BEI catat emisi obligasi capai Rp 1,56 triliun



JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat total emisi surat utang atau obligasi sejak awal tahun hingga 16 Februari 2017 mencapai Rp1,56 triliun yang berasal dari satu penerbitan oleh satu emiten.

Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 1 BEI, I Gede Nyoman Yetna dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (16/2), mengemukakan bahwa obligasi yang dicatatkan, yakni obligasi berkelanjutan II Toyota Astra Financial Services dengan tingkat bunga tetap tahap II tahun 2017 sebesar Rp1,56 triliun.

Ia menambahkan bahwa obligasi berkelanjutan II Toyota Astra Financial Services yang dicatatkan itu terdiri dari dua seri, yaitu seri A (TAFS02ACN2) dengan nilai nominal Rp800 miliar dengan tingkat bunga tetap 7,65 persen per tahun dengan jangka waktu 370 hari kalender.


Selain itu seri B (TAFS02BCN2) dengan nilai nominal Rp755,370 miliar dengan tingkat bunga tetap 8,50 persen per tahun dengan jangka waktu 36 bulan.

"Hasil pemeringkatan dari PT Fitch Ratings Indonesia (Fitch) untuk obligasi itu adalah AAAidn (triple A). Bertindak sebagai wali amanat dalam emisi ini adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk," paparnya.

Dengan pencatatan itu, ia mengatakan, maka total emisi obligasi dan sukuk yang tercatat di BEI berjumlah 315 emisi dengan nilai nominal outstanding Rp307,37 triliun dan 67,5 juta dolar AS yang diterbitkan oleh 108 emiten.

Sedangkan surat berharga negara (SBN) tercatat di BEI berjumlah 94 seri dengan nilai nominal Rp1.833,82 triliun dan 1.240 juta dolar AS. Selain itu ada tujuh Efek Beragun Aset (EBA) senilai Rp2,83 triliun.

Sebelumnya, Kepala Riset Pendapatan Tetap Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto mengatakan bahwa tren positif pasar surat utang atau obligasi di dalam negeri pada 2016 lalu akan berlanjut pada 2017 ini menyusul masih kuatnya potensi pertumbuhan ekonomi.

Ia menambahkan bahwa dengan laju perekonomian domestik pada tahun ini yang masih positif akan memicu faktor risiko Credit Default Swap (CDS) berkurang dan akan mendorong dana investasi asing akan terus masuk, salah satunya ke pasar obligasi.

Nyoman Yetna mengemukakan bahwa CDS menjadi salah satu indikator bagi investor mengenai persepsi tentang risiko investasi di pasar keuangan suatu negara. Semakin tinggi angka CDS, tinggi pula risikonya, begitu pun sebaliknya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto