Begini Tanggapan Pelaku Usaha Terkait Perubahan Formula HBA



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah kembali mengubah formula Harga Batubara Acuan (HBA) melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 227.K/MB.01/MEM.B/2023 tentang Pedoman Penetapan Harga Patokan Untuk Penjualan Komoditas Batubara.

Dalam beleid terbaru ini, formula HBA akan mengombinasikan 70% harga batubara bulan sebelumnya dan 30% harga batubara pada dua bulan sebelumnya.

Staf Khusus Menteri ESDM Irwandy Arif mengungkapkan, perubahan ini dilakukan guna memfasilitasi permintaan pelaku usaha dimana formula sebelumnya dinilai masih menciptakan gap atau jarak antara harga HBA dengan harga riil di pasar.


"Pokoknya nanti fungsi dari harga 1 bulan sebelumnya aja, kalau dulu kan fungsi dari dua bulan sebelumnya. Jadi ditampung aspirasi industri yang mengatakan bedanya masih jauh," terang Irwandy, Jumat (18/8) di Kementerian ESDM.

Menanggapi revisi formula HBA ini, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengungkapkan, perubahan ini memberikan dampak positif pada beberapa jenis kualitas batubara.

Baca Juga: Terbitkan Regulasi Baru, Pemerintah Kembali Revisi Formula Harga Batubara Acuan (HBA)

"Makin mendekati harga jual aktual atau harga pasar meskipun masih ada disparitas," kata Hendra kepada Kontan, Senin (21/8).

Hendra menjelaskan, dalam regulasi terbaru, pemerintah turut memuat perhitungan untuk kategori HBA III untuk nilai kalori 3.400 kcal/kg GAR. Dengan ini maka kualitas batubara kalori rendah yang jumlahnya cukup besar dapat terakomodir.

Meski demikian, gap disparitas harga dinilai masih terjadi untuk kalori tinggi. "Masih terdapat gap yang cukup besar untuk kualitas batubara dikalori GAR 6.322," terang Hendra.

Hendra menambahkan, pihaknya berharap pemerintah senantiasa terbuka untuk melakukan perbaikan terhadap formula HBA.

Menurutnya, perbaikan formula HBA merupakan bentuk dukungan yang amat diharapkan pelaku usaha terlebih dalam tren penurunan harga komoditas saat ini.

Perubahan formula HBA diyakini bakal membantu perusahaan batubara bertahan di era transisi energi dimana beban kewajiban keuangan maupun perpajakan diklaim makin meningkat. Di sisi lain, perusahaan kian sulit mendapatkan pendanaan.

Hendra menjelaskan, gap atau disparitas harga antara HBA dengan harga jual di pasar akan memberikan dampak pada tarif royalti yang harus dibayarkan pelaku usaha.

Baca Juga: HBA Masuk dalam Formula Penyesuaian Tarif Listrik, Angin Segar Bagi Energi Terbarukan

Hendra mencontohkan, jika sebuah perusahaan dikenakan tarif royalti sebesar 5% maka ketika harga riil batubara sebesar US$ 100 per ton maka tarif royalti yang harus dibayarkan sebesar US$ 5 per ton. Akan tetapi jika HBA jauh lebih tinggi semisal mencapai US$ 150 per ton, maka sesuai ketentuan, yang digunakan adalah harga yang tertinggi.

Dengan demikian, tarif royalti yang harus dibayarkan pun merupakan besaran 5% dari harga tertinggi.

"Tarifnya sih tetap 5%, tapi kalau dihitung-hitung, dia akan bayar lebih tinggi dari tarif seharusnya," ungkap Hendra.

Untuk itu, Hendra memastikan, formula HBA yang mendekati harga riil merupakan kunci untuk menjaga agar beban pelaku usaha tidak kian berat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .