KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) menandatangani nota kesepahaman (MoU) bersama International Finance Corporation (IFC), dan dukungan dari Sekretariat Negara Swiss untuk Urusan Ekonomi (SECO), para perusahaan tercatat dan calon pendaftar akan didorong untuk memperkuat praktik
environmental (lingkungan),
social (sosial), dan
governance (tata kelola) atau ESG. Perusahaan-perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah bersiap untuk meningkatkan upaya mengatasi perubahan iklim sebagai bagian dari kesepakatan yang akan turut membuat lebih menarik di mata investor yang berfokus pada aset berkelanjutan. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan upaya perusahaan untuk memperhatikan masalah ESG dengan lebih baik, termasuk risiko terkait iklim, dan membantu dalam mencapai tujuan keberlanjutan. Kolaborasi ini diawali dengan upacara pembukaan perdagangan BEI dalam rangka
Acara Peluncuran Kolaborasi ESG IFC dan IDX dan Pelatihan Kepemimpinan ESG yang diselenggarakan hari ini, Kamis (16/3) di Main Hall BEI, Jakarta, Indonesia.
Sementara negara-negara berkembang masih membutuhkan dana yang signifikan sekitar US$ 2,5 triliun kebutuhan pembiayaan untuk mencapai SDGs, dengan proyeksi tambahan kekurangan sebesar US$ 1,7 triliun akibat covid-19. IFC memperkirakan terdapat lebih dari US$ 23 triliun peluang investasi pada sektor hijau dan terkait iklim serta aktivitas yang dapat membantu mencapai tujuan nasional yang selaras dengan perjanjian Paris dan mempercepat transisi global menuju ekonomi rendah karbon. Direktur BEI, Risa E. Rustam mengatakan BEI ingin mengembangkan ekosistem pasar modal Indonesia untuk mengadopsi dan memanfaatkan praktik-praktik berkelanjutan. MoU ini diharapkan dapat memperkuat ekosistem di pasar modal Indonesia di mana bisnis dan keberlanjutan berjalan seiring. "Kolaborasi ini akan menjadi platform untuk mendorong ekosistem investasi hijau di Indonesia dan memperkenalkannya kepada investor internasional”, ujarnya dalam siaran pers, Kamis (16/3). Peluncuran kolaborasi ini juga menandai dimulainya seri pengembangan kapasitas kepemimpinan ESG, yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan standar kinerja IFC dan metodologi tata kelola perusahaan. Risa menambahkan serta membantu perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam menangani topik-topik penting terkait ESG, termasuk tata kelola lingkungan & sosial yang efektif dan sistem manajemen risiko, pengungkapan dan transparansi, risiko dan mitigasi iklim, serta gender. Sementara ,Penjabat Country Manager IFC untuk Indonesia dan Timor Leste, Randall Riopelle menjelaskan 20 tahun yang lalu, tidak ada acuan dalam mengelola risiko dalam pembiayaan proyek di negara berkembang, sehingga akhirnya membuat standar kinerja. "Bahwa keberlanjutan dan profitabilitas bukanlah tujuan bisnis yang terpisah, dan melihat investor institusi semakin mengintegrasikan pertimbangan ESG ke dalam keputusan investasi mereka,” tuturnya,. Sehingga pada akhirnya, investasi berkelanjutan memberi cara untuk menaruh uang berdasarkan keyakinan untuk mencapai komunitas yang lebih hijau, lebih inklusif, dan lebih tangguh. Randall mengatakan Indonesia merupakan negara yang kaya sumber daya, dan sangat bergantung pada eksploitasi sumber daya alam untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi, sehingga mengakibatkan masalah lingkungan dan sosial yang signifikan. Selain itu, Indonesia juga berada pada peringkat tiga negara teratas dalam hal risiko iklim, dengan paparan banjir yang tinggi, panas ekstrem, dan kenaikan permukaan laut. Transisi Indonesia ke masa depan rendah karbon dan tahan iklim akan membutuhkan investasi besar dan peran sektor swasta sangatlah penting. Penguatan praktik-praktik ESG juga akan memungkinkan pasar modal memainkan peran yang lebih besar dalam transisi Indonesia menuju ekonomi rendah karbon dan tahan iklim. Duta Besar Swiss untuk Indonesia, Timor Leste, dan ASEAN, H.E. Olivier Zehnder mengatakan bahwa pengungkapan transparan terhadap faktor tata kelola, lingkungan, dan sosial membantu investor dalam membuat keputusan berdasarkan informasi dan penilaian paparan terhadap risiko dan ketahanan. “Kemitraan kami dengan IFC dan BEI melengkapi pekerjaan kami terkait dengan pembangunan berkelanjutan," kata Zehnder.
Hal ini akan membangun dan memperkuat inisiatif-inisiatif yang sudah kami lakukan sebelumnya dalam mempromosikan standar dan praktik ESG dan membantu memandu arus keuangan menuju investasi berkelanjutan untuk pembangunan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Zehnder menambahkan kerja sama ini merupakan bagian dari program ESG Indonesia Terintegrasi yang diluncurkan oleh IFC dan SECO untuk membantu pembuat kebijakan, investor, perusahaan, dan para mitra di Indonesia untuk mengelola risiko dan hambatan ESG dengan mempromosikan manajemen pengambilan keputusan dan risiko lingkungan dan sosial yang efektif. Selain bekerja sama dengan pembuat kebijakan di Indonesia dan BEI, IFC juga mendukung lembaga direktur lokal, pusat pelatihan, dan memberikan saran ESG kepada perusahaan-perusahaan di Indonesia. Penandatanganan MoU ini juga mendukung upaya perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk menyelaraskan dengan praktik terbaik secara internasional. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati