KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Energi panas bumi adalah salah satu dari tulang punggung penyuplai energi nasional di masa depan. Dengan potensi lebih dari 23,9 gigawatt (GW), Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan potensi panas bumi terbesar di dunia. Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) pun menargetkan kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) mencapai 7.000 megawatt (MW) pada tahun 2025. Selain itu, pemerintah juga tetap berkomitmen untuk mencapai target 23% energi baru dan terbarukan (EBT) pada bauran energi tahun 2025.
Baca Juga: Kurangi energi fosil, Bank Dunia minta Indonesia beralih ke energi terbarukan Guna mengakselerasi pembangunan PLTP, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut, pemerintah terus melakukan terobosan-terobosan inovasi dengan menyediakan berbagai kemudahan bagi kontraktor di sektor panas bumi. Kemudahan yang diberikan antara lain dengan penerbitan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi. Aturan ini mengatur pembangunan PLTP agar dapat dilaksanakan di area hutan produksi, hutan lindung, dan hutan konservasi. “Selain itu, kami juga mengimbau kontraktor panas bumi untuk melakukan program kesejahteraan masyarakat dan Corporate Social Responsibility (CSR), serta mendorong pemerintah daerah untuk memaksimalkan penggunaan pendapatan daerah dari bonus produksi," tutur Arifin dalam siaran pers di situs Kementerian ESDM, Rabu (9/9). Pemerintah juga menggalakkan pembangunan panas bumi berbasis regional melalui program Flores Geothermal Island (FGI). Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan listrik di Pulau Flores yang bersumber dari energi panas bumi sekaligus mengoptimalisasi pemanfaatan tidak langsung. “Nantinya program ini juga akan diaplikasikan di daerah lain, setelah FGI berjalan dengan baik," lanjut Arifin. Untuk menarik investasi di sektor panas bumi, pemerintah menyediakan berbagai insentif di bidang fiskal, seperti
tax allowance, pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta bea masuk impor.
Baca Juga: Minta beralih ke EBT, Bank Dunia soroti ketergantungan pada energi berbasis fosil Lalu, untuk mengurangi risiko kontraktor, pemerintah juga menginisiasi skema pembangunan PLTP yang mana proses pengeboran dilakukan pemerintah. Saat ini, pemerintah juga sedang menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk meregulasi kembali harga energi terbarukan. "Ini dilakukan untuk menarik investasi di sektor EBT, termasuk pada pengembangan panas bumi," jelas Arifin. Sebagaimana diketahui, sejalan dengan RUEN, bauran energi dari EBT ditargetkan mencapai 23% pada tahun 2025. Dalam hal ini, konsumsi energi per kapita di Indonesia dapat mencapai 1,4
ton of oil equivalent (ToE) dan konsumsi listrik per kapita sebanyak 2.500 kWh. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto