartal pertama 2024 dan 68,7% pada kuartal kedua 2023. Dari sisi kualitas aset, Andrey menyoroti, pinjaman dengan perhatian khusus naik 6% qoq karena penurunan peringkat pada beberapa nama tekstil, komersial dan UKM. Sementara, kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) BBCA meningkat 16% qoq karena penurunan peringkat pada beberapa akun hipotek, UKM, dan komersial. Walaupun demikian, Loan at Risk (LAR) emiten grup Djarum ini turun sebesar 2% secara kuartalan karena perbaikan dalam buku yang direstrukturisasi. Dengan demikian, rasio LAR BBCA merosot lebih jauh menjadi 6,4% dari total pinjaman dari 6,6% pada Maret 2024 dan 8,7% pada Juni 2023. Sedangkan, cakupan LAR secara umum stabil pada 71,2% per akhir kuartal kedua 2024. Analis Binaartha Sekuritas Achmadi Hangradhika menambahkan, dari sisi kualitas aset BBCA sebenarnya menurun, namun masih pada tingkat yang sehat. Misalnya pada rasio kredit macet atau Non Perfoming Loan (NPL) khusus bank BBCA naik 30 basis poin secara tahunan mencapai 2,20%. Kenaikan ini didorong oleh peningkatan NPL di segmen komersial, UKM, dan konsumen. Dia memperkirakan bahwa pada akhir tahun 2024, rasio NPL khusus bank BBCA kemungkinan akan terus membaik menjadi 2,03%, meskipun masih lebih tinggi daripada level NPL di tahun 2023 lalu. Achmadi berujar, tren pertumbuhan laba bersih mencapai dua digit BBCA juga diproyeksi masih terus berlanjut. Seperti pada kuartal kedua 2024, laba bersih BBCA meningkat 11,10% menjadi Rp 26,88 triliun, dengan pertumbuhan tertinggi berasal dari laba bersih dari transaksi pada FVTPL yang melonjak sebesar 57,36% yoy. Selain itu, pendapatan bunga bersih atau Net Interest Income (NIM) BBCA tumbuh sebesar 7,88% yoy, mengarah pada peningkatan 30 bps secara tahunan dalam rasio NIM menjadi 5,80% per akhir kuartal kedua 2024. Dengan demikian, rasio NIM BBCA diproyeksikan akan menjadi 6,20% hingga akhir tahun. “Kami memperkirakan bahwa BBCA akan terus menghasilkan laba yang lebih di tahun 2024, dengan peningkatan yang diharapkan sebesar 14,75% YoY atau mencapai Rp 55,82 triliun,” ungkap Achmadi dalam riset 2 Agustus 2024.
Hingga bulan Juni, portofolio pinjaman konsolidasi BBCA mencapai Rp 849,31 triliun, mencerminkan pertumbuhan yang solid sebesar 15,41% YoY dan melampaui target pertumbuhan 9%-10% untuk tahun 2024. Pertumbuhan tertinggi berasal dari segmen pinjaman korporasi yang meningkat sebesar 19,20% yoy. Kemudian disusul oleh segmen pinjaman konsumen, komersial, dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Binaartha Sekuritas menyoroti bahwa pinjaman BBCA tetap solid terkhusus adanya komitmen kuat BBCA terhadap pembiayaan berkelanjutan atau Environmental, Social, and Governance (ESG). Ini tercermin dari pinjaman pembiayaan hijau BBCA bertumbuh sebesar 9,39% yoy. Secara rinci, pinjaman sumber daya alam & pemanfaatan lahan berkelanjutan menjadi kontributor utama yang mencakup 74% dari total pembiayaan hijau. Untuk pembiayaan Kendaraan Listrik (EV), pinjaman yang beredar mencapai Rp 1,47 triliun, hampir dua kali lipat dengan peningkatan 95,47% yoy. “Kami memperkirakan BBCA akan terus memperluas portofolio kreditnya sebesar 10,61% YoY menjadi Rp 896,38 triliun hingga Desember 2024, atau melampaui target yang ditetapkan perseroan,” tutur Achmadi.
Selain itu, Achmadi mengamati bahwa adanya kontribusi positif pula dari aplikasi seluler BBCA terhadap volume transaksi bank swasta tersebut. Kedua aplikasi tersebut adalah BCAmobile dan myBCA yang telah berdampak signifikan terhadap bisnis BBCA, dengan transaksi yang menunjukkan pertumbuhan 21% YoY, mencapai Rp17 miliar pada semester I-2024. Secara khusus, Mobile & Internet Banking tumbuh sebesar 24% YoY, mencapai Rp 14,8 miliar, dengan nilai tumbuh sebesar 12% YoY ke level Rp 13.265 triliun, dan jumlah penggunanya mencapai 31 juta. Dengan berbagai faktor tersebut, Achmadi mempertahankan rekomendasi
Buy untuk BBCA dengan target harga sebesar Rp 11.625 per saham. Andrey juga masih mempertahankan rekomendasi
Buy untuk BBCA dengan target harga ditingkatkan menjadi Rp 12.060 per saham dari sebelumnya Rp 11.100 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari