Jenis usaha apa pun pasti memiliki risiko. Salah satu risiko terbesar dari sebuah usaha adalah force majeur atau kejadian di luar dugaan. Untuk menekan potensi risiko itu, Anda tidak cukup hanya mengandalkan kepiawaian berbisnis. Anda juga perlu mentransfer risiko usaha kepada polis asuransi.Semua jenis usaha niscaya menyimpan risiko. Buktinya, tak sedikit pelaku usaha yang terkena dampak dari risiko berbisnis. Yang paling sering adalah gulung tikar alias bangkrut. Dampak itu pula yang acap menjadi momok menakutkan bagi calon pelaku usaha.Fatchur Rozi, pengusaha sandal merek Imucu di Surabaya, Jawa Timur, mengatakan, sebuah usaha tidak bisa luput dari risiko. Saat memutuskan terjun ke dunia usaha, Anda harus siap secara mental kehilangan aset pribadi. "Ketika siap untuk kaya, Anda juga harus siap miskin. Karena, dalam menjalankan usaha, aset pribadi bisa terjual untuk menutupi semua kebutuhan usaha," katanya.Ya, menjalankan usaha tidak segampang membalikkan telapak tangan. Semua perencanaan yang sudah Anda siapkan di atas kertas bisa berubah 360 derajat dalam pelaksanaannya. Sebab, dalam menjalankan usaha, pebisnis harus menyiapkan semuanya dari nol. Untuk usaha skala menengah, misalnya, persiapannya mulai dari mencari tempat usaha, men-setting pabrik, menyiapkan listrik dan telekomunikasi pabrik, mencari karyawan, dan membuka jaringan pemasaran. Jika sudah memutuskan untuk berbisnis, Anda harus siap melakukan semuanya sendiri.Eric Kadarman, pemilik waralaba Burger Blenger, menambahkan bahwa saat sebuah usaha sudah mulai berjalan, risiko awal juga siap menanti. Salah satunya adalah kesulitan mencari pelanggan untuk membesarkan usaha. Apalagi, jika produk yang dijual sangat tergantung pada selera lidah konsumen. Contoh, bisnis kuliner.Usaha di bidang kuliner mengacu kepada kualitas makanan yang Anda buat. Agar kualitasnya terjaga, makanan yang Anda bikin harus habis terjual dalam sehari. Nah, ini salah satu risiko berbisnis kuliner. Kalau tidak habis, makanan harus dibuang karena kualitasnya sudah tidak bagus. Tapi, "Banyak orang tidak mau berisiko rugi. Makanya, makanan yang tidak habis dijual lagi keesokan hari," ujar Eric.Cuma, untuk mengurangi risiko seperti itu, seharusnya pelaku usaha menghitung dengan jeli berapa banyak makanan yang akan habis terjual dalam sehari. Dengan begitu, jangan semata-mata mengejar keuntungan, Anda memproduksi makanan secara berlebihan. Alhasil, bukannya untung yang datang, malah buntung.Menekan marginMenurut Eric, risiko yang juga pelaku usaha kuliner hadapi ialah fluktuasi harga bahan bakar dan bahan baku makanan. Ambil contoh, harga gas yang terus merangkak naik. Dua tahun lalu, harga gas isi 50 kilogram (kg) masih berkisar Rp 200.000. Tapi sekarang harganya sudah Rp 600.000.Begitu juga bahan baku seperti daging, harganya melambung tinggi. Akibat kebijakan pemerintah mengurangi impor, stok daging menjadi langka dan harganya pun mahal di pasaran. Harga bahan baku sayuran juga naik. Bawang bombai, misalnya. Dua tahun lalu harga bawang bombai satu bal ukuran 20 kg hanya Rp 80.000. Kini harganya Rp 400.000 per bal.Untuk mengantisipasi risiko itu, Eric bilang, pelaku usaha harus menekan margin agar tetap bisa bertahan. Kalau menaikkan harga di luar kemampuan konsumen, dampaknya dagangan tidak laku. Yang terpenting dalam menjalankan usaha adalah bagaimana cara pandang Anda terhadap konsumen. "Anda harus jeli apa yang mereka mau dan seperti apa kemampuannya," imbuh dia.Risza Bambang, perencana keuangan dari One Shildt Financial Planning, menjelaskan, risiko usaha memang bisa bermacam-macam. Contohnya, risiko salah memilih lokasi usaha, pemasaran, pengelolaan