BEI Akan Delisting 10 Saham di Tengah Tahun Depan, Perhatikan Jadwal Berikut!



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan rencana penghapusan pencatatan alias delisting 10 emiten yang akan efektif tanggal 21 Juli 2025.

Sepuluh emiten yang akan di-delisiting adalah:

  1. PT Mas Murni Indonesia Tbk (MAMI)
  2. PT Forza Land Indonesia Tbk (FORZ)
  3. PT Hanson International Tbk (MYRX)
  4. PT Grand Kartech Tbk (KRAH)
  5. PT Cottonindo Ariesta Tbk (KPAS)
  6. PT Steadfast Marine Tbk (KPAL)
  7. PT Prima Alloy Steel Universal Tbk (PRAS)
  8. PT Nipress Tbk (NIPS)
  9. PT Panasia Indo Resources Tbk (HDTX)
  10. PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk (JKSW)
Delapan dari 10 saham akan di-delisting gara-gara pailit. Sementara dua terbawah, yakni HDTX dan JKSW akan di-delisting karena mengalami suatu kondisi atau peristiwa yang signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat dan karena telah mengalami suspensi efek paling kurang selama 24 bulan terakhir.


Menurut data RTI, JKSW tidak mencatatkan pendapatan sama sekali sejak awal 2022. Sedangkan HDTX mencatat kerugian sejak kuartal kedua 2014.

Baca Juga: Delapan Emiten Bakal Delisting dari Bursa, Nasib Investor Masih Penuh Tanda Tanya

"Sehubungan dengan telah terpenuhinya salah satu kondisi sebagaimana tersebut pada Peraturan Bursa Nomor I-N, maka bursa memutuskan delisting kepada perusahaan tercatat (dalam pailit) yang efektif tanggal 21 Juli 2025," ungkap Adi Pratomo Aryanto, Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 2 BEI, Lidia M. Panjaitan, Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 3 BEI, dan Pande Made Kusuma Ari A, Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan BEI dalam pengumuman bursa, Kamis (19/12).

Delisting 10 saham akan dilakukan pada tangal yang sama, yakni 21 Juli 2025. 

Selanjutnya, proses pembatalan pencatatan efek (delisting) ditetapkan sebagai berikut:

  • Tanggal pengumuman keputusan delisting: 19 Desember 2024.
  • Tanggal batas penyampaian keterbukaan informasi buyback dan mulai pelaksanaan buyback oleh emiten: 18 Januari 2025.
  • Tanggal masa pelaksanaan buyback: 20 Januari-18 Juli 2025
  • Tanggal Efektif delisting: 21 Juli 2025
Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan, Pande Made Kusuma Ari A. mengatakan sebagaimana ketentuan Bursa Nomor I-N Perusahaan Tercatat yang telah diputuskan delisting tetap memiliki kewajiban sebagai perusahaan tercatat, sampai dilakukannya efektif delisting sebagaimana ditetapkan oleh Bursa.

"Persetujuan penghapusan pencatatan Efek Perseroan ini tidak menghapuskan kewajiban-kewajiban yang belum dipenuhi oleh Perseroan kepada Bursa," kata Pande dalam keterangan resminya, Jumat (20/12).

Baca Juga: BEI Putuskan Delisting 8 Emiten, Ini Daftarnya

Researcher Kiwoom Sekuritas Indonesia, Abdul Azis Setyo Wibowo melihat kondisi delisting ini sudah sewajarnya karena sudah sesuai ketentuan BEI seperti saham yang di suspensi sudah melewati 24 bulan atau kondisi perusahaan yang masih negatif. 

"Jika emiten yang delisting ini melakukan buyback, maka investor bisa mengikuti buyback tersebut," kata Azis kepada Kontan.co.id, Jumat (20/12).

Namun, Azis menambahkan, jika perusahaan dinyatakan pailit dan tidak mampu melakukan buyback, maka regulator berhak membawa kasus tersebut ke Kejaksaan Agung untuk proses likuidasi aset. 

"Aset yang dilikuidasi nantinya akan digunakan untuk memenuhi kewajiban perusahaan," ucapnya.

Baca Juga: Nusantara Infrastructure (META) Bakal Fokus Garap Proyek JORR Elevated pada 2025

Sebagai informasi, berdasarkan peraturan bursa nomor I-N tentang delisting dan pencatatan kembali (relisting) saham di Bursa, pihak bursa menghapus pencatatan saham perusahaan tercatat sesuai dengan ketentuan peraturan ini apabila perusahaan tercatat mengalami sekurang-kurangnya satu kondisi di bawah ini:

  • Ketentuan III.1.3.1. Perusahaan tercatat mengalami suatu kondisi atau peristiwa yang signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, dan perusahaan tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.
  • Ketentuan III.1.3.2. Saham perusahaan tercatat telah mengalami suspensi efek, baik di pasar reguler dan pasar tunai, dan/atau di seluruh pasar, paling kurang selama 24 bulan terakhir.
Baca Juga: Sritex Pailit, Ini Nasib Pemegang Saham SRIL Menurut Penjelasan BEI

Porsi Kepemilikan Saham Publik

PT Mas Murni Indonesia Tbk (MAMI) (per 30 September 2022)

  • Masyarakat (Pemodal Asing): 582.423.406 saham atau setara 4,73%
  • Masyarakat (Pemodal Nasional): 7.531.232.622 saham atau setara 61,20%
PT Forza Land Indonesia Tbk (FORZ) (per 30 April 2021)

  • Masyarakat: 1.095.605.162 saham atau setara 55,22%
PT Hanson International Tbk (MYRX) (per 31 Desember 2023)

  • Masyarakat: 57.426.338.061 saham atau setara 65,43%
PT Grand Kartech Tbk (KRAH) (per 31 Mei 2021)

  • Masyarakat: 105.493.700 saham atau setara 10,86%
PT Cottonindo Ariesta Tbk (KPAS) (per 30 September 2022)

  • Masyarakat: 272.243.253 saham atau setara 35,44%
PT Steadfast Marine Tbk (KPAL) (per 30 September 2020)

  • Masyarakat: 584.704.500 saham atau setara 54,70%
PT Prima Alloy Steel Universal Tbk (PRAS) (per 31 Januari 2024)

  •  Masyarakat: 322.000.000 saham atau setara 45,93%
PT Nipress Tbk (NIPS) ( per31 Oktober 2024)

  • Mayarakat: 666.944.211 saham atau setara 40,78%
PT Panasia Indo Resources Tbk (HDTX) (per 30 November 2024)

  • Masyarakat: 35.059.340 saham atau setara 0,97%
PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk (JKSW) (per 30 November 2024

  • Masyarakat: 61.153.000 saham atau setara 40,77%

Selanjutnya: Prabowo Beri Kesempatan Koruptor Tobat: Kembalikan yang Kau Curi!

Menarik Dibaca: Kurangi Konsumsi Alkohol dengan Ikut Dry January Challenge yuk

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati