Begini Tips Berinvestasi ala Dirut Elitery (ELIT)



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenal dengan instrumen investasi menjadi kunci penting berinvestasi bagi seorang Kresna Adiprawira. Pria yang saat ini menjabat sebagai Direktur Utama PT Data Sinergitama Jaya Tbk (ELIT) ini menaruh 75% dana portofolionya dalam bentuk penempatan dana di PT Gratus Deo Indonesia (GDI). GDI merupakan pemegang saham pengendali ELIT.

“Saya berinvestasi di sesuatu yang bisa saya manage. Artinya, sukses atau tidaknya investasi saya tergantung kinerja saya sendiri,” kata Kresna kepada Kontan.co.id. Pengalaman Kresna berkarir di dunia teknologi yang sudah cukup lama membuat dia yakin untuk menempatkan sebagian besar dananya di perusahaan pemegang mayoritas saham ELIT tersebut.

Kresna meyakini prospek sektor teknologi, khususnya cloud computing, masih cukup menjanjikan. Dia menyebut terdapat tren pergeseran penggunaan data center fisik menjadi virtual. Saat ini banyak perusahaan dan lembaga pemerintahan yang bermigrasi menggunakan cloud. Salah satu pendorongnya adalah faktor efisiensi dalam berinovasi.


Baca Juga: Begini Target Bisnis Elitery (ELIT) Usai IPO

Bisnis cloud pun cukup menjanjikan. Terbukti, sebagian besar laba bersih dari perusahaan skala besar seperti Microsoft, Google, hingga Amazon berasal dari  bisnis cloud. “Mereka saat ini sudah berinvestasi besar-besaran di Indonesia. Mereka melihat pangsa pasar cloud di Indonesia sudah besar dan ke depannya akan banyak yang memakai,” tutur pria asal Jawa Barat ini.

Sebanyak 25% portofolio Kresna berbentuk properti. Awal mula perkenalannya dengan properti dimulai ketika dia berkuliah dan merintis karir di Amerika Serikat (AS) pada tahun 1999. Pemerintah AS kala itu memberikan keringanan pajak terhadap masyarakat yang mengambil kredit pemilikan rumah (KPR), dimana bunga KPR akan dipakai sebagai pengurang pajak masyarakat.

Dengan stimulus ini, Kresna mantap untuk mengambil rumah dengan pertimbangan dirinya sudah berpenghasilan dan masih lajang. “Di Amerika Serikat kala itu mudah sekali untuk mendapat KPR. Down Payment (DP) 0%, hanya langsung bayar cicilan,” tutur Kresna.

Hitungan dia, cicilan KPR kala itu hanya sedikit lebih mahal dibanding harus membayar sewa. Saat itulah awal mula dirinya mulai berinvestasi di instrumen properti. Pada saat itu pasar real estate memang sedang digandrungi.

Baca Juga: Yuk Intip Strategi Investasi 60/40 di Tahun Kelinci Air ala DBS Indonesia

Bagai mendapat durian runtuh, setahun setelah menempati rumah pertamanya, ada kenaikan harga properti yang cukup tinggi, yakni hampir 40%. Momentum ini langsung dimanfaatkan Kresna untuk merealisasikan keuntungan dan membeli rumah yang lebih besar.

Kresna juga melebarkan sayap investasi propertinya ke Indonesia, yakni dengan mencicil apartemen yang baru dibangun. “Daripada uang habis tidak keruan akhirnya saya pakai cicil rumah di AS dan membeli apartemen di Indonesia,” terang Kresna.

Dalam berinvestasi properti, Kresna memasang sikap oportunis, yakni langsung merealisasikan atau menjual asetnya ketika ada kenaikan harga. Sebab, return dari investasi properti hanya bisa dinikmati apabila unitnya sudah dijual. Jika tidak, keuntungan yang dihasilkan hanya berupa unrealized profit saja, belum ada realisasinya.

Cuan berkali lipat sudah pernah Kresna rasakan. Misalkan, ketika dia membeli dan membangun rumah di Kawasan Pondok Indah dengan harga yang cukup fantastis. Ternyata, ada pihak yang menawar dengan harga yang lebih tinggi.

Dukanya, Kresna sering berpindah-pindah rumah. “Setiap tiga tahun sekali sering pindah-pindah. Namun saat ini tidak semua unit properti dijual, ada juga yang disewakan,” kata bapak tiga orang anak ini. Kresna pun berusaha istikamah dalam berinvestasi. Dia mengalokasikan 30% sampai 40% dari pendapatannya sebulan untuk diinvestasikan.

Baca Juga: Bahlil Jamin Investor Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara Tak Akan Rugi

Sempat menjajal kripto

Kresna juga sempat menjajal instrumen investasi lain, salah satunya aset kripto. Namun, Kresna mengaku tidak terlalu lama berkecimpung di aset kripto mengingat volatilitasnya yang tinggi. Kresna mengaku sempat masuk ke instrumen Ethereum yang saat itu sedang digandrungi. Dia masuk ketika harga satu Ethereum masih di level US$ 3.300. Harga kripto ini sempat naik ke level US$ 4.400. Namun bak roller coaster, harga koin tersebut tiba-tiba ambruk dengan cepat.

Kresna pun melakukan jual rugi (cut loss) di harga yang cukup rendah. “Dari sana saya paham kalau instrumen ini terlalu volatile,” kata dia.  Ke depan, pria yang meraih gelar sarjana finance dari Arizona State University ini mengaku tertarik untuk berinvestasi di instrumen lain, dua di antaranya adalah emas dan saham.

Sudah berkecimpung lama di dunia properti, Kresna membagikan tips berinvestasi di sektor ini. Instrumen yang dipilih harus disesuaikan dengan tujuan masing-masing. Jika untuk  mendapatkan passive income, Kresna menyarankan agar memilih unit atau apartemen. Namun, jika bertujuan untuk mencari apresiasi harga dengan lanskap waktu jangka panjang,  investor bisa memilih jenis rumah tapak atau landed house

Landed house jika mencari apresiasi harga. Itu pun jangka panjang, tidak bisa dua atau tiga tahun. Apalagi kemarin baru saja ada pandemi, pasar properti landed house sempat stagnan selama pandemi,” tutup Kresna.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati