BEI longgarkan syarat IPO pertambangan



SURABAYA. Kabar baik bagi perusahaan tambang yang ingin mencari dana di pasar modal. Bursa Efek Indonesia (BEI) bakal melonggarkan aturan penawaran perdana saham atau initial public offering (IPO) perusahaan tambang.

BEI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menggodok aturan baru mengenai IPO perusahaan tambang. Dalam aturan baru itu, BEI akan memberi kelonggaran izin IPO bagi perusahaan tambang yang sudah melakukan eksplorasi namun belum berproduksi.

Ito Warsito, Direktur Utama BEI mengatakan, selama ini, ada aturan yang melarang perusahaan tambang berinvestasi di pasar modal apabila belum berproduksi minimal dalam satu tahun. Padahal, perusahaan tambang membutuhkan dana besar untuk memulai produksi. Akibatnya, sejumlah perusahaan tambang Indonesia mencatatkan saham di luar negeri.


Maklum, biasanya kinerja perusahaan tambang yang belum berproduksi itu masih merah. Nah kelak, BEI akan membolehkan IPO emiten tambang yang masih merugi itu asalkan memiliki prospek jangka panjang.

BEI juga tetap mewajibkan calon emiten tambang ini memberikan keterangan lengkap mengenai cadangan produksi, analisis cadangan dan cadangan potensial dalam jangka panjang. Peryaratan ini berlaku juga di Inggris, Amerika dan Australia.

BEI juga tetap mensyaratkan competent person report disusun oleh ahli pertambangan dengan metode yang diakui, untuk meminimalkan risiko jangka panjang. "Masih rugi tidak masalah, Yang penting sudah punya operating profit," jelas Ito, kemarin.

Beleid ini menjadi salah satu prioritas BEI selain dari perubahan lot saham dan fraksi harga. Ito bilang, beleid ini penting karena semakin banyak perusahaan tambang Indonesia yang listing di luar negeri, misalnya di London Stock Exchange.

Malah, Singapura juga membuka aturan yang sama, sehingga BEI khawatir perusahaan tambang Indonesia memilih listing di Singapura. "Kita sudah kalah cepat dari Singapura menerapkan kelonggaran aturan ini," ungkap Ito.

BEI akan mengajukan kajian beleid ini ke OJK bulan November dan berharap di akhir tahun 2013 aturan ini bisa diterbitkan. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Nurhaida mengatakan, kelonggaran ini untuk memacu minat perusahaan tambang melantai di bursa. "Tentu harus ada ketentuan jelas dari sisi risikonya," jelas dia.

Para pelaku pasar menyatakan, aturan baru ini berisiko besar. BEI harus jelas membatasi ketentuan usaha pertambangan. "Kalau sekadar memiliki konsesi pertambangan, masih riskan untuk IPO," kata Haryajid Ramelan, Ketua Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI).

John Rachmat, Kepala Riset Mandiri Sekuritas menyarankan, perusahaan tambang yang akan IPO harus memberi keterbukaan informasi sejelas-jelasnya sehingga investor bisa menilai risiko ketika hendak berinvestasi. "Investor juga harus, jeli dan cermat prospek bisnisnya seperti apa," imbuh dia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Avanty Nurdiana