usaha, force majeur, penetapan harga produk, pencatatan keuangan, persaingan usaha, keamanan, serta kehilangan key person atau orang yang menjadi kunci sukses usaha.Hanya, salah satu risiko terbesar dari sebuah usaha adalah force majeur. Ini adalah risiko yang terjadi akibat adanya kejadian dari luar usaha dengan tiba-tiba dan mempunyai dampak yang besar. Misalnya, bencana alam, perubahan regulasi, kerusuhan, dan teroris.Cara efektif untuk mengurangi risiko, Risza menuturkan, dengan mengelola risiko tersebut dengan sebaik-baiknya. Contoh, dengan membuat perencanaan bisnis yang matang, proyeksi keuangan usaha minimal dalam tiga tahun ke depan (pemasukan dan pengeluaran), memiliki pengalaman di bidang usaha yang dijalani, memahami sense of business, punya jiwa dan pola pikir wirausahawan, serta mengerti kondisi pesaing, pasar, dan pemasok produk yang dijual. "Usaha juga perlu asuransi, lo," katanya yang juga berbisnis sewa rumah.Ikut asuransiJika probabilitas terjadinya risiko force majeur, keamanan, dan risiko kehilangan key person cukup besar sehingga bisa mengakibatkan usaha hancur, maka perlu mengalihkan risiko dengan asuransi. Metode penghitungannya dengan mengkalkulasi besarnya kerugian risiko tersebut. "Risiko keamanan dan force majeur hanya bisa dikelola dengan pengalihan risiko kepada asuransi kerugian atau umum. Sedang risiko kehilangan key person akibat musibah hanya bisa ditanggulangi asuransi jiwa, kesehatan, dan kecelakaan," imbuh Risza.Eko Endarto, perencana keuangan Finansia Consulting, menambahkan, untuk mengatasi pelbagai risiko bisnis, calon pengusaha harus memiliki rencana bisnis yang matang. Caranya: pertama, bisa dimulai dari mengidentifikasi kelebihan dan kekuatan usaha yang akan Anda jalankan dibandingkan dengan melakoni jenis bisnis lain.Kedua, menginventarisasi kelemahan-kelemahan yang ada di usaha itu, sehingga Anda bisa meminimalisir kelemahan dari bisnis tersebut. Ketiga, melihat kesempatan apa saja yang bisa dikembangkan dari usaha Anda. Keempat, menginventarisasi tantangan yang ada dalam usaha Anda. "Jangan buru-buru terjun ke bisnis. Setelah mengukur kekuatan dan kelemahan bisnis yang akan dijalankan, Anda bisa memulai bisnis," saran Eko.Untuk menekan kerugian, Anda juga bisa mengalihkan risiko usaha melalui asuransi. Pertimbangan mengasuransikan usaha adalah untuk mengganti penghasilan Anda dari usaha jika mengalami kondisi force majeur. Tapi yang diasuransikan bukan usahanya, melainkan aset usaha. Terutama, jika lokasi usaha ada di daerah yang rawan kebakaran.Eko mengingatkan, fungsi utama asuransi bukan sebagai tambahan aset usaha, tapi sebagai tameng atas kemungkinan hilangnya aset usaha Anda karena terjadinya risiko. Pun begitu, sebelum memutuskan membeli polis asuransi usaha, sebaiknya Anda melihat terlebih dahulu potensi penghasilan usaha itu. Katakanlah, penghasilan bisnis Anda Rp 10 juta sebulan. Maka, hitunglah uang pertanggungan asuransinya senilai 100 kali dari omzet usaha.Jadi, kalau terjadi masalah, Anda masih punya waktu sekitar 100 bulan untuk memperbaiki bisnis yang sama atau masuk ke bisnis baru. Selain itu, Anda masih punya modal sebesar 100 kali dari nilai omzet usaha yang lama. Soalnya, saat usaha terkena musibah, Anda harus memikirkan bahwa jika membuka usaha baru berarti mesti merancang ulang bisnis itu.Uang pertanggungan asuransi bisa Anda gunakan untuk modal usaha, membeli peralatan, dan biaya operasional bisnis baru. "Sisanya untuk hidup karena harus ada dana cadangan buat Anda hidup selama usaha baru belum mapan seperti usaha lama," ujar Eko. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Begitu mulai usaha, risiko sudah menanti
Jenis usaha apa pun pasti memiliki risiko. Salah satu risiko terbesar dari sebuah usaha adalah force majeur atau kejadian di luar dugaan. Untuk menekan potensi risiko itu, Anda tidak cukup hanya mengandalkan kepiawaian berbisnis. Anda juga perlu mentransfer risiko usaha kepada polis asuransi.Semua jenis usaha niscaya menyimpan risiko. Buktinya, tak sedikit pelaku usaha yang terkena dampak dari risiko berbisnis. Yang paling sering adalah gulung tikar alias bangkrut. Dampak itu pula yang acap menjadi momok menakutkan bagi calon pelaku usaha.Fatchur Rozi, pengusaha sandal merek Imucu di Surabaya, Jawa Timur, mengatakan, sebuah usaha tidak bisa luput dari risiko. Saat memutuskan terjun ke dunia usaha, Anda harus siap secara mental kehilangan aset pribadi. "Ketika siap untuk kaya, Anda juga harus siap miskin. Karena, dalam menjalankan usaha, aset pribadi bisa terjual untuk menutupi semua kebutuhan usaha," katanya.Ya, menjalankan usaha tidak segampang membalikkan telapak tangan. Semua perencanaan yang sudah Anda siapkan di atas kertas bisa berubah 360 derajat dalam pelaksanaannya. Sebab, dalam menjalankan usaha, pebisnis harus menyiapkan semuanya dari nol. Untuk usaha skala menengah, misalnya, persiapannya mulai dari mencari tempat usaha, men-setting pabrik, menyiapkan listrik dan telekomunikasi pabrik, mencari karyawan, dan membuka jaringan pemasaran. Jika sudah memutuskan untuk berbisnis, Anda harus siap melakukan semuanya sendiri.Eric Kadarman, pemilik waralaba Burger Blenger, menambahkan bahwa saat sebuah usaha sudah mulai berjalan, risiko awal juga siap menanti. Salah satunya adalah kesulitan mencari pelanggan untuk membesarkan usaha. Apalagi, jika produk yang dijual sangat tergantung pada selera lidah konsumen. Contoh, bisnis kuliner.Usaha di bidang kuliner mengacu kepada kualitas makanan yang Anda buat. Agar kualitasnya terjaga, makanan yang Anda bikin harus habis terjual dalam sehari. Nah, ini salah satu risiko berbisnis kuliner. Kalau tidak habis, makanan harus dibuang karena kualitasnya sudah tidak bagus. Tapi, "Banyak orang tidak mau berisiko rugi. Makanya, makanan yang tidak habis dijual lagi keesokan hari," ujar Eric.Cuma, untuk mengurangi risiko seperti itu, seharusnya pelaku usaha menghitung dengan jeli berapa banyak makanan yang akan habis terjual dalam sehari. Dengan begitu, jangan semata-mata mengejar keuntungan, Anda memproduksi makanan secara berlebihan. Alhasil, bukannya untung yang datang, malah buntung.Menekan marginMenurut Eric, risiko yang juga pelaku usaha kuliner hadapi ialah fluktuasi harga bahan bakar dan bahan baku makanan. Ambil contoh, harga gas yang terus merangkak naik. Dua tahun lalu, harga gas isi 50 kilogram (kg) masih berkisar Rp 200.000. Tapi sekarang harganya sudah Rp 600.000.Begitu juga bahan baku seperti daging, harganya melambung tinggi. Akibat kebijakan pemerintah mengurangi impor, stok daging menjadi langka dan harganya pun mahal di pasaran. Harga bahan baku sayuran juga naik. Bawang bombai, misalnya. Dua tahun lalu harga bawang bombai satu bal ukuran 20 kg hanya Rp 80.000. Kini harganya Rp 400.000 per bal.Untuk mengantisipasi risiko itu, Eric bilang, pelaku usaha harus menekan margin agar tetap bisa bertahan. Kalau menaikkan harga di luar kemampuan konsumen, dampaknya dagangan tidak laku. Yang terpenting dalam menjalankan usaha adalah bagaimana cara pandang Anda terhadap konsumen. "Anda harus jeli apa yang mereka mau dan seperti apa kemampuannya," imbuh dia.Risza Bambang, perencana keuangan dari One Shildt Financial Planning, menjelaskan, risiko usaha memang bisa bermacam-macam. Contohnya, risiko salah memilih lokasi usaha, pemasaran, pengelolaan usaha, force majeur, penetapan harga produk, pencatatan keuangan, persaingan usaha, keamanan, serta kehilangan key person atau orang yang menjadi kunci sukses usaha.Hanya, salah satu risiko terbesar dari sebuah usaha adalah force majeur. Ini adalah risiko yang terjadi akibat adanya kejadian dari luar usaha dengan tiba-tiba dan mempunyai dampak yang besar. Misalnya, bencana alam, perubahan regulasi, kerusuhan, dan teroris.Cara efektif untuk mengurangi risiko, Risza menuturkan, dengan mengelola risiko tersebut dengan sebaik-baiknya. Contoh, dengan membuat perencanaan bisnis yang matang, proyeksi keuangan usaha minimal dalam tiga tahun ke depan (pemasukan dan pengeluaran), memiliki pengalaman di bidang usaha yang dijalani, memahami sense of business, punya jiwa dan pola pikir wirausahawan, serta mengerti kondisi pesaing, pasar, dan pemasok produk yang dijual. "Usaha juga perlu asuransi, lo," katanya yang juga berbisnis sewa rumah.Ikut asuransiJika probabilitas terjadinya risiko force majeur, keamanan, dan risiko kehilangan key person cukup besar sehingga bisa mengakibatkan usaha hancur, maka perlu mengalihkan risiko dengan asuransi. Metode penghitungannya dengan mengkalkulasi besarnya kerugian risiko tersebut. "Risiko keamanan dan force majeur hanya bisa dikelola dengan pengalihan risiko kepada asuransi kerugian atau umum. Sedang risiko kehilangan key person akibat musibah hanya bisa ditanggulangi asuransi jiwa, kesehatan, dan kecelakaan," imbuh Risza.Eko Endarto, perencana keuangan Finansia Consulting, menambahkan, untuk mengatasi pelbagai risiko bisnis, calon pengusaha harus memiliki rencana bisnis yang matang. Caranya: pertama, bisa dimulai dari mengidentifikasi kelebihan dan kekuatan usaha yang akan Anda jalankan dibandingkan dengan melakoni jenis bisnis lain.Kedua, menginventarisasi kelemahan-kelemahan yang ada di usaha itu, sehingga Anda bisa meminimalisir kelemahan dari bisnis tersebut. Ketiga, melihat kesempatan apa saja yang bisa dikembangkan dari usaha Anda. Keempat, menginventarisasi tantangan yang ada dalam usaha Anda. "Jangan buru-buru terjun ke bisnis. Setelah mengukur kekuatan dan kelemahan bisnis yang akan dijalankan, Anda bisa memulai bisnis," saran Eko.Untuk menekan kerugian, Anda juga bisa mengalihkan risiko usaha melalui asuransi. Pertimbangan mengasuransikan usaha adalah untuk mengganti penghasilan Anda dari usaha jika mengalami kondisi force majeur. Tapi yang diasuransikan bukan usahanya, melainkan aset usaha. Terutama, jika lokasi usaha ada di daerah yang rawan kebakaran.Eko mengingatkan, fungsi utama asuransi bukan sebagai tambahan aset usaha, tapi sebagai tameng atas kemungkinan hilangnya aset usaha Anda karena terjadinya risiko. Pun begitu, sebelum memutuskan membeli polis asuransi usaha, sebaiknya Anda melihat terlebih dahulu potensi penghasilan usaha itu. Katakanlah, penghasilan bisnis Anda Rp 10 juta sebulan. Maka, hitunglah uang pertanggungan asuransinya senilai 100 kali dari omzet usaha.Jadi, kalau terjadi masalah, Anda masih punya waktu sekitar 100 bulan untuk memperbaiki bisnis yang sama atau masuk ke bisnis baru. Selain itu, Anda masih punya modal sebesar 100 kali dari nilai omzet usaha yang lama. Soalnya, saat usaha terkena musibah, Anda harus memikirkan bahwa jika membuka usaha baru berarti mesti merancang ulang bisnis itu.Uang pertanggungan asuransi bisa Anda gunakan untuk modal usaha, membeli peralatan, dan biaya operasional bisnis baru. "Sisanya untuk hidup karena harus ada dana cadangan buat Anda hidup selama usaha baru belum mapan seperti usaha lama," ujar Eko. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News