KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) masih menjadi industri prioritas penopang ekonomi nasional dengan kontribusi ekspor senilai US$ 5,76 miliar menyerap tenaga kerja hingga 3,87 juta orang. Kinerja industri TPT tahun 2020-2024 sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pandemi Covid-19, kondisi geopolitik dan ekonomi dunia seperti perang Rusia-Ukraina, inflasi di Amerika Serikat dan Uni Eropa, serta perang dagang Amerika Serikat dan China. Menghadapi tantangan melemahnya kinerja industri TPT akibat situasi global yang mempengaruhi permintaan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memiliki tiga strategi pemulihan industri tekstil yang ditopang oleh tiga komponen utama. Pertama, menciptakan sumber daya manusia (SDM) industri yang mampu membaca arah desain produk yang kompetitif dan inovatif. Kedua, mendukung ketersediaan bahan baku dan keseimbangan industri hulu-antara-hilir yang berdaya saing. Baca Juga: Sektor Ketenagakerjaan Era Jokowi Hadapi Tantangan di Periode Kedua “Ketiga, menghidupkan kembali industri permesinan tekstil dalam negeri yang dapat mendorong peningkatan produktivitas dan efisiensi industri TPT nasional untuk menghadapi persaingan pasar global,” ujar Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kemenperin Reni Yanita dalam siaran pers, Sabtu (31/8). Ia menambahkan, solusi atas permasalahan jangka pendek industri TPT yang bisa diupayakan antara lain pemberantasan impor ilegal dan impor pakaian bekas hingga pengawasan penjualan produk tersebut di marketplace dan media sosial, implementasi kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada sektor industri TPT, serta aktif mengenakan instrument tariff barrier dan non-tariff barrier sebagai perlindungan industri TPT dalam negeri. Selain itu, program restrukturisasi mesin/peralatan TPT juga memiliki dampak positif terhadap efisiensi proses dan peningkatan produktivitas. Pada tahun 2024 ini, Kemenperin memperluas cakupan industri dan penambahan anggaran Program Restrukturisasi Mesin/Peralatan TPT. Upaya selanjutnya untuk memperkuat daya saing industri TPT dijalankan oleh Badan Standardisasi dan Kebijakan Industri (BSKJI) Kemenperin dengan melaksanakan berbagai kegiatan pembinaan industri, salah satunya dalam bentuk Forum Komunikasi yang diselenggarakan di Bandung beberapa waktu lalu. Kegiatan yang dihadiri oleh sekitar 150 stakeholder yang mewakili ekosistem industri TPT tersebut membahas strategi peningkatan daya saing dan menciptakan peluang-peluang baru yang mampu menembus pasar global. Dalam kesempatan itu, Kepala BSKJI Kemenperin Andi Rizaldi mengingatkan, masih banyak potensi peluang yang dapat dimanfaatkan oleh industri TPT. Potensi besar yang dimaksud sesungguhnya adalah pasar dalam negeri yang besar, yang seharusnya mampu mendongkrak pembelian produk tekstil dan pakaian jadi di dalam negeri. Kebijakan pemberlakuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada belanja barang dan jasa pemerintah telah memberikan hasil signifikan. Pada tahun 2024, anggaran belanja modal dan belanja barang pada APBN dan APBD mencapai Rp 1.223,37 triliun. Angka ini adalah peluang pasar bagi industri TPT yang harus dimanfaatkan. Tidak sampai di situ, dalam Masterplan Ekonomi Syariah, regulasi pemberlakuan sertifikasi Halal Barang Gunaan secara wajib di bulan Oktober 2026 akan membuka peluang pasar yang cukup tinggi pada segmentasi pasar Muslim. “Indonesia adalah negara dengan penduduk beragama Islam terbesar kedua di dunia, sehingga pemenuhan kebutuhan sandang dan barang gunaan lain yang tertelusur kehalalannya tentu akan menjadi pilihan utama umat Muslim,” jelasnya. BSKJI Kemenperin juga aktif merumuskan Standar Industri Hijau untuk menjamin mutu serta pemenuhan persyaratan isu global. Implementasi prinsip-prinsip industri hijau pada dasarnya mengarahkan industri TPT pada ekosistem keberlanjutan, atau ekonomi sirkular, yang merupakan tren standar komoditas ekspor ke mancanegara. Andi menilai, pelaku industri perlu mengetahui standar-standar industri yang harus dipenuhi untuk syarat ekspor khususnya yang berhubungan dengan isu ekonomi sirkular. "Diversifikasi produk industri dari rantai ekonomi sirkular ini akan menjadi potensi bisnis yang luar biasa,” imbuh dia. Dengan adanya perubahan perilaku konsumen dan berbagai isu global, tentu cara pandang pemerintah harus beradaptasi dengan lincah. Begitu pula dengan Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Tekstil (BBSPJIT), unit kerja BSKJI yang menciptakan kembali layanan jasa industri yang terkoneksi dengan berbagai kebijakan dan regulasi lintas Kementerian/Lembaga, serta menjadi pusat layanan Solusi terintegrasi sebagai rantai ekosistem terakhir yang mengantarkan industri TPT ke dalam kancah persaingan global. Kepala BBSPJIT Cahyadi menyampaikan, dengan bertransformasi menjadi Badan Layanan Umum, pihaknya akan selalu menjadi mitra strategis bagi industri TPT nasional untuk mencapai keunggulan kompetitif. “Kami berkomitmen untuk menjadi pusat layanan informasi dan solusi bagi industri TPT, memperkuat koneksi dan kolaborasi lintas kelembagaan, serta menjaga industri meraih kompetensi dan daya saing melalui pendampingan teknis,” ungkapnya. Berbagai layanan baru BBSPJIT yang kini dapat dimanfaatkan industri TPT. Di antaranya lembaga inspeksi teknis, sertifikasi halal barang gunaan, audit energi, verifikasi TKDN, verifikasi kemampuan industri, serta fasilitas testbed meltspinning untuk pengembangan serat sintetik baik dari virgin polimer maupun serat daur ulang. Baca Juga: Pilkada Bisa Dongkrak Kinerja Manufaktur
Begini Strategi Kemenperin Menyelamatkan Industri Tekstil dan Produk Tekstil Nasional
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) masih menjadi industri prioritas penopang ekonomi nasional dengan kontribusi ekspor senilai US$ 5,76 miliar menyerap tenaga kerja hingga 3,87 juta orang. Kinerja industri TPT tahun 2020-2024 sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pandemi Covid-19, kondisi geopolitik dan ekonomi dunia seperti perang Rusia-Ukraina, inflasi di Amerika Serikat dan Uni Eropa, serta perang dagang Amerika Serikat dan China. Menghadapi tantangan melemahnya kinerja industri TPT akibat situasi global yang mempengaruhi permintaan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memiliki tiga strategi pemulihan industri tekstil yang ditopang oleh tiga komponen utama. Pertama, menciptakan sumber daya manusia (SDM) industri yang mampu membaca arah desain produk yang kompetitif dan inovatif. Kedua, mendukung ketersediaan bahan baku dan keseimbangan industri hulu-antara-hilir yang berdaya saing. Baca Juga: Sektor Ketenagakerjaan Era Jokowi Hadapi Tantangan di Periode Kedua “Ketiga, menghidupkan kembali industri permesinan tekstil dalam negeri yang dapat mendorong peningkatan produktivitas dan efisiensi industri TPT nasional untuk menghadapi persaingan pasar global,” ujar Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kemenperin Reni Yanita dalam siaran pers, Sabtu (31/8). Ia menambahkan, solusi atas permasalahan jangka pendek industri TPT yang bisa diupayakan antara lain pemberantasan impor ilegal dan impor pakaian bekas hingga pengawasan penjualan produk tersebut di marketplace dan media sosial, implementasi kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada sektor industri TPT, serta aktif mengenakan instrument tariff barrier dan non-tariff barrier sebagai perlindungan industri TPT dalam negeri. Selain itu, program restrukturisasi mesin/peralatan TPT juga memiliki dampak positif terhadap efisiensi proses dan peningkatan produktivitas. Pada tahun 2024 ini, Kemenperin memperluas cakupan industri dan penambahan anggaran Program Restrukturisasi Mesin/Peralatan TPT. Upaya selanjutnya untuk memperkuat daya saing industri TPT dijalankan oleh Badan Standardisasi dan Kebijakan Industri (BSKJI) Kemenperin dengan melaksanakan berbagai kegiatan pembinaan industri, salah satunya dalam bentuk Forum Komunikasi yang diselenggarakan di Bandung beberapa waktu lalu. Kegiatan yang dihadiri oleh sekitar 150 stakeholder yang mewakili ekosistem industri TPT tersebut membahas strategi peningkatan daya saing dan menciptakan peluang-peluang baru yang mampu menembus pasar global. Dalam kesempatan itu, Kepala BSKJI Kemenperin Andi Rizaldi mengingatkan, masih banyak potensi peluang yang dapat dimanfaatkan oleh industri TPT. Potensi besar yang dimaksud sesungguhnya adalah pasar dalam negeri yang besar, yang seharusnya mampu mendongkrak pembelian produk tekstil dan pakaian jadi di dalam negeri. Kebijakan pemberlakuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada belanja barang dan jasa pemerintah telah memberikan hasil signifikan. Pada tahun 2024, anggaran belanja modal dan belanja barang pada APBN dan APBD mencapai Rp 1.223,37 triliun. Angka ini adalah peluang pasar bagi industri TPT yang harus dimanfaatkan. Tidak sampai di situ, dalam Masterplan Ekonomi Syariah, regulasi pemberlakuan sertifikasi Halal Barang Gunaan secara wajib di bulan Oktober 2026 akan membuka peluang pasar yang cukup tinggi pada segmentasi pasar Muslim. “Indonesia adalah negara dengan penduduk beragama Islam terbesar kedua di dunia, sehingga pemenuhan kebutuhan sandang dan barang gunaan lain yang tertelusur kehalalannya tentu akan menjadi pilihan utama umat Muslim,” jelasnya. BSKJI Kemenperin juga aktif merumuskan Standar Industri Hijau untuk menjamin mutu serta pemenuhan persyaratan isu global. Implementasi prinsip-prinsip industri hijau pada dasarnya mengarahkan industri TPT pada ekosistem keberlanjutan, atau ekonomi sirkular, yang merupakan tren standar komoditas ekspor ke mancanegara. Andi menilai, pelaku industri perlu mengetahui standar-standar industri yang harus dipenuhi untuk syarat ekspor khususnya yang berhubungan dengan isu ekonomi sirkular. "Diversifikasi produk industri dari rantai ekonomi sirkular ini akan menjadi potensi bisnis yang luar biasa,” imbuh dia. Dengan adanya perubahan perilaku konsumen dan berbagai isu global, tentu cara pandang pemerintah harus beradaptasi dengan lincah. Begitu pula dengan Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Tekstil (BBSPJIT), unit kerja BSKJI yang menciptakan kembali layanan jasa industri yang terkoneksi dengan berbagai kebijakan dan regulasi lintas Kementerian/Lembaga, serta menjadi pusat layanan Solusi terintegrasi sebagai rantai ekosistem terakhir yang mengantarkan industri TPT ke dalam kancah persaingan global. Kepala BBSPJIT Cahyadi menyampaikan, dengan bertransformasi menjadi Badan Layanan Umum, pihaknya akan selalu menjadi mitra strategis bagi industri TPT nasional untuk mencapai keunggulan kompetitif. “Kami berkomitmen untuk menjadi pusat layanan informasi dan solusi bagi industri TPT, memperkuat koneksi dan kolaborasi lintas kelembagaan, serta menjaga industri meraih kompetensi dan daya saing melalui pendampingan teknis,” ungkapnya. Berbagai layanan baru BBSPJIT yang kini dapat dimanfaatkan industri TPT. Di antaranya lembaga inspeksi teknis, sertifikasi halal barang gunaan, audit energi, verifikasi TKDN, verifikasi kemampuan industri, serta fasilitas testbed meltspinning untuk pengembangan serat sintetik baik dari virgin polimer maupun serat daur ulang. Baca Juga: Pilkada Bisa Dongkrak Kinerja Manufaktur