KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) mengungkapkan adanya dugaan penyimpangan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2024 yang dianggap tidak sejalan dengan mandat Undang-undang No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Sebagaimana diketahui, pemerintah telah menerbitkan aturan pelaksana untuk UU No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yaitu PP No 28 Tahun 2024, yang mulai berlaku sejak 26 Juli 2024. Ketua Umum GAPPRI, Henry Najoan, menjelaskan bahwa penyimpangan tersebut terjadi karena Pasal 152 Ayat (1) mengamanatkan pengaturan pengamanan zat adiktif berupa produk tembakau melalui Peraturan Pemerintah.
Ayat (2) juga mengatur lebih lanjut mengenai rokok elektronik, yang menurutnya seharusnya diatur secara terpisah dari rokok konvensional karena memiliki ekosistem yang berbeda. Henry menegaskan bahwa penggunaan frasa "diatur dengan Peraturan Pemerintah" dalam Pasal 152 memiliki amanat yang jelas, sehingga rokok konvensional dan rokok elektronik semestinya diatur dalam peraturan yang berbeda. Namun, PP 28/2024 justru menggabungkan keduanya dalam satu aturan yang luas cakupannya.
Baca Juga: Kemenkeu Pastikan Larangan Penjualan Rokok Eceran Tidak Ganggu Setoran ke Negara “Ruang lingkup PP 28/2024 ini lebih banyak mengatur bisnis rokok dan tembakau yang meliputi iklan, promosi, sponsor, tar dan nikotin, penjualan rokok, dan lain-lain. Artinya, isi PP tersebut mengatur banyak soal di luar bidang kesehatan. Hal ini jelas bahwa PP 28/2024 ini melampaui kewenangannya (over authority),” tegas Henry Najoan, dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan, Rabu (31/07). Lebih lanjut, Henry menyatakan bahwa PP 28/2024 bukanlah peraturan yang melindungi kesehatan, karena tidak ada satu pun pasal di dalamnya yang secara langsung mengacu pada upaya peningkatan kesehatan masyarakat. Sebaliknya, ia melihat aturan ini lebih condong ke arah perdagangan dan diduga disusupi agenda asing yang berpotensi merugikan industri tembakau nasional. Adapun Bagian Kedua Puluh Satu dari PP 28/2024, yang mengatur tentang Pengamanan Zat Adiktif, mencakup Pasal 429-463. Beberapa poin penting di dalamnya antara lain adalah larangan penggunaan bahan tambahan, batasan kadar tar dan nikotin di setiap batang rokok, larangan penjualan rokok secara eceran, serta pembatasan penjualan rokok di radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Selain itu, terdapat pula larangan penjualan produk tembakau kepada orang yang berusia di bawah 21 tahun. PP ini juga menetapkan perubahan ukuran gambar peringatan kesehatan di kemasan rokok menjadi 50% dari sebelumnya 40%, serta perubahan waktu iklan di media penyiaran dari pukul 21.30-05.00 menjadi 22.00-05.00. Menurut Henry, terbitnya PP 28/2024 dapat menyebabkan industri hasil tembakau (IHT) legal menghadapi tantangan berat, bahkan berpotensi gulung tikar karena banyaknya aturan baru yang bersifat restriktif.
Baca Juga: Aturan Pelaksana UU Kesehatan Terbit, Penjualan Rokok Eceran Dilarang Ia juga mengkhawatirkan bahwa PP ini dapat mematikan industri rokok kretek kelas menengah ke bawah, serta mencurigai adanya gerakan dari pihak asing yang ingin menguasai pasar rokok dalam negeri. Sebelum adanya PP 28/2024, IHT legal sudah mengalami kesulitan akibat kebijakan fiskal yang dinilai eksesif. Sejak tahun 2020, tarif cukai hasil tembakau selalu naik dua digit, sementara di saat yang sama, IHT legal tertekan oleh dampak pandemi Covid-19 dan situasi global yang tidak pasti.
Hal ini tercermin dari realisasi penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) yang tidak mencapai target, serta penurunan produksi rokok. “Dengan terbitnya PP 28/2024, tentu akan membuat IHT legal gulung tikar. IHT legal akan semakin berat jika harus memenuhi ketentuan dari PP tersebut, seperti perubahan kemasan, bahan baku, yang cost-nya sangat besar, pengaturannya juga semakin ketat," ungkapnya. "Walaupun demikan peraturan tersebut sudah disahkan, maka kami akan mematuhinya," tutup Henry. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .