JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih bersiap melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak atau tax amnesty. Hari ini, giliran Komisi XI DPR memanggil sejumlah pengusaha untuk memberikan masukan terkait pembahasan RUU tersebut. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Suryadi Sasmita mengusulkan agar dana-dana repatriasi dari luar negeri nantinya, lebih baik dimasukkan sebagai modal bagi ekspansi sektor riil, bukan dimasukkan dalam instrumen obligasi pemerintah. Dengan begitu, dana repatriasi dapat lebih menggerakkan roda perekonomian dalam negeri. Suryadi mengatakan, Apindo telah melakukan survei terhadap 10.000 pengusaha yang mana sebagian besar pengusaha sangat antusias terhadap kebijakan tersebut. Dari survei itu, Apindo menghitung, dalam jangka pendek pemerintah akan menerima tambahan penerimaan Rp 50 triliun-Rp 100 triliun. Dalam jangka panjang, penerimaan tersebut bisa bertambah hingga menjadi Rp 1.000 triliun dan jika diletakkan sebagai modal ekspansi bisnis sektor riil, uang yang bergulir bertambah hingga dua kali lipat. "Maka penjualan bisa meningkat, sehingga dalam dua tahun saja bisa menambah PPN Rp 200 triliun per tahun. Ini kesempatan," kata Suryadi saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Komisi XI dengan pengusaha, Selasa (19/4). President Commissioner PT CIMB Principal Asset Management Albertus Banunaek yang juga merupakan perwakilan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) mengatakan, pemilik dana yang berada di luar negeri bukanlah kalangan pengusaha, melainkan mantan pejabat. Albertus juga mengusulkan, kebijakan pengampunan pajak tersebut tak hanya menghapus pidana pajak, melainkan juga pidana umum. "Karena banyak pidana selain perpajakan," kata Albertus. Ia juga mengusulkan, penerapan kebijakan tax amnesty dilakukan hingga September 2018, dekat dengan pemberlakuan kesepakatan negara-negara G20 yaitu Automatic Exchange of Information (AEoI). Sementara itu, setelah penerapan tax amnesty tersebut, revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) diperlukan untuk pengadministrasian data-data dari pengampunan tersebut. Sementara itu, Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Tax Center Ajib Hamdani mengusulkan, agar penerapan kebijakan tax amnesty lebih memperhatikan manfaat kebijakan tersebut bagi usaha kecil menengah (UKM). Sebab menurut Ajib, sektor UKM selama ini berusaha menjalankan bisnis dan patuh dalam hal perpajakan. Berbeda dengan pihak-pihak yang sengaja meletakan asetnya di luar negeri demi menghindari pajak. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Begini usulan pengusaha untuk tax amnesty
JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih bersiap melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak atau tax amnesty. Hari ini, giliran Komisi XI DPR memanggil sejumlah pengusaha untuk memberikan masukan terkait pembahasan RUU tersebut. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Suryadi Sasmita mengusulkan agar dana-dana repatriasi dari luar negeri nantinya, lebih baik dimasukkan sebagai modal bagi ekspansi sektor riil, bukan dimasukkan dalam instrumen obligasi pemerintah. Dengan begitu, dana repatriasi dapat lebih menggerakkan roda perekonomian dalam negeri. Suryadi mengatakan, Apindo telah melakukan survei terhadap 10.000 pengusaha yang mana sebagian besar pengusaha sangat antusias terhadap kebijakan tersebut. Dari survei itu, Apindo menghitung, dalam jangka pendek pemerintah akan menerima tambahan penerimaan Rp 50 triliun-Rp 100 triliun. Dalam jangka panjang, penerimaan tersebut bisa bertambah hingga menjadi Rp 1.000 triliun dan jika diletakkan sebagai modal ekspansi bisnis sektor riil, uang yang bergulir bertambah hingga dua kali lipat. "Maka penjualan bisa meningkat, sehingga dalam dua tahun saja bisa menambah PPN Rp 200 triliun per tahun. Ini kesempatan," kata Suryadi saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Komisi XI dengan pengusaha, Selasa (19/4). President Commissioner PT CIMB Principal Asset Management Albertus Banunaek yang juga merupakan perwakilan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) mengatakan, pemilik dana yang berada di luar negeri bukanlah kalangan pengusaha, melainkan mantan pejabat. Albertus juga mengusulkan, kebijakan pengampunan pajak tersebut tak hanya menghapus pidana pajak, melainkan juga pidana umum. "Karena banyak pidana selain perpajakan," kata Albertus. Ia juga mengusulkan, penerapan kebijakan tax amnesty dilakukan hingga September 2018, dekat dengan pemberlakuan kesepakatan negara-negara G20 yaitu Automatic Exchange of Information (AEoI). Sementara itu, setelah penerapan tax amnesty tersebut, revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) diperlukan untuk pengadministrasian data-data dari pengampunan tersebut. Sementara itu, Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Tax Center Ajib Hamdani mengusulkan, agar penerapan kebijakan tax amnesty lebih memperhatikan manfaat kebijakan tersebut bagi usaha kecil menengah (UKM). Sebab menurut Ajib, sektor UKM selama ini berusaha menjalankan bisnis dan patuh dalam hal perpajakan. Berbeda dengan pihak-pihak yang sengaja meletakan asetnya di luar negeri demi menghindari pajak. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News