KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Ratu Prabu Energi Tbk (ARTI) berencana untuk menggelar
reverse stock atau penggabungan nilai nominal saham dengan rasio 10:1. Nantinya akan ada perubahan nilai nominal saham seri A dari yang semula Rp 500 menjadi Rp 5.000 dan saham seri B dari yang semula Rp 100 menjadi Rp 1.000. Rencana ini tertuang dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia. Sayangnya rencana
reverse stock ini tidak disambut baik oleh para pemegang saham khususnya bagi pemegang saham ritel.
Berdasarkan petisi yang dilakukan pemegang saham ritel ARTI, dengan jelas meminta agar rencana
reverse stock ini dibatalkan. Petisi yang digalangkan oleh forum investor ritel ARTI tersebut beranggapan, tindakan korporasi ARTI terindikasi dapat menyebabkan kerugian besar investor retail ARTI. “Tindakan dari pemegang saham pengendali melalui manajemen Ratu Prabu, sangat mencederai kepercayaan kami terhadap perusahaan terbuka di Bursa Efek Indonesia dan tindakan manajemen Ratu Prabu tidak mencerminkan
good corporate governance, mengingat ada beberapa kejadian serupa di BEI, kami takutkan hal ini akan menjadi alat bagi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk menguras dana investasi dari Investor,” ujar investor ritel ARTI dalam petisinya. Pihak investor ritel curiga ada skenario yang akan dilakukan dengan menjatuhkan harga saham dan membuat
panic selling di kalangan investor ritel setelah
reverse stock, sehingga oknum-oknum tertentu dapat membeli saham ARTI dengan harga murah, hingga mereka dapat menguasai mayoritas saham ARTI. Menanggapi kondisi tersebut, Nyoman Yetna Setia, Direktur Bursa Efek Indonesia (BEI) mengatakan pihaknya telah mengirim surat kepada pihak ARTI untuk menunda aksi korporasi ini.
“Bursa sudah menyampaikan surat ke ARTI untuk menunda pelaksanaan tersebut,” ujar Nyoman kepada Kontan.co.id, Kamis (2/8). Saat ini, total saham tercatat ARTI mencapai 7,84 miliar saham. Total saham ini akan turun menjadi 784 juta saham setelah
reverse stock. Sebagai informasi saja, saat ini saham ARTI masih tertahan di level Rp 50 per saham sejak awal 2017 yang lalu. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi