KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kondisi suku bunga tinggi disinyalir merupakan penyebab lesunya pertumbuhan dana kelolaan industri reksadana. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berharap tekanan suku bunga berkurang yang dapat menyegarkan kembali aliran investasi ke reksadana. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai Asset Under Management (AUM) pengelolaan investasi per 29 Desember 2023 tercatat sebesar Rp 824,73 triliun, dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana tercatat sebesar Rp 501,46 triliun. Selama tahun 2023, NAB reksadana menurun 0,67%ytd, namun masih mencatatkan net subscription sebesar Rp 8,98 triliun. Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek OJK Yunita Linda Sari mencermati, dana kelolaan reksadana sebenarnya cukup stabil di tahun lalu, meski terjadi pelambatan. Hal itu tidak terlepas dari beberapa faktor yang menghambat aliran investasi ke reksadna.
Baca Juga: Ekspektasi Bunga Turun Angkat Reksadana Pendapatan Tetap Yunita menjelaskan, dana kelolaan reksadana dipengaruhi oleh kinerja dari
underlying asset reksadana itu sendiri seperti saham dan obligasi. Dari sisi investor, juga terdapat keterbatasan investor institusi untuk berinvestasi di reksadana. “Kondisi ini disebabkan karena volatilitas pasar dan respon masyarakat/investor yang masih cenderung
wait and see atas investasi,” ungkap Yunita kepada Kontan.co.id belum lama ini. Yunita melanjutkan, pertumbuhan dana kelolaan reksadana yang lambat turut disebabkan oleh tingginya tingkat suku bunga yang telah berlangsung sejak tahun 2022. Ditambah lagi, penyerapan dana masyarakat lebih banyak masuk ke obligasi ritel yang ditawarkan oleh pemerintah. Selain itu, dana kelolaan tidak cukup bertambah banyak karena tidak adanya lagi insentif perpajakan. Hal tersebut seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2021 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi Yang Diterima. Yunita memaparkan, selama tahun 2023, OJK mencatat bahwa dana kelolaan reksadana jenis saham, reksadana indeks, serta pasar uang terpantau mengalami tekanan. Sedangkan, reksadana dengan jenis ETF, pendapatan tetap, campuran ataupun terproteksi cenderung menunjukkan pertumbuhan dana kelolaan. “Kondisi ini tentunya dipengaruhi berbagai faktor, tidak terbatas pada kenaikan tingkat suku bunga saja. Meski faktor suku bunga tetap membuat reksadana dengan basis efek pendapatan tetap menjadi lebih menarik,” jelas Yunita. Yunita menuturkan, OJK terus mencermati kondisi proyeksi pertumbuhan ekonomi di 2024. Ekonomi global yang diperkirakan melambat di tahun 2024 akan menjadi perhatian, sejalan dengan masih lesunya konsumsi dan investasi dari Cina.
Baca Juga: Simak Tips Maksimalkan Untung dari Reksadana Pendapatan Tetap Sementara itu, dari domestik, perekonomian Indonesia diperkirakan tetap bertumbuh stabil di 5% pada 2024 dengan tingkat inflasi diproyeksikan berada pada rentang target sebesar 2,5%. Hal itu berdasarkan proyeksi International Monetary Fund (IMF) atas ekonomi Indonesia. Yunita berujar, Pemilihan Umum (Pemilu) di tahun 2024 merupakan faktor yang meningkatkan volatilitas di pasar modal tanah air. Berdasarkan pergerakan pasar saham Indonesia pada 3 pemilu terdahulu, dampak pemilu pada Pasar Modal tidak dapat terprediksi secara pasti. Namun demikian, kepastian hasil pemilu umumnya direspon positif dan berpotensi terjadi kenaikan di pasar. Oleh karena itu, beberapa langkah akan ditempuh OJK untuk menghimpun lebih banyak dana kelolaan industri reksadana. Upaya-upaya ini sejalan dengan kondisi perkembangan AUM dan NAB produk investasi di tahun 2023, serta mempertimbangkan kondisi perekonomian global maupun domestik ke depan. Yunita menuturkan, OJK akan terus mengembangkan produk reksadana dan alternatif produk lainnya guna memberikan pilihan investasi yang menarik bagi investor. Salah satu wujudnya yaitu mengkaji perluasan instrumen investasi sebagai
underlying reksadana khususnya yang berbasis instrumen pasar uang. OJK akan berkoordinasi dengan asosiasi di industri pengelolaan investasi untuk dapat terus menggiatkan kegiatan sosialisasi agar memperbesar basis investor reksadana, baik investor institusi maupun perorangan (ritel). Selama tahun 2023, OJK mencatat terdapat peningkatan sekitar 9,86% jumlah reksadana efektif menjadi 156 reksadana dari 142 reksadana pada tahun 2022.
Baca Juga: Dana Kelolaan Reksadana Bisa Tumbuh 5% Tahun Ini Dari sisi suplai, Yunita bilang, produk investasi reksadana yang ditawarkan tetap tumbuh positif. OJK juga terbuka dengan usulan pengembangan fitur ataupun jenis produk investasi dengan terus berkoordinasi dengan asosiasi di industri pengelolaan investasi dan pasar modal. OJK juga akan terus melakukan harmonisasi ketentuan antar sektor terutama bidang perbankan & IKNB untuk meningkatkan peluang investor institusi berinvestasi di reksadana, salah satunya harmonisasi kebijakan dan investasi dalam kaitannya kedepannya dimungkinkan pendirian DPLK oleh Manajer Investasi (MI). Selain itu, OJK akan menindaklanjuti implementasi UUPPSK antara lain penyusunan regulasi yang mendukung penerapan
fund on fund pada Reksadana. Kemudian, penerapan ranking – rating reksadana dan Manajer Investasi. Serta, penataan industri dan efisiensi kegiatan usaha Manajer Investasi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .