KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja reksadana pendapatan tetap dalam 10 bulan pertama di tahun ini jauh dari kata maksimal. Dalam periode tersebut, kinerjanya yang tercermin dari Infovesta 90 Fixed Income Fund Index baru mencatatkan kenaikan sebesar 2,96%. Nyatanya, beberapa manajer investasi masih mampu mencatatkan pengelolaan produk yang apik dan optimal sehingga bisa menggungli
benchmark tersebut. Salah satu reksadana pendapatan tetap tersebut adalah Sucorinvest Stable Fund milik Sucorinvest Asset Management. Produk tersebut berhasil mencatat kenaikan 7,65% sepanjang 10 bulan pertama di tahun ini. Perolehan tersebut sekaligus mengantarkan Sucorinvest Stable Fund sebagai produk reksadana pendapatan tetap dengan kinerja terbaik pada periode tersebut.
Baca Juga: Perbanyak obligasi korporasi jadi kunci reksadana Panin AM ungguli benchmark Head of Fixed Income Sucorinvest Asset Management Dimas Yusuf menuturkan, tahun ini memang cukup menantang bagi pasar obligasi, khususnya obligasi negara seiring cukup tingginya volatilitas yang terjadi. Namun, di satu sisi, kinerja obligasi korporasi justru cenderung bagus dan stabil. “Oleh karena itu, strategi pengelolaan kami adalah dengan
overweight pada obligasi korporasi dan meningkatkan porsinya di reksadana pendapatan tetap. Apalagi, kupon yang diberikan obligasi korporasi juga lebih besar dibandingkan obligasi negara,” kata Dimas kepada Kontan.co.id, Jumat (5/11). Adapun, jika merujuk
fund fact sheet Sucorinvest Stable Fund per 30 September, lima alokasi efek terbesar pada reksadana ini adalah obligasi korporasi milik INKP, ISAT, SMMF, WSKT, dan deposito milik Bank Negara Indonesia.
Baca Juga: Dirut Samuel Asset Management: Fokus Literasi dan Edukasi Investor Dimas mengungkapkan, sejauh ini kinerja Sucorinvest Stable Fund sudah melebihi target. Pihaknya menargetkan imbal hasil reksadana pendapatan tetap berada di kisaran 6,5%-7%. Sering dengan hal tersebut, ia pun mengungkapkan strategi yang diterapkan Sucorinvest AM adalah dengan menjaga
return yang sudah didapat serta memanfaatkan pembagian kupon ke depan. Sembari menambah porsi obligasi korporasi jika memang terdapat obligasi korporasi yang menarik. Dimas memperkirakan strategi serupa masih akan diterapkan pada tahun depan seiring kondisi pasar obligasi yang belum akan banyak berubah. Namun, ketika di pengujung 2022 terlihat ada indikasi perubahan kondisi pasar, pihaknya juga akan turut mengubah strategi pengelolaan produknya.
Baca Juga: Ashmore (AMOR) akan membagikan dividen total Rp 67,78 miliar, catat jadwalnya “Untuk tahun depan, pasar saham sepertinya akan jauh lebih diminati dan jadi incaran para pelaku pasar di tengah pemulihan ekonomi. Ditambah lagi, Amerika Serikat juga akan menaikkan suku bunga acuan dan berpotensi membuat yield US Treasury mengalami kenaikan,” imbuhnya.
Namun, dia meyakini, dengan fundamental Indonesia yang saat ini terus membaik, data ekonomi juga mulai pulih, rupiah dalam tren menguat, seharusnya
spread antara SBN acuan 10 tahun dengan US Treasury tidak terlalu melebar, atau mungkin dapat sedikit turun. Secara umum, dia memperkirakan pasar obligasi masih akan menantang dan baru memiliki outlook yang positif pada 2023. “Bagi investor dengan
time horizon pendek, bisa pertimbangkan pilih reksadana pendapatan tetap yang porsi obligasi korporasinya besar. Tapi dengan
time horizon panjang, semisal 3 tahun ke atas, reksadana pendapatan tetap berbasis SBN bisa jadi pilihan paling menarik,” tutup Dimas.
Baca Juga: Ekonomi Membaik, Investasi Obligasi Korporasi Lebih Menarik Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati