KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, ada 15 perusahaan yang tergolong
unicorn dan
centaur yang telah menyatakan rencana untuk go public. Pernyataan ini diperoleh dari pertemuan
one-on-one yang BEI lakukan dengan lebih dari 20
unicorn dan
centaur sejak tahun lalu. Asal tahu saja,
unicorn merupakan istilah bagi startup yang memperoleh nilai valuasi lebih dari sama dengan US$ 1 miliar-US$ 10 miliar. Sementara
centaur berada satu tingkat di bawah
unicorn dengan nilai valuasi lebih dari sama dengan US$ 100 juta- US$ 1 miliar. Direktur Penilaian BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, BEI telah memetakan 50
unicorn dan
centaur yang telah diketahui melalui pemberitaan dengan minimal penggalangan dana US$ 20 juta dan beroperasi di Indonesia.
Secara total, nilai valuasi yang diungkapkan dari 50
unicorn dan
centaur tersebut mencapai US$ 22 miliar dengan penggalangan dana yang diungkapkan US$ 8,8 miliar. "Kami sudah bertemu dengan sejumlah
unicorn dan
centaur. Sebanyak 15 perusahaan telah menyatakan rencana untuk
go public," kata Nyoman dalam acara dengan wartawan secara virtual, Kamis (3/2).
Baca Juga: Harga Saham BBRI & ANTM Kompak Naik di Perdagangan Bursa Kamis (3/2) Ketika ditanya kapan 15 unicorn dan centaur ini akan go public, Nyoman menyampaikan bahwa pembicaraannya belum sampai ke sana. Akan tetapi, pihak BEI senantiasa menjalin komunikasi dan berupaya untuk mengakomodasi kebutuhan perusahaan-perusahaan tersebut terkait informasi mengenai proses initial public offering (IPO). "Beberapa dari mereka sudah masuk ke kelas kami untuk masuk ke IPO journey dengan beberapa pihak stakeholder untuk kerja sama," ungkap Nyoman. Lebih lanjut, Nyoman memaparkan, perkembangan unicorn dan centaur di Indonesia sangat pesat. Dari 15 unicorn yang dikenal di kawasan Asia Tenggara, sebanyak 9 unicorn berasal dari Indonesia. Sebut saja Goto, Bukalapak, Traveloka, Xendit, Kopi Kenangan, Ovo, JD.ID, J&T Express, dan Online Pajak. Tak hanya itu, Indonesia juga masih berpotensi besar menghasilkan unicorn baru, sebab 27 perusahaan (38%) centaur yang ada di Asia Tenggara berasal dari Indonesia. Beberapa diantaranya adalah Akulaku, Kredivo, Blibli.com, Halodoc, Sociolla, Dana, Modalku, dan Ruang Guru. Oleh sebab itu, untuk mendorong para unicorn dan centaur ini menggalang dana di pasar modal Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan aturan mengenai multiple voting share (MVS). Regulasi MVS ini dibuat untuk membuka peluang perusahaan teknologi melaksanakan IPO dengan tetap menjaga pengendalian dari para pendiri perusahaan. Pasalnya, aturan ini memungkinkan pemegang satu saham dapat memiliki lebih dari satu hak suara. Sebagaimana diketahui, secara permodalan, kepemilikan pendiri perusahaan berbasis teknologi tergolong kecil jika dibandingkan dengan jumlah modal yang ditanamkan investor lain. Dengan tetap menjadi pengendali meski persentase kepemilikan kecil, para pendiri perusahaan diharapkan tetap memiliki kuasa untuk mewujudkan ide maupun visi perusahaan jangka panjang. Secara lengkap, ketentuan tersebut tertuang dalam POJK Nomor 22/POJK.04/2021 tentang Penerapan Klasifikasi Saham dengan Hak Suara Multipel oleh Emiten dengan Inovasi dan Tingkat Pertumbuhan Tinggi yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas Berupa Saham.
Baca Juga: Segera IPO, Nusatama Berkah Incar Dana Hingga Rp 70 Miliar Di samping itu, BEI juga melakukan perubahan pada Peraturan Nomor I-A terkait Pencatatan Saham. Salah satu poin penting perubahannya adalah mengenai pengembangan persyaratan pencatatan di Papan Utama dan Papan Pengembangan. BEI menyebut, perusahaan kini memiliki opsi lebih luas untuk dapat tercatat di BEI selain menggunakan persyaratan net tangible asset (NTA). Terdapat beberapa pilihan persyaratan seperti akumulasi laba sebelum pajak, pendapatan usaha, total aset, atau akumulasi arus kas dari aktivitas operasi yang masing-masing dikombinasikan dengan nilai kapitalisasi pasar tertentu. Adanya beragam pilihan persyaratan pencatatan ini dimaksudkan agar memberikan kesempatan yang lebih luas, baik perusahaan konvensional maupun perusahaan dengan karakteristik new economy untuk dapat memanfaatkan keberadaan pasar modal. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi