KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski di tengah tren suku bunga tinggi, kenaikan suku bunga kredit industri bank masih bergerak lambat. Bahkan, suku bunga perbankan di tanah air cukup kompetitif dibandingkan luar negeri. Sebagai gambaran, suku bunga dasar kredit (SBDK) kredit pemilikan rumah (KPR) empat bank besar di Indonesia berkisar 7,20% hingga 7,25%. Adapun KPR DBS Singapura 7,20%, Lalu Commonwealth Bank of Australia 7,55%, dan Citigroup di Amerika Serikat sebesar 6,25%. Bank Indonesia (BI) mencatatkan suku bunga deposito 1 bulan pada November 2022 tercatat 3,72% atau meningkat 83 bps dibandingkan dengan level Juli 2022. Sementara suku bunga kredit November 2022 tercatat 9,11% atau meningkat 17 bps dibandingkan dengan level Juli 2022.
Artinya, laju kenaikan suku bunga kredit masih jauh di bawah kenaikan suku bunga deposito sejak BI mengetatkan kebijakan demi mengendalikan inflasi. Tren kenaikan suku bunga acuan yang masih akan berlanjut di 2023, membuka potensi suku bunga kredit bisa meningkat.
Baca Juga: Tahun Kebangkitan Kinerja Perbankan Akan tetapi, Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut saat ini inflasi sudah mulai terkendali dan ingin tetap mendorong pemulihan ekonomi. Oleh sebab itu, regulator tidak ingin kenaikan rate diikuti dengan kenaikan suku bunga kredit yang berlebihan. Sebab, alasan BI menaikkan suku bunga acuan bukan karena likuiditas di perbankan yang ketat. Namun, untuk mengendalikan inflasi dan mendorong kenaikan imbal hasil surat berharga negara. Tujuannya, agar dana asing kembali masuk ke tanah air sehingga rupiah tetap menguat. “Karena itu kami mempertahankan dan memastikan likuiditas di perbankan tetap longgar. Kami pastikan likuiditas lebih dari memadai bagi perbankan untuk menyalurkan kredit tanpa harus menaikkan suku bunga kredit,” ujar Perry belum lama ini. Ia menyebut saat ini likuiditas perbankan masih longgar tercermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) mencapai 30,42% pada November 2022. Guna memastikan ketersediaan likuiditas di tahun depan, BI memberikan insentif GWM. Perry menyatakan akan mempertahankan GWM di level 9% namun memberikan insentif bagi bank yang gencar menyalurkan kredit. Secara keseluruhan insentif baru ini, menambah likuiditas pada perbankan sekitar Rp 118 triliun Insentif GWM ini BI berikan kepada bank yang menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas yang belum pulih, Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan kredit hijau, Relaksasi ini akan berlaku sejak 1 April 2023. Adapun Direktur Konsumer Bank BRI Handayani menyatakan kenaikan suku bunga memang menjadi tantangan bagi perbankan di 2023. Sebab akan meningkatkan biaya dana bagi perbankan. “Namun, kita harus menyesuaikan, namun tidak serta merta menaikkan suku bunga pinjaman. Oleh sebab itu, kita akan mempertahankan biaya dana tadi melalui dana murah. Kami mempertimbangkan ada sedikit kenaikan suku bunga kredit konsumer tahun depan, tapi tidak secara agresif dengan tetap melihat portofolionya,” ujar Handayani kepada KONTAN beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Aset Kelolaan Industri Bank Kustodian Turun 7,29% Per November, Ini Sebabnya Presiden Direktur Bank CIMB Niaga Lani Darmawan menyatakan dengan kenaikan suku bunga acuan diikuti penyesuaian oleh suku bunga simpanan. Maka, suku bunga kredit juga akan naik. Namun, bank akan tetap memperkuat dana murah guna mempertahankan suku bunga kredit yang tetap kompetitif.
Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rudi As Aturridha menyatakan dalam merespon kenaikan suku bunga acuan, akan melakukan kajian potensi penyesuaian suku bunga simpanan dengan mempertimbangkan kondisi likuiditas pasar. Juga struktur biaya dana, respon dari bank lain serta dampak terhadap peningkatan suku bunga kredit. “Suku bunga dasar kredit (SBDK) Bank Mandiri akan mengikuti kondisi pasar dengan memperhatikan tingkat suku bunga acuan, kondisi likuiditas bank dan tingkat kompetisi dengan bank lain. Selama tahun 2022 SBDK Bank Mandiri cukup kompetitif jika dibandingkan dengan Bank Himbara,” tuturnya. Ia menyatakan Bank Mandiri tetap berupaya menjaga tingkat biaya bunga yang optimal. Tujuannya untuk mendukung kestabilan tingkat suku bunga kredit yang disalurkan ke masyarakat dan menjaga pertumbuhan kredit serta profitabilitas ke depan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi