KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Sarana Menara Nusantara Tbk (
TOWR) melalui entitas usahanya, PT iForte Solusi Infotek (iForte) akan mengakuisisi 90,11% saham dalam PT Inti Bangun Sejahtera Tbk (
IBST). Melansir keterbukaan informasi, iForte bakal mengambil alih kurang lebih 90,11% saham IBST dari total modal yang disetor dan ditempatkan dalam IBST yang dimiliki oleh PT Bakti Taruna Sejati sebagai pemegang saham mayoritas IBST dan beberapa pemegang saham minoritas lainnya. “Setelah penyelesaian transaksi tersebut, iForte akan menjadi pengendali baru IBST,” ujar Sekretaris Perusahaan TOWR Monalisa Irawan dalam keterbukaan informasi.
Rencana pengambilalihan tersebut dilakukan melalui proses tender/lelang yang diadakan oleh IBST, dan PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) sebagai anak perusahaan TOWR turut berpartisipasi dan terpilih sebagai pemenang (preferred bidder). Setelah terpilih sebagai pemenang dari tender/lelang, Protelindo kemudian menunjuk iForte, yang merupakan anak perusahaan, untuk bertindak sebagai pembeli pada Rencana Pengambilalihan.
Baca Juga: Sarana Menara Nusantara (TOWR) Bakal Akuisisi Inti Bangun Sejahtera (IBST) Monalisa memaparkan, tujuan dari pengambilalihan ini adalah untuk pengembangan usaha serta memperluas jaringan usaha dalam rangka memperkuat posisi bisnis grup iForter di bidang digital infrastruktur telekomunikasi. “Informasi atau fakta material yang diungkapkan tidak memiliki dampak negatif terhadap kegiatan operasional, hukum, kondisi keuangan, atau kelangsungan usaha Perseroan,” paparnya. Hingga saat ini, total nilai transaksi di antara TOWR dan IBST belum diumumkan. Investment Analyst Stockbit Theodorus Melvin mengatakan, sebelumnya, IBST gencar dikabarkan akan diakuisisi oleh PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (
MTEL). Pada Maret 2024, Direktur Investasi MTEL Hendra Purnama, mengatakan bahwa pihaknya berencana mengakuisisi IBST dengan dana Rp 2,1 triliun. ”Per tahun 2023, IBST memiliki 17.239 km serat optik di fiber to the building (FTTB), fiber to the home (FTTH), dan fiber to the tower (FTTT), bersama dengan 3.234 menara telekomunikasi,” ujarnya dalam riset yang diterima Kontan, Rabu (5/6). Head of Investment Nawasena Abhipraya Investama, Kiswoyo Adi Joe mengatakan, aksi akuisisi ini merupakan langkah yang bagus untuk memperkuat kinerja TOWR. Untuk perusahaan menara telekomunikasi melakukan pengembangan sendiri, akan memakan waktu yang lebih lama. Sebab, belum tentu ada pelanggan yang akan menggunakan jasa dari menara yang dibangun. “Sementara, kalau melakukan akuisisi, menara yang terbangun sudah ada pelanggannya. Tujuannya ini memang untuk pengembangan usaha,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (5/6).
Terkait apakah aksi ini akan menguntungkan, masih akan tergantung dari nilai transaksi yang disepakati apakah harga akuisisi IBST premium atau tidak. Sebab, hal itu bisa berpengaruh pada kinerja dari TOWR ke depannya. Menurut hitungan Kiswoyo, akan menguntungkan atau tidaknya akuisisi ini bagi TOWR, bisa dilihat dari nilai transaksi pembelian dibagi dengan jumlah menara dan jumlah pelanggan yang dibeli. “Tapi, ini baru bisa dilihat saat nilai transaksinya diumumkan. Saat ini pasar juga masih menunggu pengumuman soal harga,” paparnya. Kiswoyo melihat, kinerja TOWR saat ini memang cenderung stagnan, meskipun mencatatkan kenaikan di kuartal I 2024. Pendapatan TOWR sebanyak ke Rp 3,04 triliun di kuartal I 2024, naik tipis dari pendapatan Rp 2,86 triliun di periode sama tahun lalu. Sementara, laba bersih TOWR tercatat sebesar Rp 797,38 miliar per akhir Maret 2024, naik tipis dari Rp 752,43 miliar di periode sama tahun lalu. Jika TOWR ingin stabil mencatatkan kenaikan pendapatan, Perseroan harus memperluas jaringan untuk menambah jumlah menara dan pelanggan secara berkelanjutan. Masalahnya, pelanggan telekomunikasi saat ini sudah terbatas. Jadi, satu-satunya cara hanya dengan cara memperluas jaringan. Apalagi, kontrak TOWR dan pelanggannya memiliki jangka waktu yang panjang. Di sisi lain, Kiswoyo melihat, Starlink tidak akan menjadi pesaing bisnis TOWR karena pangsa pasar yang berbeda. Pangsa pasar Starlink adalah untuk pengguna di daerah terdepan, terjauh, dan tertinggal (3T). Sementara, TOWR memiliki pangsa pasar untuk pengguna di wilayah perkotaan. “Di wilayah perkotaan, masyarakat masih pakai fiber optic karena lebih stabil jaringannya dan harganya jauh lebih murah,” tuturnya. Isu tersebut sayangnya belum mempengaruhi pergerakan saham TOWR secara signifikan, mengingat nilai transaksi akuisisi belum dipublikasikan. Industri menara telekomunikasi juga dinilai Kiswoyo berada di masa senja, karena jumlah pengguna ponsel sudah lebih banyak dari jumlah penduduk. Artinya, pertambahan pengguna tidak akan terlalu tinggi ke depannya.
Baca Juga: Starlink Beroperasi di Indonesia, Kinerja Sarana Menara (TOWR) Diramal Tetap Tumbuh “Aksi merger PT XL Axiata Tbk (
EXCL) dan PT Smartfren Telecon Tbk (
FREN) juga harus diperhatikan dampaknya ke kinerja TOWR usai akuisisi IBST, apakah akan ada potensi tumpang tindih jaringan atau tidak,” paparnya. Kiswoyo merekomendasikan buy on weakness untuk TOWR dengan target harga Rp 900 - Rp 1.000 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari